
Pencinta arkeologi dan sejarah agama akan menganggap kota ini bagai surga. Terletak di Provinsi Izmir di bagian barat Turki, Selcuk telah menjadi persinggungan budaya Barat dan Timur selama ribuan tahun. Kini, sebagai destinasi wisata, kota kecil yang bisa dieksplorasi dengan berjalan kaki ini juga tidak kekurangan apa pun. Museumnya lengkap, makanannya lezat, orangnya ramah, dan cuacanya cenderung bersahabat.
Melihat begitu banyaknya reruntuhan kuno yang tersebar di pusat dan pinggir kota, saya, Primarita S. Smita, merasa waktu 3 hari tidak cukup untuk mengungkap keindahannya.

Sejarah Kristen Awal
Selcuk sering dianggap hanya sebagai kota singgah untuk mereka yang ingin mampir ke kota tua Efesus. Padahal, meski terletak di negara yang kini beragama dominan Islam, Selcuk dan sekitarnya justru memegang peranan penting dalam sejarah Kristen awal.
Berbagai simbol rahasia konon tersebar di seluruh penjuru areanya, disembunyikan dari bangsa Romawi yang waktu itu menganggap agama ini haram. Menurut legenda, Efesus awalnya dibangun oleh para wanita Amazon pada zaman Perunggu (3.000-1.200 SM). Selama berabad-abad kemudian, Efesus terus berganti-ganti penguasa (antara lain bangsa Persia, Yunani, dan Romawi) dan sempat hancur karena bencana alam.
Efesus sering dikunjungi oleh umat Kristiani awal, yang mulai berjemaat dan membentuk gereja di sana sekitar tahun 50-an Masehi. Sayangnya, menurut sejarawan, kebudayaan dan peradaban Efesus justru merosot ketika agama Kristen mulai mendominasi.
Salah satu pendatang Efesus yang paling terkenal adalah Paulus, salah satu rasul Yesus yang konon sering berkhotbah di depan orang banyak selama 3 tahun tinggal di sana. Dalam Injil, Kitab Efesus adalah surat yang ditulis oleh Paulus kepada komunitas Kristen di Efesus. Kota ini juga terkenal berkat Gua Tujuh Orang Tidur, di mana tujuh orang kudus konon ‘tidur’ selama dua ratus tahun di sebuah gua, lalu bangkit setelah agama Kristen berkuasa.
Efesus juga dipercaya sebagai lokasi penulisan Kitab Yohanes. Setelah kematian Yesus, Yohanes ‘mengangkat’ Maria, ibunda Yesus, sebagai ibunya, lalu keduanya pergi ke Efesus. Maria menghabiskan masa tua di sana, sementara Yohanes mengembara ke kota-kota lainnya. Rumah yang ditinggali Maria sampai sekarang masih bisa dikunjungi turis, karena lokasinya yang hanya 15 menit berkendara dari pusat Kota Selcuk.

Saya dan dua teman seperjalanan tiba di Selcuk sekitar tengah hari. Hotel Bella tempat saya menginap menawarkan antar-jemput gratis ke Efesus, 10 menit berkendara dari sana. Setelah makan siang, kami bergegas pergi, mumpung cuaca cerah. Maklum, perjalanan beberapa hari sebelumnya sempat dirundung hujan akibat Medicane Zorba, atau badai Mediterania, yang waktu itu melanda Yunani dan terbawa hingga ke bagian barat Turki dalam bentuk hujan.
Setibanya di sana, segala bacaan dan panduan yang saya lahap sebelum berangkat liburan pun terwujud di depan mata. Sulit dipercaya, tempat ini sudah diekskavasi selama satu setengah abad dan baru 80% selesai. Terbayang kejayaannya sebagai salah satu kota terkaya di Mediterania pada masanya. Saya juga heran sekaligus kagum dengan sebagian jalan setapaknya yang terbuat dari batu marmer licin, sepintas mewah, tapi kurang efisien. Saya pun merinding membayangkan kaki-kaki yang pernah menapaki jalan itu, ribuan tahun lalu.
Kami berjalan beberapa ratus meter lagi ke dalam area Efesus, melewati bongkahan bermacam gerbang dan pilar, aneka batu dan puing bertulisan Romawi, serta reruntuhan Kuil Hadrian dengan ukiran mendetail. Saya terperangah ketika menemukan Perpustakaan Celsus di depan mata. Yang tersisa memang hanya tinggal kolom-kolom fasadnya. Patungpatung di depannya pun sudah berupa replika.
Sejak dibangun tahun 262 Masehi, entah berapa bencana, kebakaran, renovasi, dan preservasi yang sudah dilaluinya. Tapi, saksi bisu sejarah ribuan tahun ini masih berdiri tegak menakjubkan.
Topic
#travel, #turki, #selcuk