
Foto: Dok. Meilinda Sutanto
Pasangan yang saling mencintai adalah fondasi yang kuat dalam berkeluarga. Sayangnya tidak semua pernikahan berjalan mudah dan tidak sedikit yang berakhir dengan perceraian.
Dalam buku kedua berjudul I Do, Meilinda Sutanto, penulis best-seller yang juga terapis konstelasi keluarga, mengajak pembaca merenungkan kembali fondasi pernikahan sesuai persepsi kita.
Karena itu, buku ini bukan hanya bagi yang sudah menikah, "Tapi untuk para lajang yang sedang dalam tahap mencari calon pasangan, pasangan yang akan menikah, baru menikah, bosan menikah sampai pasca-menikah. Juga calon pasangan hidup, mertua, menantu, ipar juga adik kakak yang ingin tahu bagaimana menata hubungan berkeluarga," ujar Meilinda saat peluncuran I Do beberapa waktu lalu.
Ekspektasi vs realitas
Fenomena kegagalan rumah tangga dalam ilmu family constellation dipahami sebagai akibat tidak pulihnya pola rantai toksik yang diwariskan orang tua atau leluhur."Mengenali pasangan, keluarga, dan histori diri sendiri sepatutnya menjadi kewajiban sebelum memasuki hubungan jangka panjang," pesan Meilinda. Masing-masing juga perlu memahami apa itu ekspektasi dan kenyataan dalam pernikahan.
"Sebagian orang memiliki ekspektasi pernikahan berupa kehidupan baru di mana dunia menjadi milik berdua, I do dan happily ever after, hingga menganggap pernikahan sebagai solusi semua masalah serta ketidakbahagiaan," ujar Meilinda.
Faktanya, pernikahan adalah soal kesediaan menerima pasangan berikut dengan keluarga, leluhur, orang tua, saudara, masa lalu, masa depan, hal yang tidak bisa atau mampu dimiliki, traumanya, genetiknya, kewarganegaraan hingga seluruh sejarah dirinya. Sudah sanggup menerima ini semua?
Apa itu pernikahan?
Kesalahan terbesar lain dalam keputusan menikah yang kerap tidak disadari adalah punya salah yang alasan untuk menikah."Ingat, pernikahan itu pilihan pribadi, bukan untuk sebuah status atau simbol. Pernikahan itu juga sekolah pertumbuhan jiwa, bukan sekadar jalan keluar menuju kebebasan apalagi solusi cepat mengobati kesepian," kata Meilinda, yang berpesan agar setiap orang juga memiliki cita-cita yang tepat akan pernikahan.
Alasan bertema relasi
Dalam buku keduanya ini, Meilinda bukan bermaksud membahas tentang bagaimana menciptakan pernikahan seindah fairytale. Justru, buku ini memandu para pembaca untuk mengenali dan memutus trauma turun-temurun yang berpotensi merusak hubungan berumah tangga.Metode konstelasi keluarga dapat mengidentifikasi akar masalah, menemukan jalan untuk membangun, membina, dan mentransformasi hubungan berpasangan menjadi lebih sehat, intim, dan memuaskan.
Tema relasi inilah yang kemudian diangkat Meilinda karena pentingnya setiap pasangan untuk menciptakan dan menjaga hubungan sehat sebagai fondasi kuat saat membangun dan membina rumah tangga. Fase penting ini tidak dapat dilewati begitu saja, apalagi jika terkait urusan pengasuhan atau terjebak dalam pernikahan hambar karena “yang penting anak.” Padahal, ini bisa berdampak negatif dalam perkembangan anak, karier, serta tingkat kepuasan hidup generasi selanjutnya.
Baca juga:
5 Tipe Pria yang Wajib Diperjuangkan
Kata Ahli Family Constellation, Mencintai Pasangan dan Anak Ada Urutannya
6 Tanda Anda Berada dalam Hubungan yang Toxic, Jangan Terjebak!
Laili Damayanti