Food Trend
Yuk, kenalan dengan Umbi Indonesia!

4 May 2014


Tanah Nusantara yang subur tak cuma ditumbuhi padi-padian, tapi juga sagu, pohon sukun alias  breadfruit, dan umbi-umbian. Tapi, dari masa ke masa, pemerintah negeri ini lebih memilih mengimpor beras (karena sawah kita tak cukup menghasilkan padi) untuk mencukupi bahan pokok pangan dalam negeri. Di sisi lain, membiarkan limpahan umbi-umbian terbengkalai di pinggir kebun dan hutan. Padahal, banyak negara lain justru mengincar ragam bibit umbi alam Indonesia untuk bisa dikembangkan di negara tersebut. Ironis...!


1. GADUNG

Barangkali tak pernah kita sadari bahwa pemanfaatan umbi gadung (Discorea hispida) sebagai bagian dari kuliner Nusantara sudah sejak lama mencengangkan   dunia. Bahkan ada yang menyebut, ini merupakan  salah satu sumbangsih kearifan tradisional Indonesia dalam dunia kuliner internasional.
Betapa tidak! Dunia tahu, umbi gadung mengandung racun mematikan, yang bahkan babi hutan atau hewan herbivora liar lain pun enggan menyantapnya. Sejak zaman baheula, masyarakat tradisional memanfaatkan umbi gadung sebagai racun ikan dan mata panah. Juga digunakan sebagai obat luar bagi luka penyakit sifilis. Sepotong umbi sebesar apel mampu membunuh pria dewasa dalam tempo enam jam. Racun gadung membakar tenggorokan,menimbulkan rasa tercekik, kantuk, kelelahan,  diikuti rasa pusing dan mual, bahkan muntah darah.
Lantas, bagaimana bisa wanita desa di Indonesia tempo doeloe, yang belum kenal pendidikan modern kedokteran ala Barat, menyiasati racun mematikan itu dan menjadikannya makanan? Umbi gadung yang direbus pun dijadikan sebagai pengganti nasi beras, dan keripik gadung diekspor ke luar negeri.  Sebuah kearifan tradisional Indonesia  yang layak diajukan ke UNESCO untuk menjadi warisan budaya dunia.
Umbinya kaya karbohidrat dan (kearifan tradisional membuktikan) bermanfaat bagi kesehatan. Karenanya, sering diperjualbelikan sebagai bahan  pangan maupun obat-obatan herba untuk diekspor. Harganya pun cukup mahal, menjanjikan sumber penghasilan bagi masyarakat.  Tapi, gadung belum terlalu dilirik orang, belum umum ditanam di kebun. Barangkali karena gadung liar masih banyak tumbuh di hutan ataupun pinggiran kampung. Karena itu, gadung selalu dicari di alam.

2. GANYONG
Kembang kana (Canna sp.) populer di Indonesia  sebagai kembang tasbih karena biji buah kana sejak dulu biasa dironce jadi semacam kalung sebagai tasbih. Bahkan, ada beberapa yang umbi rimpangnya diolah menjadi tepung, bahan pangan olahan berkarbohidrat tinggi. Salah satunya adalah ganyong (Canna edulis Kerr.).
Berasal dari Amerika Selatan, ganyong menyebar dari Sabang sampai Merauke. Termasuk tanaman dua musim, di mana dari tahun ke tahun berikut  mengalami masa istirahat. Daun-daunnya mengering, lalu tanamannya hilang dari tanah. Pada musim hujan, tunas akan keluar dari mata-mata umbi rhizoma-nya.
Ada dua macam ganyong, merah dan putih. Ganyong merah berbatang lebih besar. Agak tahan kena sinar dan tahan kekeringan, tapi sulit menghasilkan biji
buah. Hasil umbi basah lebih besar, tapi kadar patinya rendah. Umbi lazim dimakan   dengan cara merebusnya.
Ganyong putih lebih kecil dan pendek. Kurang tahan kena sinar, tapi tahan kekeringan. Selalu menghasilkan biji yang bisa disemai jadi anakan tanaman. Hasil umbi basah lebih kecil, tapi kadar patinya tinggi. Hanya lazim diambil patinya.
Ganyong juga cukup berpotensi sebagai  sumber hidrat arang. Tak salah bila umbi ini sering dimanfaatkan sebagai obat panas dalam atau radang.


