
Foto: dok. pribadi
Lima belas tahun bekerja di industri kecantikan, pada 2018 Edwina Waas memutuskan untuk pensiun dini demi mengurus keluarga. Jika biasanya sibuk di kantor, Wina kemudian punya banyak waktu luang di rumah. Karena orang tuanya adalah pencinta tanaman, sehingga halaman rumah selalu penuh tanaman yang subur, Wina mulai juga mengutak-utik tanaman. “Karena terbiasa dengan dunia kecantikan yang memadukan antara estetika dan seni, akhirnya saya melihat tanaman sebagai sebuah estetika juga,” ungkap Wina.
Berawal dari kegemarannya merawat tanaman, ia beralih profesi dari School Principle Puspita Martha Internatioanl Beauty School menjadi plant stylist. Tugasnya adalah memilih tanaman hias atau tanaman apa pun yang tepat sesuai kebutuhan dan keinginan customer, baik itu rumah pribadi, apartemen, kafe, resto, ataupun kantor, bahkan sampai ke toiletnya! Wina menyebutkan, tanaman hias sangat banyak, sehingga ia harus bisa memilih tanaman yang tepat, termasuk memahami cara perawatannya agar tanaman itu terus hidup dan bertumbuh. “Itulah kenapa sampai sekarang saya harus terus belajar,” kata Wina, yang senang memberi desain dan pilihan tanaman berbeda untuk setiap tempat.
Plant stylist punya peran berbeda dari penjual tanaman. Jika Anda membeli tanaman dari penjual, setelah transaksi selesai, tugas penjual selesai. Sementara itu, plant stylist punya tanggung jawab lebih, karena konsumen berharap rumah atau tempatnya seterusnya tampak indah di tangan plant stylist. “Berurusan dengan tanaman itu tidak mudah dan tidak bisa cepat. Harus punya kesabaran ekstra, karena tanaman merupakan makhluk hidup juga, kan?” kata Wina, yang melabeli usahanya dengan nama Goparna.
Tak hanya mendandani sebuah ruang, dengan sabar Wina mengajari konsumennya agar menyukai dan merawat tanaman yang mereka beli. Berdasarkan pengalaman, banyak yang akhirnya berhasil dan kemudian ketagihan tanaman, walaupun ada juga yang menyerah. “Kafe atau resto biasanya tidak mau pusing. Setelah membeli tanaman, mereka juga meminta saya untuk datang dan merawat tanaman-tanaman tersebut.”
Perbedaan dunia kecantikan dan dunia tanaman terletak pada tren. Jika di kecantikan selalu ada tren tahunan, tidak demikian dengan tanaman. Walaupun dengan situasi sekarang, tren itu bisa-bisa saja diciptakan di media sosial. “Selain mempertimbangkan space dan konsep ruang, ketika memilih atau menyarankan tanaman, saya memperhatikan musim. Misalnya, jika saat ini baru akan membuat taman outdoor, sebaiknya pilih tanaman berbunga, karena ketika musim panas yang akan segera datang, tanaman tersebut akan berbunga.”
Selama pandemi ini, Wina bercerita, banyak orang memborong tanaman hias, sebelum kemudian mulai berkebun agar tak bosan di rumah. Ada juga yang memulai hidroponik dan berkebun untuk kebutuhan dapur. Mereka yang tinggal di perkotaan dengan space terbatas biasanya meminta saran atau bantuan plant stylist. Misalnya, ada klien yang menginginkan kebun sayur tapi minta ditata cantik.
Bagi Wina, menata area indoor lebih menantang daripada outdoor. “Soalnya, tidak semua tanaman bisa hidup di dalam ruangan. Kondisi tiap ruangan juga tidak sama, misalnya dalam hal kelembapan dan intensitas sinar mataharinya. Saya harus paham benar tanaman yang bisa hidup di ruang indoor. Banyak kafe yang sirkulasi cahaya dan udaranya terbatas tapi ingin ada tanaman di dalamnya.”
Tampaknya, tanaman sayur itu paling gampang merawatnya, ya. Ternyata tidak, lho. Terutama, bumbu-bumbu impor semacam mint. Jenis media tanam, kelembapan, dan PH airnya harus benar-benar diperhatikan. “Bukan susah, sih. Tepatnya high maintenance,” kata Wina. (f)
Baca Juga:
Paulina Purnomowati : Kandidat The Apprentice dari Indonesia yang Terus Melaju
Ira Mirawati, Dosen Selebritas di Dunia TikTok
Percantik Dinding Luar Rumah dengan Tanaman Rambat, Ini Daftarnya
Topic
#plantstylist, #tanaman, #makeover