
Foto: Fotosearch
Jodoh di Ujung Jari
Zaman telah berubah. Jika dulu seseorang dipertemukan dengan jodohnya lewat acara keluarga atau dikenalkan oleh sahabat, maka kini kehadiran situs-situs web dan aplikasi kencan online telah mengubah total lanskap perjodohan. Berawal dari pertemuan dan obrolan akrab di dunia maya, tidak sedikit pasangan yang lalu meneruskan hubungan ke dunia nyata.
Tren kencan maya mulai ramai sejak sekitar lima tahun lalu. Sebuah studi mencatat ada nyaris 100 juta orang—dan separuhnya pengguna aplikasi Tinder—mencari teman kencan setiap harinya! Mencari teman kencan di Tinder nyaris semudah mencari tiket penerbangan murah untuk liburan. Swipe, swipe, and hook up!
Sudah bukan rahasia lagi, selain mencari jodoh, ada sebagian orang yang memanfaatkan Tinder untuk mencari teman casual sex. Sejak dulu, perdebatan tentang untung-rugi casual sex bagi wanita yang tak ada habisnya mengemuka kembali. Dari soal kebebasan pribadi hingga perasaan ditinggalkan dan tak berharga seusai kencan.
Pekan ini, berbagai chat group ramai memperbincangkan pernikahan seorang komika, Rey Utami dengan pria asal Medan. Bukan soal pernikahannya, sih, yang ramai dibahas, melainkan keputusan instan si komika. Ia mengaku hanya butuh 7 hari saja untuk memutuskan menikah setelah berkenalan dengan suaminya lewat aplikasi Tinder. Tidak hanya itu, ia mengaku dihujani hadiah barang mewah bernilai miliaran setiap hari sesudah berkenalan. Whoa!
Pro dan kontra pun bermunculan. Banyak orang lalu ikut penasaran dan ikut-ikutan menyelidiki siapa, sih, pria yang menikahinya? Terlepas dari semua itu, keputusan pribadinya itu dinilai sebagian orang sebagai sesuatu yang impulsif. Keputusan untuk menikah idealnya dipikirkan matang-matang dan bukan diambil semudah membalikkan telapak tangan.
Baca juga: Daripada berdebat, yuk, kita cek, sebetulnya berapa lama waktu ideal untuk pendekatan dan lebih dalam mengenali pasangan sebelum memutuskan untuk meneruskan ke pernikahan.
Adakah Waktu Ideal?
Dalam psikologi dikenal studi Walter Mischel, The Marshmallow Test, salah satu eksperimen terkenal dalam sejarah tentang pentingnya pengendalian diri. Sejumlah anak berusia 4 tahun ditawarkan marshmallow dan diberi tahu jika mereka mau menahan diri untuk tidak memakan bagian mereka dan menunggu lebih lama (sekitar 15-20 menit), mereka akan mendapat satu lagi marshmallow sebagai hadiah.
Hasilnya? Ada anak yang tidak tahan menunggu dan langsung memakan marshmallow miliknya. Tapi ada juga yang bertahan dan mendapatkan hadiahnya. Lewat studi itu, Walter mendapati bahwa kemampuan mengendalikan diri dan menunda hadiah berkaitan dengan pencapaian kesuksesan seseorang di masa dewasanya.
Kembali ke soal pernikahan, bersediakah Anda menunggu sedikit lebih lama untuk mengenal pasangan untuk mendapatkan lebih banyak kebahagiaan? Atau Anda lebih suka menikmati kebahagiaan itu saat ini juga dan bersiap dengan lebih banyak kejutan dan fakta baru tentang pasangan setelah pernikahan? Memperpanjang waktu perkenalan akan meminimalisir risiko penyesalan di kemudian hari. Kadang, menikah digambarkan sebagai sebuah lompatan besar dalam hidup, tapi jika Anda menunggu sedikit lebih lama sebelum meresmikan sebuah hubungan, maka jarak lompatan itu bisa dikurangi.
Bagaimana dengan kasus ‘Kami jatuh cinta pada pandangan pertama?’ Tak sedikit kita menemukan potret pernikahan bahagia dengan waktu pendekatan yang singkat, sedangkan pasangan lain yang kencan bertahun-tahun sebelum menikah malah berpisah lebih cepat ketimbang panjang kencan mereka. Ironis memang.
Di tanah air, data Kementerian Agama mencatat ada 200-300ribu perceraian setiap tahun. Artinya, diperkirakan setiap satu jam ada sebuah kasus perceraian. Angka gugat cerai istri terhadap suami termasuk tinggi, sekitar 60-70%. Angka tertinggi ada di Makassar (75%) dan DKI Jakarta (70%). Anda tak ingin berakhir menjadi salah satunya, kan?
Baca juga:
Capai Kesepakatan
Jadi, waktu terbilang relatif bagi setiap pasangan. Kencan satu bulan, setahun atau bertahun-tahun tak bisa memprediksi perjalanan cinta Anda berikutnya. Yang harus dipastikan, sebelum memutuskan berkomitmen lebih jauh, Anda dan pasangan sepakat untuk beberapa hal berikut ini:
1/ Anda dan pasangan saling menyayangi dan percaya pada satu sama lain.
2/ Pastikan Anda sudah pernah mengalami konflik dan tidak sepakat pada satu hal. Lihatlah bagaimana Anda dan pasangan bereaksi pada stres. Ingat, hidup akan membawa Anda pada beragam masalah setiap detik.
3/ Diskusikan dulu keinginan dan visi Anda tentang pengelolaan uang, peran dalam keluarga, hingga tempat tinggal.
4/ Anda dan pasangan bisa merasa nyaman bicara secara terbuka tentang nilai-nilai hidup dan saling respek.
Meski demikian, tentu saja keputusan untuk menikah itu kembali pada individunya masing-masing. Ingat, risiko dan tanggung jawab yang melekat pada keputusan itu juga akan ditanggung sendiri. Oh ya, satu hal lagi, jangan lupa, bisakah Anda membayangkan Anda akan menghabiskan hidup hingga akhir hayat dengan pasangan Anda? Jika tidak bisa, mungkin ada baiknya Anda berpikir ulang. (f)
Topic
#Pernikahan