3. KENTANG IRENG

Jangan ngomong soal ubi jalar yang populer di dunia sebagai sweet potato. Indonesia gudangnya! Ragam jenis ubi jalar tumbuh melimpah di segenap pelosok Indonesia. Dari ubi cilembu yang kini banyak diekspor ke Jepang, hingga ubi hias yang  sengaja ditanam karena daun-daunnya yang hijau-kuning. Indonesia juga satu-satunya negeri di mana ada satu tradisi unik bernama ‘bakar ubi’ di Papua.
    Kawasan pegunungan Indonesia terbukti merupakan lahan subur bertani kentang. Seperti singkong, bibit kentang asal negeri dingin yang masuk Indonesia pada dua atau tiga abad lalu, seperti menemukan ‘rumah baru’ di kesuburan tanah Indonesia. Jangan lupa, Indonesia juga memiliki jenis kentang endemik, yang di Jawa populer disebut: kembili (Solenostemon rotundifolius). Kembili dengan huruf ‘k’ di depan kata, untuk membedakannya dengan gembili (Dioscorea esculanta L.).
Kentang lokal Indonesia ini berukuran lebih kecil dari kentang, berbentuk lonjong atau bulat. Karenanya, kerap disebut  kentang kleci, sebutan Jawa untuk jenis mainan anak-anak bernama kelereng atau gundu. Kembili atau kentang kleci berkulit  hitam (ireng kata orang Jawa). Bahkan, ada yang isinya juga berwarna hitam, yang karenanya lantas disebut kentang ireng.
Kentang kleci sejak lama jadi tanaman budi daya. Tapi, perannya sebagai sumber karbohidrat sementara tergusur oleh popularitas kentang-kentang luar yang di zaman kolonialisme Belanda mulai dibudidayakan di Indonesia. Namun begitu, belakangan diketahui bahwa  selain sebagai sumber karbohidrat, kentang ireng  mengandung antioksidan dan antiproliferasi (antiperbanyakan sel kanker) golongan triterpenic acid. Kentang asli Indonesia ini banyak dicari pasar internasional. Sebuah tantangan untuk menanam dan mengembangkannya di lahan-lahan pertanian kita!

4. BELITUNG
Laris manis tanjung kimpul...! Dagangannya habis, duitnya ngumpul...!
Ungkapan ini sangat populer. Kerap diucapkan pedagang di pasar, saat ada orang pertama yang membeli produk dagangannya. Kimpul yang dimaksud adalah sejenis umbi talas, yang juga populer sebagai belitung (Xanthosoma sagittifolium). Lho, kok, seperti pulau pencetus kisah Laskar Pelangi?
Kimpul atau belitung dikenal orang Inggris sebagai  blue taro. Termasuk famili Areacea dan merupakan tumbuhan menahun yang mempunyai umbi batang maupun batang palsu yang sebenarnya adalah tangkai daun. Umbinya digunakan sebagai bahan makanan dengan cara direbus ataupun digoreng.
Ada beberapa jenis kimpul yang dibudidayakan orang, seperti kimpul hitam, kimpul hijau, kimpul belang, kimpul haji, atau kimpul putih. Di beberapa daerah Indonesia, kimpul  merupakan makanan pokok pengganti nasi, seperti di Mentawai Sumatra Barat dan Sorong di Papua Barat. Beberapa negara juga menjadikannya makanan pokok, seperti di Melanesia, Fiji, Samoa, Hawaii, Kolumbia, Brasil, dan Filipina.
Di Hawaii, talas disajikan sebagai makanan pokok yang disebut poi, yaitu talas yang dibuat getuk dan dicampur air lalu difermentasikan sebelum dimakan. Sedangkan di Brasil, talas dibuat jadi roti.  Daun dan batang belitung juga dapat dijadikan sayuran, seperti buntil, sementara akar rimpang maupun getah pada pelepahnya dapat   dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Di Kota Garut, kimpul atau belitung diolah menjadi tepung untuk diekspor, juga dijadikan keripik dan dodol.

5. GARUT
Ada banyak tempat, daerah, kota, ataupun pulau di Indonesia yang diberi nama berdasarkan nama tumbuhan. Salah satunya adalah Kota Garut, Jawa Barat, yang dalam sejarahnya  diambil dari nama tumbuhan garut  (Marantha arrundinacea).
Dapat tumbuh di berbagai jenis tanah dan ketinggian, serta di bawah naungan pohon, rumpun herba tahunan ini juga dikenal sebagai pohon irut, ararut, arairut, lerut (Pekalongan), angkrik (Betawi), patat (Sunda), sagu (Ciamis dan Tasikmalaya), tarigu (Banten), sagu Belanda (Padang, Ambon dan Aceh), atau larut, pirut, kirut (Jawa Timur). Umbinya dapat dimakan saat umur tanaman 3-4 bulan.
Tepung pati garut dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu sebagai bahan baku pembuatan kue, mi, roti, bubur bayi, atau makanan diet pengganti nasi. Selain itu, digunakan juga di industri kimia, kosmetik, pupuk, gula cair, dan obat-obatan. Tepung garut dalam kemasan plastik  kini dijual di toko,  tak cuma di Garut, tapi juga beberapa kota besar lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur.(f)