
Foto: Shutterstock
Kondisi yang membuat geram banyak pihak. Space UNJ, misalnya, menyikapi laporan kasus kekerasan yang dilakukan lima dosen UNJ (Universitas Negeri Jakarta) dengan membuat petisi online untuk memecat semua dosen pelaku kekerasan seksual. Hingga Kamis (16/12/2021) petisi tersebut telah ditanda tangani oleh 12.403 orang.
Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada 1 Januari hingga 9 Desember 2021, ada 7.693 kasus kekerasan terhadap perempuan yang 73,7 persennya merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Sedangkan, terdapat 10.832 kasus kekerasan terhadap anak yang didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yaitu sebanyak 59,7 persen.
Kekerasan pada wanita menjadi masalah darurat di Indonesia. Ibarat gunung es, angka kasus kekerasan pada wanita yang dilaporkan jumlahnya lebih sedikit daripada yang terjadi di tengah masyarakat. Banyak alasan mengapa korban kekerasan seksual memilih diam dan tidak melaporkannya.
Psikolog Sosial Hening Widyastuti, seperti dikutip dari kompas.com, mengatakan bahwa korban kekerasan seksual memerlukan penanganan yang khusus, karena jelas sekali peristiwa yang dialaminya akan menimbulkan trauma.
Oleh karena itu, Hening menegaskan, ada beberapa tindakan yang harus dilakukan oleh orang terdekat untuk membantu korban mencegah dan mengobati traumatik yang dialaminya. "Satu hal terpenting, dukungan keluarga adalah kekuatan psikologis luar biasa untuk korban perundungan untuk bangkit kembali memulai hidup baru dengan pribadi yang baru, lebih berani untuk menolak bentuk apapun berkaitan dengan perundungan," kata Hening.
Sementara itu, Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani pada CNN Indonesia mengatakan, hal utama yang dibutuhkan seorang korban adalah untuk didengar. Karena korban perlu mencurahkan peristiwa yang menyiksa mental serta fisiknya tanpa takut dihakimi. Sayangnya, saat ini masih banyak orang yang justru memberi penghakiman pada korban kekerasan seksual.
Mengutip dari Antara, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Istania DF Iskandar mengatakan support system menjadi sangat penting. "Kalau penyintas hidup di lingkungan yang tidak mendukung atau lingkungan yang menyalahkan korban, tentu proses pemulihannya menjadi lebih panjang,” kata Livia.
Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendukung korban kekerasan seksual yang berani speak up :
1/ Beri informasi
Saat seseorang merasa kalut apalagi dihadapkan pada peristiwa kekerasan seksual yang dialami, biasanya akan mengalami kesulitan mencerna dan berpikir panjang. Tugas orang terdekat yang hendak membantunya adalah memberi atau mencari tahu informasi terkait penanganan yang tepat ketika seseorang mengalami kekerasan seksual."Kemudian segera pikirkan solusi atau jalan keluar satu persatu, langkah apa yang harus dilakukan, kemudian eksekusi tahap demi tahap," kata Hening seperti dikutip dari kompas.com.
2/ Beri pertimbangan tapi tidak memutuskan
Beri beberapa pertimbangan terkait kejadian yang baru dialami korban. Anda hanya dapat memberi pertimbangan bukan sebagai pihak pengambil keputusan. Hal ini berguna agar korban bisa mempertimbangkan opsi dan keputusan sesuai yang dia inginkan.Menurut Livia, ketika seorang korban atau penyintas kekerasan seksual memiliki keberanian untuk speak up atas kasus yang dialaminya, pendengar tidak boleh menilai dan menghakimi sebab respons psikologis setiap orang memiliki tingkat kerumitan yang berbeda-beda.
3/ Rumah yang aman
Korban kekerasan seksual membutuhkan perlindungan. Rumah yang aman bisa menjadi opsi sementara agar korban tak perlu cemas pelaku akan mendatanginya kembali. Kemanan rumah juga sangat penting bagi korban kekerasan seksual ketika pelaku yang berasal dari internal atau kerabat terdekat.4/ Cari bantuan hukum
Tidak sedikit korban kekerasan seksual yang melaporkan peristiwa yang dialaminya justru malah membuat korban kehabisan energi atau merasa trauma berulang kali saat melakukan pemeriksaan di aparat kepolisian. Oleh karena itu, bantuan hukum sangat dibutuhkan selama selama penyidikan agar hak-hak korban tetap terlindungi. Misalnya ketika korban datang ke polisi dan ditanya berulang-ulang yang membuat jawabannya berubah karena trauma dan lain sebagainya.5/ Bantuan profesional
Segera untuk mengajak korban yang mengalami trauma untuk menemui bantuan profesional. (f)Baca Juga:
Kontroversi Permendikbud Ristek 30/2021, Tuai Pro dan Kontra
Trending Kasus NWR, Bukti Kekerasan Pada Perempuan di Indonesia Masih Rentan
Banyak Orang Tak Ingin Membantu Korban Pelecehan Seksual Karena Merasa Takut
Topic
#kekerasanseksual