
Dok. Instagram @umahapsari
Berawal dari usaha milik orang tuanya, Uma Hapsari terinspirasi untuk memiliki bisnis sepatu sendiri. Demi memenuhi impiannya tersebut, ia pun mencari perajin lokal yang bisa membuat sepatu dengan kualitas baik seperti yang dipikirkannya. Ia mengaku otodidak, tak punya latar belakang ilmu pembuatan sepatu.
Uma mendirikan Amazara di akhir tahun 2015. Brand Amazara yang diambil dari nama putrinya itu memiliki beberapa lini produk sepatu, seperti flat shoes, sneakers hingga high heels. Tanpa ilmu yang cukup tentang dunia sepatu, diakui Uma awal perjalanan bisnisnya terbilang sulit.
Model yang bagus saja tidak cukup karena sepatu adalah produk yang harus nyaman dipakai. Feedback dari pembeli menjadi titik baliknya dari segi produk. Secara perlahan Amazara mulai konsisten memproduksi sepatu yang sesuai keinginan konsumennya.
Uma memiliki misi untuk Amazara. Ia ingin menghadirkan produk sepatu lokal dengan desain menarik dan berkualitas baik, tapi harganya terjangkau. Sejalan dengan target market utama dari brand ini yaitu remaja dan dewasa muda.
"Saya ingin menunjukkan bahwa produk lokal bisa punya taste yang bagus, stylish, tapi harganya juga nggak selangit. Karena kalau kita lihat, sepatu yang harganya affordable, style-nya rada-rada kurang. Kita improve di situ," cerita Uma.
Selama 3,5 tahun berdiri, diakui Uma perkembangan Amazara sangat cepat, melewati ekspektasinya.
"Awalnya hanya bisa jual 5-10 sepatu sebulan, di tahun ketiga bisa sampai 5.000-6.000 sepatu perbulan. Pertumbuhannya sangat cepat!”.
Namun, menurut Uma, karena pertumbuhannya yang terlalu cepat, tantangannya juga besar. Jumlah pesanan yang sangat besar tak mampu diimbangi dengan kapasitas produksi. Belum lagi, tiba-tiba ada masalah pribadi yang dialami Uma saat itu yang membuat dirinya tak bisa lagi fokus pada pekerjaan. Ia pun memutuskan untuk menghentikan sementara produksi Amazara pada pertengahan tahun 2019.
“Saya sudah lihat kalau ini diteruskan tanpa fokus yang baik, terutama dari saya sebagai leader, hanya akan semakin memperburuk keadaan,” kenang Uma.
Keputusannya untuk menutup Amazara saat itu adalah pilihan terakhir. Sebelumnya ia telah berusaha mencari partner yang kiranya bisa ‘menyelamatkan’ bisnis yang dibangunnya sejak kecil itu. Namun kala itu sejumlah partner menilai ‘rendah’ Amazara, yang dianggap tak memiliki masa depan yang jelas.
Kritikan ini nyatanya tidak mengecilkan hatinya, ia justru terpicu untuk bisa menjadi ‘pahlawan’ bagi bisnisnya sendiri. Pada saat Amazara vakum selama enam bulan, ia tak berdiam diri. Saat itu justru menjadi momen baginya untuk melakukan evaluasi dan menemukan brand value yang sesungguhnya dari Amazara.
Ia berusaha menaikkan brand value itu dengan berbagai cara. Tak hanya mengembangkan desain produk, ia juga menulis buku In My Own Shoes. Taktik ini berjalan baik, Amazara tidak tenggelam karena brand value-nya tetap terjaga di mata publik.
Setelah melakukan evaluasi, Amazara dibuka lagi pada Februari 2020 dengan launching produk baru, Avil Sneaker, yang mendapat sambutan luar biasa dari pasar. Tapi lalu pandemi datang. Lagi-lagi ujian yang sangat berat harus dialami Amazara.
"Baru mulai lagi usaha, tapi udah keburu ada corona. Siapa sih yang mau beli sepatu kalau semua orang di rumah?” ujar Uma yang sangat mengkhawatirkan usahanya gulung tikar.
Seperti dugaannya, begitu pandemi datang tak banyak yang membeli sepatunya. Uma yang nampak piawai membuat strategi marketing ini, membuat gebrakan untuk meningkatkan brand recognition Amazara dengan memanfaatkan momentum pandemi. Ia menyumbang 200 sepatu untuk para tenaga medis. Kampanye sosial ini cukup berhasil. Kembalinya Amazara ke pasar sepatu lokal disambut antusias dan namanya semakin dikenal.
"Karena ada kegiatan yang terus kita lakukan, membuat Amazara tetap relevan dalam bisnis dan membuat orang memperhatikan kita. Efeknya bulan Mei omset sudah kembali naik bahkan lebih baik dari April yang cukup kacau itu," jelas Uma.
Menurut Uma, penting bagi pelaku bisnis untuk bisa memanfaatkan momentum apapun itu untuk bisa menjadi relevan dengan situasi.
"Kita enggak tahu apa yang akan terjadi. Namun sebagai pengusaha, yang saya tahu kita harus punya resilience muscle, jadi apapun keadaannya, harus bisa bounce back.” Uma percaya bisnis adalah investasi jangka panjang, sehingga ketangguhan menghadapi berbagai tantangan penting dimiliki.
Ingin bisnis Anda naik kelas seperti Uma Hapsari? Dapatkan kesempatan untuk mengembangkan bisnismu dengan mengikuti Scale-Up Program persembahan Femina dan Facebook #SheMeansBusiness.
Segera daftarkan diri Anda dengan klik link berikut : https://bit.ly/3p0u0wv
(*) batas waktu pendaftaran : 27 November 2020
Program ini GRATIS dan hanya diperuntukkan bagi 100 wanita wirausaha yang akan dikurasi oleh tim Femina.
Syarat & Ketentuan Berlaku :
- Wanita Wirausaha / Business Owner kategori Fashion dan Food
- Usia minimal 21 tahun
- WNI, berdomisili di Indonesia
- Memiliki usaha aktif minimal 2 tahun
- Wajib memiliki izin usaha (NIB/CV/PT, dll)
- Memiliki karyawan minimal 3 oran
- Produk kreasi sendiri
- Aktif menggunakan Facebook & Instagram
- Mengisi formulir dengan lengkap dan bersedia mengikuti program Scale Up 6x dalam periode Desember 2020 - Februari 2021.
BACA JUGA :
Kiat Lintang Wuriantari, Co-Founder Matchamu, Bertahan di Tengah Pandemi COVID-19
Nike Kurnia Percayakan Pemasaran Nasi Bagoes Lewat Media Sosial
Linda Anggrea, Pendiri Buttonscarves Andalkan Facebook untuk Memperluas Pasar
Topic
#umahapsari, #wanitawirausaha