
Dok. Citra Narada Putri / Femina Media
Tampaknya kita masih harus bersabar menunggu pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Pembahasan RUU PKS di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali terhambat dan harus ditunda untuk kesekian kalinya.
Dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR 30 Juni lalu, Marwan Dasopang, Wakil Ketua Komisi VII DPR mengusulkan untuk menarik RUU PKS dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
“Kami menarik RUU PKS karena pembahasannya agak sulit,” ujar Marwan sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Kendala yang ditemukan Marwan adalah buntunya lobi-lobi dengan seluruh fraksi di Komisi VIII. Menurutnya pembahasan RUU PKS masih terbentur masalah judul dan definisi kekerasan seksual. Di samping itu, aturan terkait pemidanaan masih jadi perdebatan.
Marwan berpendapat banyak pihak yang harus diakomodir melalui rapat dengar pendapat umum (RDPU) dalam pembahasan RUU PKS. Karena itu RUU PKS dianggap hampir tak mungkin diselesaikan hingga Oktober 2020.
Diah Pitaloka, anggota Komisi VIII dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tak sependapat dengan Marwan. Ia menilai pernyataan Marwan bukanlah sikap komisi karena belum pernah ada rapat internal komisi yang membahas penarikan RUU dari Prolegnas Prioritas 2020.
"Pak Marwan Dasopang itu pimpinan Komisi VIII tapi itu bukan merupakan keputusan Komisi VIII. Itu opini pribadinya dia,” ungkap Diah seperti dikutip dari Tempo.co.
Menurut Ketua Kelompok Fraksi PDIP di Komisi VIII ini yang terjadi adalah pengalihan RUU PKS ke Baleg DPR untuk dilakukan pembahasan. Diah mendukung keputusan tersebut karena pembahasan di Baleg dinilai lebih variatif dan kaya perspektif.
Supratman Andi Atgas, Ketua Baleg DPR membenarkan bahwa ia siap mengambil alih pembahasan RUU PKS. Namun Baleg baru akan mengusulkan RUU PKS masuk dalam Prolegnas 2021. Tindakan ini juga sekaligus menanggapi desakan Komnas Perempuan.
"Saya beri jaminan ke teman-teman Komnas Perempuan dan yang lain, kalau oleh Komisi VIII Prolegnas 2021 tidak usulkan, maka Baleg yang akan mengusulkan itu," kata Supratman.
Komnas Perempuan menyayangkan sikap DPR yang mengalihkan RUU PKS dari Prolegnas 2020 ke Prolegnas 2021. Apalagi penundaan pembahasan RUU PKS telah terjadi berulang kali dalam beberapa tahun terakhir.
"Kalau itu ditunda lagi artinya tidak ada perhatian sama sekali terhadap korban dan juga kasus tersebut," ujar Mariana Amiruddin, Komisioner Komnas Perempuan seperti dikutip dari Kompas.com.
Komnas Perempuan mencatat angka kekerasan terhadap wanita yang meningkat hampir 8 kali lipat dalam 12 tahun terakhir. Jika pembahasan RUU PKS ditunda lagi, Mariana khawatir korban kekerasan akan terus bertambah.
Kasus kekerasan seksual selama ini ditangani dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang tak cukup mengakomodir seluruh kasus kekerasan seksual, maupun menindak pelaku dan melindungi korban.
"Tanpa RUU PKS lembaga layanan yang menangani korban itu jadi terhambat, baik dalam proses pendampingan, pemulihan, maupun penanganan hukumnya," jelas Mariana.(f)
BACA JUGA:
Twitter Luncurkan Notifikasi Khusus Kekerasan Berbasis Gender
Angka Kekerasan Pada Wanita Meningkat Selama Pandemi COVID-19
Kekerasan Pada Wanita Kian Marak Terjadi di DKI Jakarta, Ini Cara Pemerintah Menanganinya
Topic
#RUUPKS, #DPR, #komnasperempuan, #kekerasanseksual