
Foto ilustrasi banjir: pixabay.com
Banjir bandang melanda tujuh kecamatan di Garut pada Rabu (21/9), pukul 01.00, dinihari tadi. Hujan lebat dari Selasa malam membuat Sungai Cimanuk dan Sungai Cimanuri meluap dengan sangat cepat dan mendorong terjadinya banjir bandang hingga ketinggian 1,5-2 meter.
Hingga saat ini, dikabarkan korban jiwa sudah mencapai 18 orang, 15 orang hilang dan masih dalam pencarian tim SAR gabungan, 12 orang luka berat, 47 orang luka ringan dan ratusan pengungsi. Banjir bandang dan longsor itu menyapu puluhan rumah warga hingga rata dengan tanah. Sejak 1980, Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk sudah dinyatakan sebagai DAS kritis. Tidak heran, setiap terjadi hujan sering terjadi banjir dan longsor.
Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan terjadi longsor di Desa Cimareme, Sumedang pada Selasa (20/9) pukul 22.00 WIB. Menurut Humas BNPB, longsor menimbun dua unit rumah, dua orang ditemukan tewas dan diduga dua orang masih tertimbun longsor.
Baca juga:
Tip Mendampingi Anak Menonton Berita Bencana
5 Langkah yang Harus Dilakukan Saat Rumah Terserang Banjir
Dalam pernyataan resminya, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan banjir bandang yang melanda Garut dan sebagian wilayah Jawa Barat telah diprediksi sebelumnya. Tingginya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia dalam beberapa pekan ini patut diwaspadai warga, terutama mereka yang tinggal di wilayah rawan banjir dan longsor. Jawa Barat sendiri merupakan provinsi dengan kejadian tanah longsor terbanyak, yaitu 132 peristiwa.
Selain itu, sistem peringatan dini longsor juga telah dipasang di daerah Jawa yang memiliki risiko tinggi longsor, seperti Garut Banjarnegara, Magelang, Kulon Progo, Banyumas, Cianjur, Bandung Barat, Trenggalek, Sukabumi, Bogor, Sumedang, dan Wonosobo. Alat itu juga dipasang di daerah lain di luar Jawa seperti di Kabupaten Nabire, Aceh Besar, Buru, Lombok, Bantaeng, Sikka, Kerinci, Agam, Manado dan lainnya. Meski demikian, pembangunan sistem peringatan dini bencana masih mengalami tantangan, terutama untuk menanamkannya menjadi bagian dari perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat.
Untuk mempersiapkan diri, ketahui langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencegah longsor sesuai panduan bencana longsor dari BNPB berikut ini.
Sebelum terjadi:
1/ Kenali daerah hunian kita, apakah ada ciri-ciri daerah rawan longsor? Ini harus dilakukan terutama Anda yang tinggal di daerah lereng.
2/ Perbaiki tata air dan tata guna lahan daerah lereng. Tanami daerah lereng dengan tanaman yang sisten pengakarannya dalam atau pohon berdaun lebar.
3/ Tutup retakan yang timbul di atas tebing dengan material kedap air (lempung) untuk mencegah air hujan masuk ke dalam tanah.
4/ Selalu waspada saat musim hujan yang tinggi dalam waktu beberapa jam atau hujan tidak deras dalam waktu beberapa hari hingga beberapa minggu.
5/ Waspada terhadap mata air dan rembesan dan kejadian longsor skala kecil di sepanjang lereng.
6/ Tutup retakan tanah dengan lempung atau material kedap air lainnya. Hindari air meresap ke dalam lereng dana tur drainase lereng, pelihara secara berkala.
7/ Buatlah parit pengatur air hujan menjauhi lereng, tancapkan bambu–bambu yang dilubangi kedua ujungnya ke dalam lereng.
8/ Apabila rembesan atau aliran air bercampur lumpur muncul semakin deras pada lereng segera tinggalkan lereng.
Hindari:
1/ Mendirikan bangunan di atas lereng rawan longsor.
2/ Mencetak kolam atau sawah irigasi di atas pada lereng rawan longsor.
3/ Melakukan penggalian di sekitar kaki lereng yang rawan longsor.
4/ Menebang pohon sembarangan pada dan sekitar lereng rawan longsor.
4/ Tinggal di bawah lereng rawan longsor.
Laporan BNPB mencatat, selama 2016 telah terjadi 1.569 bencana di Indonesia dan didominasi oleh banjir dan longsor. Bencana itu telah memakan korban jiwa 265 orang, 310 orang luka-luka, 2 juta jiwa menderita dan mengungsi, serta merusak puluhan ribu rumah warga. (f)
Topic
#Banjir