Trending Topic
Harapan Orang Tua Korban Vaksin Palsu

15 Aug 2016


Foto: 123RF

Ketika kasus vaksin palsu merebak, hingga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) mengeluarkan data 14 rumah sakit (RS) yang menerima dan mendistribusikan vaksin palsu, orang tua dicekam keresahan: apakah vaksin yang diberikan kepada anak mereka asli atau palsu?
           
Harus diakui, sejauh ini informasi yang bersifat satu arah dan minimnya pengetahuan tentang medis membuat konsumen kesehatan di Indonesia berada pada posisi yang lemah. Termasuk dalam hal pemberian vaksin, orang tua cenderung tidak teredukasi tentang vaksin yang diberikan kepada anak-anaknya. 

Herlien Ika (37) adalah salah satu ibu yang khawatir dengan keaslian vaksin yang diberikan kepada anaknya yang baru berusia lima tahun. Kecemasannya makin besar ketika akhirnya Kementerian Kesehatan mengeluarkan statement pada 14 Juni 2016 tentang 14 rumah sakit yang positif menerima dan mendistribusikan vaksin palsu.

“Kaget banget waktu tahu kalau rumah sakit yang saya percaya menjadi tempat untuk imunisasi anak saya ternyata masuk dalam daftar tersebut,” katanya, kesal. Padahal, selama ini  ia percaya rumah sakit yang ia pilih memiliki reputasi yang baik.

Kini, ia bersama ibu-ibu yang anaknya menjadi korban vaksin palsu pun berusaha mencari keadilan. Selain mencari informasi yang lengkap seputar vaksin palsu, mereka juga membentuk aliansi Korban Vaksin Palsu untuk mendapatkan solusi terbaik atas permasalahan yang mereka hadapi.

“Kami dari komite korban vaksin palsu mengharapkan tindakan signifikan dari pihak pemerintah, terutama Kemenkes, Bareskrim, dan BPOM untuk mengusut tuntas kasus vaksin palsu ini. Kasus ini adalah bencana nasional, karena yang menjadi korban adalah anak-anak generasi penerus bangsa,” katanya, tegas.
Sejak kasus ini mencuat, pihak kepolisian, Kementerian Kesehatan, dan BPOM (Balai Pengawasan Obat dan Makanan) telah bekerja sama untuk mencari temuan-temuan terbaru. Tersangka kasus ini, pasangan HT dan RA, telah ditangkap polisi dan dalam penyelidikan. Dari hasil penelusuran aparat, dipastikan vaksin palsu ditemukan di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, sedangkan beberapa daerah lainnya masih dalam taraf penyelidikan.

Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT BPOM, Drs. Arustiyono, Apt, MPH., mengungkapkan dari hasil temuan kepolisian dan uji laboratorium yang dilakukan BPOM dalam kasus ini, ada empat vaksin yang dipalsukan yaitu Tripacel (vaksin kombinasi untuk mencegah penyakit DPT/dipteri-pertusis-tetanus) , Pediacel (vaksin kombinasi untuk mencegah penyakit difteri-tetanus-polio), Euvax B (vaksin untuk mencegah penyakit Hepatitis B untuk dewasa), dan Engerix B (vaksin untuk mencegah penyakit Hepatitis B untuk anak dan dewasa).

“Semuanya merupakan vaksin impor yang harganya mahal. Kita memang sempat mengalami kondisi minimnya pasokan vaksin jenis ini karena adanya kasus global yang menyebabkan impor vaksin tersebut ke Indonesia berkurang. Para pelaku ini memanfaatkan kebutuhan yang besar dan harga yang relatif mahal dengan secara tidak bertanggung jawab memproduksi vaksin palsu,” jelas Arustiyono.

Lebih lanjut  ia menyebutkan, hasil penelitian laboratorium yang dilakukan BPOM menemukan fakta bahwa vaksin-vaksin palsu ini berisi vaksin hepatitis B yang diencerkan, NACL (sejenis cairan infus), serta vaksin difteri yang konsentrasinya rendah. Temuan ini tentu menimbulkan tanda tanya besar, apakah vaksin palsu tersebut berbahaya bagi anak-anak yang menjadi korban?

Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) dan Staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI – RSCM, Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K), M.SI., menjelaskan bahwa isi vaksin palsu tersebut tidak berbahaya.

“Tidak ada efek yang timbul dari vaksin palsu tersebut. Hanya saja, akibat pemberian vaksin yang tidak asli, anak-anak jadi tidak terlindungi dari penyakit-penyakit seperti difteri (radang tenggorokan yang bisa menyerang jantung dan menyumbat saluran napas), pertusis (batuk rejan yang bisa menyebabkan radang paru dan telinga), serta tetanus (kejang otot yang mengganggu pernapasan dan pergerakan),” jelas dr. Soedjatmiko. 

Itu sebabnya, dokter anak yang akrab disapa dr. Miko ini menganjurkan orang tua untuk tidak perlu khawatir. Yang wajib diketahui, karena vaksinnya palsu, maka kekebalan tubuh anak atas suatu penyakit tidak tercipta. “Karena itu, orang tua yang tidak yakin apakah anaknya sudah mendapatkan vaksin yang asli perlu melakukan vaksin ulang pada anak,” sarannya. (f)

Baca juga:  5 Pertanyaan yang Paling Banyak Diajukan Orang Tua tentang Vaksin Palsu dan Apa yang Harus Dilakukan Para Orang Tua

Faunda Liswijayanti


Topic

#Vaksinpalsu