Trending Topic
Heboh Karya Seni #MakanMayit, Ini Pernyataan dari Menteri PPPA Yohana Yembise

28 Feb 2017


Ilustrasi: 123RF

Media sosial diramaikan dengan tagar #MakanMayit. Tagar ini menimbulkan pernyataan sikap yang berbeda-beda. Apa sebenarnya #MakanMayit? Kenapa hal ini menjadi kontrovesi sehingga Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Yohana Yembise harus angkat bicara?
 
Makan Mayit atau Fresh Flesh Feast adalah sesi pertunjukan makan malam yang merupakan bagian dari proyek seni "Little Shop of Horrors" karya seniman muda, Natasha Gabriella Tontey yang digelar pada 28 Januari dan 25 Februari 2017 di Footurama, Jakarta. Wanita yang pernah masuk dalam daftar 30 Young Artist Under 30 versi Nylon Indonesia edisi November 2016 ini menyajikan berbagai macam karya makanan dalam bentuk bayi.
 
Bukan hanya itu saja, bahan untuk membuat sajiannya pun membuat orang bertanya-tanya. Natasha, seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Senin, 27 Februari 2017, menggunakan Air Susu Ibu (ASI) dan keringat bayi untuk membuat makanan yang berbentuk tubuh dan otak bayi.
 
Penggunaan ASI ini sempat membawa-bawa nama Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Jogja. Namun melalui postingan di akun Instagramya @aimijogja pada Senin, 27 Februari 2017, AIMI menyatakan mereka sama sekali tidak terlibat dalam karya seni ini.
 
Untuk hal ini, Natasha angkat bicara. “Melalui surat, saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada @aimijogja atas penyebutan nama institusi AIMI Jogja, dan perlu saya tekankan kembali, kami tidak ada hubungannya dan tidak mendapat/meminta ASI dari AIMI manapun, serta pihak AIMI tidak ada hubungannya dengan event ini sama sekali. Saya memohon maaf karena kemarin telah dengan lalai menyebutkan bahwa kami mendapat ASI dari AIMI tanpa saya tahu institusi tersebut ada dan berbadan hukum. Ini murni kelalaian dan ketidaktahuan saya,” tulis Natasha di akun Instagramnya, @roodkapje pada Senin, 27 Februari 2017
 
Selain itu, Natasha juga menjelaskan mengenai konsep dari karyanya, Little Shop of Horrors. “Secara garis besar, karya Little Shop of Horrors saya mengeksplorasi dinamika psikologis fantasi kanibal, juga sebuah usaha untuk menginterupsi ruang untuk kesepakatan dan ketidaksepakatan melalui fiksi dengan mengangkat topik mengenai kanibalisme dan nekrofilia yang menjadi tabu di masyarakat. Dengan pertanyaan apakah sifat psikopat berisi dalam semua manusia. Performance makan malam “Fresh Flesh Feast“ atau "Makan Mayit", dan kolaborasi pakaian dengan FFF Footurama Freeform Fabrication adalah salah satu bagian dari rangkaian karya Little Shop of Horrors,” tulisnya di akun Instagramnya pada hari yang sama.
 
Little Shop of Horros sebelumnya pernah dikenalkan oleh Natasha di Yokohama Jepang pada tahun 2015. Saat itu, Koganecho Arts Management Center mengundangnya untuk mengikuti residensi dan produksi karya pada Koganecho Bazaar yang digelar pada 1 Oktober 2015 hingga 3 November 2015. Konsep yang kemudian dibawa oleh Natasha ke Indonesia ini ditambahkan sesi Makan Mayit.
 
Karya seni ini  tak pelak membuat para netizen jadi berkubu. Ada yang mendukung karena menganggap ini murni karya seni namun tidak sedikit yang protes keras dan menilai bahwa karya seni ini melewati batas.
 
Menteri PPPA, Yohana Yembise juga telah menentukan sikapnya terhadap kasus ini. “Hal ini sangat disayangkan, karya seni anak bangsa seharusnya merupakan ekspresi dari kreativitas yang diciptakan dan mengandung unsur keindahan bukan yang justru melanggar norma kesusilaan, kepatutan, dan agama. Negara ini melindungi anak-anak Indonesia sejak mereka masih dalam kandungan. Hal tersebut tidak tercermin dalam karya seni ini," tutur Yohana melalui siaran pers yang diterima femina pada Senin, 27 Februari 2017.
 
“Penyalahgunaan ASI melalui karya seni yang disebarluaskan melalui pesan visual ini sangat rentan memberikan dampak negatif bagi masyarakat karena sesuatu yang tidak lazim jika digunakan akan menimbulkan protes di masyarakat. Belum lagi dampak bagi anak-anak kita yang melihat pesan visual ini melalui media sosial. Bukan hal yang mustahil anak-anak akan meniru perilaku tersebut," tambah Menteri Yohana dalam siaran persnya tersebut.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menyebarluaskan kembali karya seni ini di media sosial.
 
Menurut Anda bagaimana? Apakah Anda setuju bahwa ini merupakan ekspresi karya seni atau justru karya seni yang kebablasan? Share di kolom komentar, ya. (f)

Baca Juga:


Topic

#karyaseni