Trending Topic
Di Indonesia 8,6 Juta Wanita Usia Antara 20 dan 24 Tahun Tidak Bekerja

9 Aug 2018


Foto: Dok. MAMPU

“Segala kemajuan di bidang ekonomi dan sosial di Indonesia dalam 20 tahun terakhir tidak membawa perubahan signifikan terhadap angka partisipasi wanita dalam bursa kerja. Angkanya masih rendah dan belum berubah,” ungkap Dr. Diana Contreras Suarez, peneliti dari Melbourne Institute: Applied Economic & Social Research dari Universitas Melbourne, Australia.

Dr. Diana menjadi salah satu pembicara dalam “Dialog Regional Menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang Responsif Gender, Inklusif, dan Transformatif” yang berlangsung dua hari dari 8 – 9 Agustus 2018, di Jakarta. Sekitar 150 peserta dari perwakilan organisasi masyarakat sipil, pemerintah, akademisi, serta pembicara dari beberapa negara Asia Tenggara menghadiri dialog yang diselenggarakan oleh Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (Program MAMPU).

Hasil studi yang dirangkum Dr. Diana dalam presentasi berjudul Potensi Ekonomi Perempuan di Indonesia, mengungkap bahwa sebanyak 8,6 juta wanita berusia antara 20 dan 24 tahun tidak bekerja. Di antara negara-negara di Asia Pasifik, angka partisipasi wanita Indonesia di dunia kerja berada di urutan ke-7, setelah Kamboja, India, Laos, Vietnam, Papua Nugini, dan Filipina.

Ketimpangan gender dalam partisipasi angkatan kerja wanita semakin meluas saat wanita membesarkan anak. Budaya patriarkat yang masih sangat kental masih memosisikan wanita sebagai care taker dalam keluarga. Wanita bekerja harus juga mengambil peran penuh dalam pengelolaan rumah tangga dan pengasuhan anak.
 

Porsi wanita bekerja di lapangan kerja formal berkurang seiring dengan pernikahan dan bertambahnya anak. Lebih dari 40% wanita tidak lagi bekerja satu tahun setelah melahirkan anak pertama -- Dr. Diana Contreras Suarez


“Mereka ini bahkan rata-rata baru bisa kembali ke dunia kerja di atas usia 45 tahun. Dengan kondisi ini, kebanyakan hanya bisa masuk ke lapangan kerja informal dengan penghasilan yang cenderung lebih rendah dari lapangan kerja formal,” ungkap Dr. Diana.

Menurut Dr. Diana, kondisi di atas membuat wanita terdampak dua kali lebih hebat. Sebab, para wanita pekerja sektor informal ini juga menjadi korban dari ketimpangan upah berbasis gender.

Hasil studi terkini yang dilakukan oleh Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE) dan UN Women mengungkap bahwa baru 4% saja dari 37 perusahaan di Indonesia yang secara aktif mengusahakan kesetaraan pendapatan antara karyawan wanita dan laki-laki.
 
Fakta-fakta di atas sekaligus membuktikan betapa tidak meratanya kesempatan, akses, dan fasilitas yang diberikan kepada pekerja. “Pengusaha tidak boleh memandang natur wanita sebagai seorang ibu sebagai ongkos produksi,” tegas Dr. Diana.

Sebaliknya, dengan menciptakan ruang kerja yang kondusif, apakah itu melalui kehadiran daycare, ruang laktasi, work from home, atau pengaturan jam kerja fleksibel, ia yakin wanita dapat memberikan kontribusi terbaiknya. Seperti yang terbukti dari laporan UN Women di tahun 2011 yang mengungkap bahwa wanita – baik sebagai konsumen atau pelaku usaha – menyumbang US$20 triliun terhadap perekonomian global! (f)

Baca juga:
Ini Hambatan Wanita dalam Melejitkan Karier
Akses Kesempatan Wanita di Dunia Kerja Indonesia Masih Payah
Wanita, Mata Kunci yang Kerap Terlupakan dalam Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan