
Foto: Fotosearch
Ketika ponsel pintar sudah menjadi produk massal yang dimiliki semua orang, internet dalam genggaman, aplikasi instant messaging menjadi hal yang umum. Teks menjadi bahasa baru yang kita gunakan sehari-hari, menggantikan tatap muka, dan percakapan lewat telepon. Berbagai forum-forum chat pun terbentuk. Setiap orang –di era instant messaging sekarang- adalah bagian dari sebuah komunitas online ataupun group chat messenger. Dari obrolan politik, meme terbaru, info kemacetan jalan raya, hingga gosip terkini, segala topik percakapan mengalir deras tanpa henti lewat forum chat messenger.
Jika beberapa tahun yang lalu, Blakcberry Messenger (BBM) begitu populer. Sampai-sampai, setiap kali berkenalan dengan orang baru, selain bertanya nama dan nomor telepon, orang juga menanyakan “Berapa nomor PIN BBM Anda?” Lalu, setelah itu, kita akan mendapatkan undangan untuk bergabung ke dalam grup BBM.
Sekarang, pilihannya jauh lebih banyak. Ada Whatsapp, Viber, Telegram, LINE, Wechat, dan yang lebih baru lagi ada aplikasi Slack. Masing-masing aplikasi chat messenger tersebut juga menyediakan tempat untuk group chat.
Begitu mudahnya, hingga satu orang punya lebih dari satu grup. Sebutlah, grup kantor, grup RT, grup alumni kampus, komunitas hobi, grup orang tua murid di sekolah anak, grup keluarga, dan mungkin masih banyak lagi jenis grup lainnya, tergantung jumlah komunitas yang diikuti.
Dengan banyaknya grup tersebut, tentunya tidak semua bisa diikuti dengan seksama. Anda mungkin pernah mengalami frustrasi karena berisiknya grup. Pada pagi hari bangun tidur menemukan ribuan pesan unread, bunyi tang tung tang tung notifikasi yang tak henti selama 24 jam, kiriman emoji atau sticker yang membabi buta, celotehan asal bunyi dan ngelantur, saling berbalas meme, foto ataupun video Youtube, dan banyak lagi jenis gangguan yang mungkin muncul dari grup. Giliran kita nanya serius, tidak ada yang respons. Percakapan grup sering sekali tidak terarah, namun kita tak tega untuk leave.
Mengenai hal ini, Endah Triastuti, Ketua Program Sarjana Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, mengatakan, dalam istilah komunikasi dikenal jargon ‘we can not not communicate.’ Pada dasarnya, berkomunikasi tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Kita selalu ingin berkomunikasi. Kita cenderung berkelompok dan berkumpul dengan sesama orang mereka yang punya pengalaman ataupun minat yang sama. “Makin ke sini, keinginan berkomunikasi dan mencari suasana kebersamaan itu tidak hilang, tapi berpindah ke online,” tutur Endah. (f)