Trending Topic
Berbisnis Kuliner Tanpa Melukai Bumi

25 Nov 2019

Foto: Shutterstock

Sampah adalah salah satu isu besar yang terjadi di Indonesia dan dunia. Industri kuliner ikut memberi kontribusi. Data menunjukan adanya 56 juta pelaku UKM (Usaha Kecil Menengah), 60% darinya adalah wanita, dan 41% darinya adalah pengusaha kuliner. Bisa terbayang sampah-sampah yang di hasilkan dari produksi usaha-usaha tersebut. Dari kantung plastik, styrofoam, sedotan plastik, dan kemasan-kemasan yang kebanyakan mengandung bahan plastik.

Untuk mengembangkan sebuah usaha kuliner yang ramah lingkungan, banyak hal yang harus diperhatikan. Bagaimana agar produk kuliner tak ramah lingkungan tapi juga memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi? Hal ini menjadi bahasan dalam Indonesian Women’s Forum 2019, yang bertajuk Food Business 101 Kearifan Lokal. Acara ini menghadirkan Amanda Katili, environmentalist dari Omar Niode Foundation dan Tantrie Soetjipto, Co-Founder Womenpreneur Community & Javara. 

Dengan gaya yang menarik Tantrie menjelaskan, untuk mencapai tujuan itu, perlu dimulai dari  awal, yaitu sejak sebelum memutuskan untuk menjalankan binsis.


Amanda Katili, Environmentalist dari Omar Niode Foundation menyoroti limbah
dari industri kuliner/ Foto: Belinda

Tantrie mengatakan, Javara tidak memiliki pabrik, sengaja membina masyarakat di berbagai daerah, wanita di industri rumahan agar menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, inovatif, dan memiliki peluang besar untuk meraih pasar yang unik. 

Kekayaan rempah-rempah Indonesia yang sudah diincar negara lain sejak era penjajahan menginspirasi Javara untuk menggali kekayaan lokal. Dengan memberi pembinaan yang tepat, produk yang dihasilkan akan memiliki nilai ekonomi yang pada akhirnya mendukung ekonomi para petani lokal.

Ia memberi contoh produk sambal kemangi, pasta gluten & egg free, dan bagelen bekatul sebagai inovasi hasil binaan yang diproduksi produsen lokal dan dijual oleh Javara. Menggunakan rempah-rempah dari Indonesia sebagai bahan utama bukan satu-satunya kelebihan dari produk yang diperhatikan, tetapi khasiat, nutrisi, dan kemasan yang berkelas juga merupakan nilai plus. Semua diberi narasi, sehingga pembeli mengerti dan mau membayar lebih untuk produk yang dibeli. 

Pembinaan juga dapat membantu konservasi alam. Misalnya dengan membina petani kopi agar tidak menebang pohon di hutan, melainkan memanfaatkan rimbunnya hutan untuk menghasilkan kopi yang berkualitas. 

Tak terbatas pada industri makanan, industri travel yang disebut-sebut menyumbang karbon pun menurut Amanda bisa berkontribusi untuk lingkungan. "Ada cara-cara yang bisa mengurangi dampak tersebut, seperti menggunakan bahan bakar carbon offset.  Misalnya kita beli tiket seharga 1,000 dollar, biaya carbon offset-nya itu mungkin 15 dollar, tidak banyak, tapi nanti semua biaya itu digunakan untuk proyek-proyek lingkungan, seperti menanam pohon, memelihara sungai, dan lain sebagainya,” ujar Amanda.

Sudah saatnya kita semua berkontribusi untuk bumi, satu-satunya planet yang kita huni ini. Baik itu dengan meminimalisir sampah dan kerusakan lingkungan atau melakukan proyek konservasi.   (f)
 
Belinda Furati Millenia (Kontributor)

Editor: Nuri Fajriati

Baca Juga:


Meningkatkan Nilai Bisnis bagi Wanita Wirausaha
Memaknai Bisnis, Tak Sekadar Mencari Keuntungan
Wanita Sebagai Penggerak Lingkungan

 


Topic

#IndonesianWomensForum2019, #iwf2019, #iwf, #IWF19, #wirausaha