Foto: Unsplash
Beberapa hari lalu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) telah mengumumkan mengenai aturan pemakaian masker di luar ruangan meski telah divaksinasi untuk wilayah negara dengan penularan COVID-19 yang tinggi. Dalam panduan baru tersebut, CDC mengungkapkan kekhawatiran terhadap varian Delta yang menyebar dengan cepat dan menyebutnya sebagai jenis yang paling menular di antara varian virus COVID-19 lainnya.
Sebuah dokumen internal CDC bahkan mengatakan varian Delta yang pertama kali terdeteksi di India dan sekarang dominan di seluruh dunia ini sama menularnya dengan cacar air. COVID-19 varian Delta ini dapat ditularkan bahkan oleh orang yang sudah divaksinasi dan dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius dibandingkan varian virus sebelumnya.
Saat ini, varian Delta telah menyumbang sekitar 83 persen kasus COVID-19 di AS. Sementara berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) ada 1.118 kasus COVID-19 dengan varian Delta di Indonesia hingga 29 Juli 2021. Itu sebabnya, menurut CDC diperlukan pendekatan baru untuk membantu masyarakat memahami bahayanya. Termasuk pula memperjelas bahwa orang yang tidak divaksinasi lebih dari 10 kali mengalami sakit parah atau meninggal dibandingkan mereka yang divaksinasi.
Lalu apa saja strategi baru dalam menghadapi varian Delta ini?
1/ Vaksinasi Tetap Perlindungan Terbaik
Studi terbaru menunjukkan bahwa vaksin Johnson & Johnson dan vaksin Pfizer mungkin kurang efektif dalam mencegah infeksi untuk varian Delta dibandingkan dengan varian sebelumnya. Hal ini menimbulkan beberapa kekhawatiran, tetapi para ahli mengatakan hal tersebut jangan sampai menjadi penyebab kepanikan, jadi menghalangi niat Anda untuk divaksinasi, atau membuat Anda merasa kurang aman.
Para ahli sepakat bahwa vaksin sejauh ini merupakan perlindungan paling efektif terhadap COVID-19, termasuk varian Delta. Pasalnya, mereka yang tidak divaksinasi menyebabkan 99,5 persen kematian baru akibat COVID-19 dan 97 persen rawat inap di AS. “Tidak ada vaksin untuk infeksi apa pun yang memberikan perlindungan 100 persen. Tetapi jika Anda terinfeksi dan divaksinasi, risiko penyakit parah jauh lebih rendah,” tutur Dr. Inci Yildirim, seorang spesialis penyakit menular dan ahli vaksin di Yale Medicine.
2/ Kenali Gejalanya
Meski menurut perkiraan CDC, hanya 0,098 persen orang yang divaksinasi lengkap mengalami kasus simtomatik atau bergejala ringan, namun tetap ada kemungkinan Anda terjangkit sehingga jangan sampai abai. Memang masih banyak yang belum diketahui mengenai Long COVID, namun ada beberapa bukti varian Delta ini menyebabkan gejala yang berlangsung lebih dari enam minggu.
Jika Anda sudah merasakan gejala flu yang cukup berat, segera periksakan diri dan lakukan isolasi untuk membantu mengurangi penyebaran, terutama jika Anda tinggal di daerah dengan tingkat vaksinasi yang rendah atau secara teratur berinteraksi dengan orang yang belum dapat divaksinasi, seperti anak-anak yang berusia di bawah 12 tahun.
Gejala varian Delta tak jauh berbeda dengan varian COVID-19 sebelumnya, namun gejala nomor satu yang dilaporkan untuk varian ini adalah sakit kepala.
3/ Lindungi Anak dan Anggota Keluarga Berisiko Lainnya
CDC menyarankan bagi anak-anak antara usia 2 dan 12 tahun yang belum dapat divaksinasi harus tetap memakai masker di tempat umum dan di dalam ruangan, tetapi mereka aman untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak lain yang tidak divaksinasi di luar ruangan. Karena tingkat penularan varian Delta sangat tinggi, dokter menyarankan untuk menjauh dari keramaian, bahkan di luar ruangan. Hal terpenting yang dapat Anda lakukan untuk melindungi anak-anak dan orang-orang yang rentan di sekitar Anda adalah dengan vaksinasi. (f)
Baca Juga:
Jangan Panik, Begini Cara Cek Ketersediaan Obat COVID-19 di Kota Anda
Kata WHO: Yang Sudah Vaksinasi Tidak Sakit Parah Saat Terpapar Varian Delta
Anak Positif COVID-19 Tanpa Gejala, Ini Panduan Isolasi Mandiri untuk Anak
Topic
#covid19, #variandelta, #CDC