
Foto: Fotosearch
Di kalangan rekan kerjanya, Rendi dikenal sebagai sosok yang percaya diri. Namun, image ini luntur begitu teman-temannya melihat Rendi bersama Rayni, pacarnya. Maklum, segala keputusan diambil oleh Rayni. Rendi hanya menurut, tuh, saat diminta Rayni untuk menemaninya shopping ketika Rendi seharusnya menjemput ibunya di bandara.
Nggak sedikit pria yang seperti Rendi, yang memperoleh predikat ‘pria lemah’ ketika berhadapan dengan pacar. Hasilnya, dia menjadi bahan pembicaraan teman-temannya….
Role model
Sebenarnya yang bisa bersikap lemah terhadap pacar bukan hanya pria, tapi juga wanita. Hanya saja, pria menjadi sorotan karena masyarakat mengasosiasikan mereka sebagai sosok pemimpin dan kuat. Jadi ketika ada pria yang pasrahan alias mudah disetir oleh pasangannya, mereka pun dicap sebagai pria lemah.
Menurut psikolog Nessi Purnomo, ini bisa terjadi karena beberapa hal, salah satunya faktor keluarga. Maksudnya, nih, ada kemungkinan si pria mengikuti kebiasaan sang ayah yang selalu menuruti ucapan istrinya. Nggak heran, deh, jika pada akhirnya dia menganggap wajar bagi seorang pria untuk didominasi pacarnya.
“Sehari-harinya sang anak melihat ibunya mengambil keputusan, sedangkan si ayah hanya bersikap pasrah. Tanpa disadari, sang ayah menjadi role model si anak sehingga kebiasaan ini dia adaptasi hingga beranjak dewasa.”
Alasan lain yang membuat seorang pria bersikap lemah adalah karena dirinya kurang asertif. Dengan kata lain, dia bukan orang yang berani menyatakan pendapatnya dan lebih memilih untuk menuruti perintah orang terdekatnya—dalam kasus ini sang pacar.
“Dia nggak mau menimbulkan keributan akibat menentang ucapan pacar. Daripada ada konflik, dia memilih untuk menurut meski sebenarnya dalam hati agak dongkol” tambah Nessi.
Prioritas utama
Nggak jarang pria lemah lebih memilih untuk menghabiskan waktu bersama pacarnya dibanding keluarga. Misalnya, dia nggak bisa menolak permintaan pacar untuk menemaninya berbelanja padahal sebelumnya sudah berjanji mau mengantarkan ibunya arisan.
“Ini terkait prioritas—di mana si pria menganggap pacarnya sebagai prioritas utama. Soalnya, nih, dia merasa kalau sang ibu selalu memaafkannya jika berbuat salah. Beda dengan pacarnya, yang bisa minta putus jika dia nggak memenuhi permintaannya,” jelas Nessi.
Menjadikan pacar sebagai prioritas utama biasanya terjadi saat hubungan masih fresh alias baru jadian. Di momen ini, segala sesuatunya masih terasa indah sehingga menuruti sikap pasangan adalah suatu hal wajar. Lain kasusnya jika si pria masih bersikap lemah setelah bertahun-tahun jadian.
“Setelah lama pacaran sikap asli pasangan akan keluar. Jika saling bisa menerima kekurangan masing-masing, sih, bagus. Tapi jika tidak, salah satunya akan berusaha untuk mengerem kelakuannya agar pasangan tetap senang. Jika seperti ini, akan sulit bagi hubungan untuk bertahan lama,” ujar Nessi..
Berisiko memberontak
Perasaan bersalah juga bisa menjadi alasan seorang pria bersikap ‘penurut’. Misalnya, dia pernah selingkuh sehingga si pacar jadi posesif dan mendominasi. Akibatnya, seluruh ucapan pacar pun dia turuti sebagai penebusan dosa.
“Apa yang terjadi di masa pacaran merupakan preview dari kehidupan pernikahan. Jika semasa pacaran si pria selalu tunduk pada pasangan, kemungkinan besar ini juga terjadi setelah menikah,” jelas Nessi.
Meski begitu, sikap lemah ini nggak akan bertahan selamanya. Di satu masa, si pria akan memberontak. Jika awalnya dia pasrah selalu mendengarkan ucapan pacarnya, nantinya dia akan menjawab dan berani mengatakan ‘tidak’.
“Selama ini di dalam hatinya sudah menumpuk perasaan tidak nyaman. Akhirnya, meledak juga. Bagaimana pun dia ingin didengarkan dan dihargai oleh orang terdekatnya,” tambah Nessi.
‘Terapi’ ngobrol
Bagaimana jika terman kita yang mengalaminya? Hindari menuduhnya sebagai pria lemah. Lebih baik, nih, ajak bercanda mengenai sikapnya. Misalnya, ‘wah, lo sangat sayang ya ke pacar sampai selalu menuruti keinginannya.’ Kita bisa melihat reaksinya, nih, apakah dia tampak nyaman atau nggak.
Jika dia merasa nggak nyaman, suatu hari ajaklah dia mengobrol secara pribadi. Ungkapkan pendapat kita tentang sikap dia tanpa berkesan menggurui. Awali dengan. ‘kayaknya kalau gue lihat, lo selalu menuruti wanita lo, ya.’ Setelah itu baru deh kita bertanya apakah dia nyaman melakukan itu.
Jangan memaksanya kalau dia menjawab dirinya merasa nyaman. Bagaimana pun, itu pilihan dia. Sebaliknya, beri dukungan padanya jika dia mengakui dirinya nggak nyaman karena harus selalu menuruti sang pacar. Plus, beri solusi.
“Intinya, sih, gali apa yang melatarbelakangi sikapnya ini. Kita baru bisa memberi masukan jika dia bersikap terbuka. Selanjutnya, kita bisa memintanya untuk perlahan-lahan bicara dengan sang pacar. Namun, ingatkan juga risiko yang mungkin dia hadapi—salah satunya putus. Jika si wanita mau menerimanya, artinya dia memang worthed untuk dipertahankan,” jelas Nessi. (f)
Topic
#karakterpria