Trending Topic
Menelusuri Jejak Wanita dalam Olimpiade Lewat Google Doodle

7 Apr 2016



Foto: Google

Rabu (6/4), jelang penyelenggaraan Olimpiade ke-120 di Rio de Janeiro, Brazil, Agustus mendatang, Google Doodle mengingatkan kita pada sejarah penyelenggaran pesta olah raga modern lewat empat gambar istimewa. Sebelumnya, Google juga mendukung berbagai event olah raga dunia, di antaranya menampilkan doodle bertema final Cricket Canada 2015 Women’s World Cup, dan Cricket World Cup 2015. 
 
Empat gambar yang didesain oleh Olivia Huynh tersebut membawa kita kembali ke olimpiade modern pertama di Athena di tahun 1896. Selama sepuluh hari, 241 atlet dari 14 negara bertanding di 43 event dalam cabang atletik, tenis, panahan, angkat beban, bersepeda, menembak, renang, gulat dan senam.
 
Menurut www.olympic.org, di awal penyelenggaraan olimpiade kuno (tahun 776 sebelum Masehi), hanya ada tiga kriteria untuk menjadi peserta: sang atlet harus pria, asli Yunani dan bukan budak. Baru setelah Yunani ditaklukkan oleh Roma pada tahun 146 sebelum Masehi, warga Roma diperbolehkan ikut Olimpiade. Saat itu, wanita (kecuali yang punya kuda), budak, dan warga asing tidak boleh ikut olimpiade. Hanya ada beberapa cabang olah raga yang dipertandingkan, yaitu: lari, gulat, tinju, dan pacuan kereta kuda.
 
Keikutsertaan wanita dalam Olimpiade kuno menjadi perdebatan dalam berbagai literatur tentang olimpiade. Ada sejarawan yang mengatakan, tak ada satu pun wanita yang berhak hadir di pesta olah raga tersebut, kecuali Demeter, sang dewi kesuburan, yang duduk di kursi kehormatan di dekat altar di stadium. Ada juga yang mengatakan bahwa wanita yang sudah menikah tidak berhak untuk berkompetisi, bahkan sekadar hadir untuk menonton, meskipun wanita yang masih perawan dan Demeter boleh menjadi penonton.
 
Kini, wanita tercatat telah menorehkan prestasi di pesta olahraga dunia tersebut. Meski demikian, wanita sempat dilarang ikut nomor lari jarak jauh di olimpiade di tahun 1928. Gara-garanya, beberapa atlet wanita tumbang dalam pertandingan lari 800 meter. Baru pada tahun 1960, Komite Olimpiade Internasional mengizinkan wanita ikut kembali di nomor lari jarak jauh.
  
Dari abad ke abad, olimpiade modern terus berkembang. Agustus mendatang, di Rio de Janeiro, penonton bisa menonton sekitar 10.500 atlet wanita dan pria dari 206 negara memperebutkan 306 medali. Jumlah atlet wanita yang bertanding di olimpiade pun terus meningkat dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, dengan Tiongkok yang mencatat atlet wanita peraih medali emas terbanyak. Dari tanah air, ada atlet bulutangkis tunggal putri kelahiran Tasikmalaya, Susi Susanti meraih medali emas pertama untuk Indonesia di Olimpiade Barcelona tahun 1992.

Olimpiade London 2012 lalu bahkan menjadi olimpiade yang diikuti oleh atlet wanita terbanyak. Untuk pertama kalinya, semua negara yang berkompetisi dalam olimpiade memiliki atlet perempuan dalam kontingennya setelah Arab Saudi mengirim dua atlet perempuan. Selain Arab Saudi, Qatar dan Brunei Darussalam juga pertama kali mengirimkan atlet wanita dalam sejarah olimpiade. Para atlet wanita tersebut juga tetap diperbolehkan mengenakan pakaian olahraga yang menutup aurat mereka selama pertandingan.
 
Untuk pertama kalinya juga di Olimpiade London, Amerika Serikat mengirimkan lebih banyak atlet perempuan dibanding atlet laki-laki. “Ini merupakan sebuah kemajuan yang patut dirayakan,” kata Janice Forsyth, Ketua International Center for Olympic Studies di University of Western Ontario seperti yang dikutip oleh New York Times. Hal itu sangat beralasan, mengingat di Olimpiade Atlanta tahun 1996, sebanyak 26 negara tidak mengirimkan atlet perempuan.
 
Dari balik layar, ada sosok Anita DeFrantz, wanita pertama yang menjadi Wakil Presiden Komite Olimpiade Internasional pada 2001. Lewat perannya, ia berusaha menciptakan proses yang adil untuk atlet dan manajer olahraga wanita dan kaum minoritas dalam olimpiade. Ia juga menginisiasi proses penyusunan kebijakan komite yang mengharuskan wanita setidaknya mengisi kuota dua puluh persen dalam komite dan board olimpiade yang berjumlah 101 orang.
 
Wanita yang juga mantan atlet dayung berdarah Afrika-Amerika itu pernah berpesan di World Conference of Women and Sport di Amman, Jordan pada 2008 lalu,
“Wanita dihargai karena membawa ide dan etika di dunia olah raga. Berhentilah membuat batasan-batasan atau mengatakan wanita tidak bisa melakukan ini dan itu. Olah raga mampu menginspirasi kita untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi dalam apa pun yang kita lakukan.”