
Foto: Pexels
Pandemi COVID-19 telah menimbulkan kecemasan bagi tiap orang. Di samping kekhawatiran akan kondisi kesehatan, keadaan ekonomi adalah ketakutan yang menghantui masyarat.
Hasanuddin Ali, CEO Alvara Research, mengungkapkan hasil penelitiannya tentang peningkatan kecemasan terhadap keadaan ekonomi yang meningkat pada bulan Mei dibandingkan bulan April.
“Ketakutan masyarakat yang paling besar adalah khawatir keluarga tertular, takut kehilangan pekerjaan, dan cemas akan kemampuan membayar cicilan. Namun menariknya ketakutan akan dampak ekonomi meningkat pada bulan Mei,” jelasnya dalam konferensi bertajuk Consumer Behavior Trends yang digelar secara virtual dalam Indonesia Business Forum (IBF) 2020.
Di samping itu, tingkat optimisme publik terhadap kondisi ekonomi menurun. Berdasarkan survei yang dilakukan pada bulan Juni 2020 terlihat bahwa optimisme masyarakat akan keadaan ekonomi cukup menurun dibandingkan survei terakhir yang dilakukan pada Oktober 2019.
“Di bulan Oktober 2019 tingkat optimisme mencapai 71%, sementara di bulan Juni ini tingkat optimisme hanya 58,8%. Ini mengonfirmasi hasil penelitian lembaga-lembaga riset lain di luar negeri yang menyebut bahwa tingkat optimisme ekonomi Indonesia menurun di bulan Mei dan Juni,” ujar Hasanuddin.
Tidak mengherankan jika masyarakat kelas menengah dan kelas menengah bawah yang miliki optimisme ekonomi paling rendah. Ini dapat dipahami karena mereka paling terdampak secara ekonomi. Menariknya ada generasi tertentu yang paling tidak optimis terhadap perekonomian berdasarkan survei Alvara Research.
Milenial adalah kelompok yang miliki optimisme ekonomi paling rendah. Menurut Hasanudin generasi yang berada di kisaran usia 22 hingga 38 tahun tersebut umumnya tengah berjuang meraih karier tertentu. COVID-19 membuat karier terhambat dan pendapatan berkurang, sehinga mereka paling tidak optimis terhadap kondisi ekonomi.
“Milenial kan gajinya belum seberapa dan mungkin belum punya tabungan. Tapi mereka mulai mempunyai anak, mulai harus membayar cicilan rumah, cicilan kendaraan pribadi,” tuturnya.
Setelah milenial, gen Z menempati posisi kedua yang optimisme ekonominya menurun.
“Di antara gen Z yang berada di usia 12 hingga 21 tahun, ada yang merupakan siswa SMA, lulusan SMA, atau sedang kuliah. Dengan kondisi ekonomi seperti ini mereka khawatir sulit mencari pekerjaan. Itu yang membuat gen Z tidak optimis,” ungkapnya.
Sementara gen X yang berusia di atas 38 tahun memiliki kekhawatiran ekonomi yang tidak sebesar milenial maupun gen Z. Gen X umumnya merupakan generasi mapan, punya penghasilan cukup ataupun passive income, dan punya tabungan lebih memadai daripada milenial.
“Gen X ada perasaan tidak optimis terhadap kondisi ekonomi. Namun tak se-ekstrim generasi milenial,” pungkas Hasanuddin.(f)
BACA JUGA:
Bahaya Bakteri Listeria yang Ditemukan Terkontaminasi pada Jamur Enoki Impor
Indonesia Brand Forum 2020, Membedah Model Bisnis dalam Pandemi COVID-19
Wanita Bisa Jadi Pahlawan Melawan COVID-19
Topic
#newnormal, #corona, #milenial