Dok. Femina Media
Wajah wanita memang asing ditemui di panggung komedi, khususnya komedi satir monolog atau yang akrab disebut stand-up comedy. Namun, kehadiran Sakdiyah Ma’ruf memberikan warna dan perspektif yang berbeda dalam dunia di tempat banyak orang menertawakan diri sendiri sekaligus menjadi panggung untuk memberdayakan sesama wanita. Sakdiyah menceritakan lika-likunya dalam melihat sebuah isu sensitif dari perspektif komedi.
CITA-CITA JADI ABRI
Berdiri di depan kamera dengan lampu blitz yang menyinarinya di rooftop Artotel, Jakarta, membuat Sakdiyah gugup. Walau ia sudah biasa berdiri di atas panggung membawa lelucon tentang berbagai isu - yang kadang bagi banyak orang dianggap kontroversial - namun berhadapan dengan kamera membuatnya bingung harus berbuat apa. “Saya lebih suka menertawakan diri sendiri di atas panggung. Lebih enak,” cetusnya tertawa seraya harus berpose di hadapan kamera yang membidiknya mantap.
Apakah menjadi seorang komika adalah cita-cita dari kecil?
Cita-cita terus berganti. Karena pernah besar di masa orde baru, pernah ingin jadi anggota ABRI, kemudian arkeolog dan sempat ingin jadi dokter karena melihat konflik Ambon dan Poso. Saya berpikir bahwa salah satu cara beramal soleh adalah dengan menjadi dokter dan berangkat ke medan seperti itu.
Tapi melihat ke belakang, menjadi seorang komika sepertinya sudah terjadi di bawah alam sadar. Waktu kecil suka bermonolog di belakang rumah, berimajinasi punya talk show sendiri yang mengundang artis favorit seperti Jon Bon Jovi. Bahkan, suka buat skit komedi sendiri sejak kecil dengan guyonan bahasa Jawa.
Percaya nggak, kalau waktu SMP saya pernah ikut lomba lawak dan menang jadi juara 2 dari 3 peserta? Hahaha...
Lantas, seperti apa turning point-nya hingga memutuskan untuk menjadi seorang komika?
Terima kasih untuk DVD bajakan, saya jadi bisa nonton penampilan Life of Broadway Robin Williams. Setelah nonton itu, terbuka mata bahwa membicarakan apa yang saya pikirkan dan khawatirkan ternyata bisa dengan cara seperti ini.
Setelahnya, momen-momen yang membawa saya untuk menjadi seorang stand-up comedian berkumpul. Saat sedang studi S2 jurusan studi Amerika di tahun 2009, ada tugas kuliah untuk mengulas budaya Amerika. Tiba-tiba saya terpikir untuk menulis tentang stand-up comedy, karena memang bicara budaya negeri Paman Sam maka erat kaitannya dengan stand-up comedy.
Karena saat itu situasi politik global dan nasional sedang panas membicarakan islamofobia, jadilah open mic pertama saya membahas itu yang disaksikan oleh para profesor. Mereka kaget ternyata saya bisa melakukannya.
Pernah mengalami fase ingin berhenti karena serangan reaksi negatif akibat membahas isu yang sensitif?
Saya sering mengalami momen ingin mundur, tapi bukan karena dapat reaksi negatif dari orang, melainkan karena refleksi pribadi bahwa apakah saya sudah melakukan dan menyatakan hal yang benar. Apakah saya melakukan hal yang benar dengan tidak menertawakan orang-orang yang sedang berada di posisi tertekan dalam relasi kuasa.
Misal, seperti di TEDex Ubud saya bicara tentang burqa. Saya sedikit menyesal dengan lelucon itu karena ketika bicara tentang konservatisme, perempuan adalah korban pertama dan utama. Yaitu mulai dari tren nikah muda, terlalu banyak anak dan lain sebagainya. Perempuan selalu disudutkan.
Saya jadi sadar, kenapa saya jadi menyerang perempuan yang jadi korban konservatisme ini, bukannya ideologi konservatisme itu sendiri.
Apakah pengalaman ini membuat Anda lebih menahan diri di atas panggung?
Lebih berhati-hati tentu saja iya, tapi jangan lantas membatasi kreativitas dan jadi takut berekspresi dengan self-censorship. Kita harus tahu persis siapa sasaran leluconnya dan posisinya seperti apa. Seharusnya kan kita menertawakan pihak-pihak yang kerap memanfaatkan kekuasaan, bukan orang yang justru tertekan di bawahnya.
Lanjut ke halaman berikutnya.
BACA JUGA :
Mengenal Kamala Harris, Wakil Presiden Wanita dan Kulit Hitam Pertama Amerika Serikat
Kyoko Shimada, Desainer Mobil Wanita Pendobrak Stereotip
Gina S. Noer : Menjadi Sutradara yang Baik Adalah dengan Menjadi Ibu yang Baik
Topic
#SakdiyahMaruf, #HariIbu