
Foto: M. Zacky
Rangkaian koleksi perhiasan etnik dengan sentuhan kontemporer koleksi Tulola mencuri perhatian pencinta fashion dan aksesori. Adalah Sri Luce dan sahabatnya, Happy Salma serta Franka Franklin, yang menjadikan brand aksesori lokal asal Bali ini selalu diperhitungkan oleh para fashion enthusiast. Three musketeers ini mengembangkan Tulola lebih dari sekadar label perhiasan etnik. Ada misi penting yang mereka emban, yaitu mengembalikan roh Kota Bali sebagai salah satu tempat terbaik penghasil kerajinan perak dan emas.MENGGABUNGKAN 3 IDE
Dua perempuan di balik label perhiasan Tulola, Sri dan Franka, tersenyum manis menyambut kedatangan tim femina. Sayangnya, Happy tak bisa bergabung karena tengah mempersiapkan kelahiran anak keduanya. Sirkam emas dengan permata biru yang terselip di rambut Sri dan anting cantik yang menjuntai di telinga Franka langsung menarik perhatian. Unik dan fashionable! Bisa dipastikan, statement accessories keduanya itu buah karya Tulola, bahkan sirkan emas yang dikenakan Sri khusus didesain untuk 8 perempuan supreme penerima apresiasi #kitasupreme. Terinspirasi kekuatan dan kelembutan perempuan Indonesia.
Bagaimana meleburkan ide dari 3 kepala?
Franka Franklin (FF): Sejak bergabung sudah sangat jelas bahwa fondasi kemitraan ini adalah harapan, keinginan, dan visi yang sama. Jadi, bagaimanapun perbedaan ide kami, pada akhirnya akan mengarah ke satu destinasi yang sama, yaitu mengembangkan Tulola lebih baik. Saya sangat apresiasi Sri dan Happy yang sangat terbuka untuk mendengarkan ide baru.
Bagaimana pembagian kerja kalian?
Sri Luce (SL): Pada dasarnya, saya mengerjakan bagian produksi, eksplorasi desain, quality control, foto, dan styling. Jadi, sehari-hari saya akan bekerja di studio bersama tim di Bali. Happy lebih ke urusan kolaborasi dan mengomunikasikan konsep Tulola kepada pelanggan. Sementara Franka menangani segala sesuatu yang berurusan dengan bisnis, merchandising, dan membuat rencana membuka toko. Penting untuk kami bekerja dalam kapasitas saling melengkapi, agar semuanya berjalan efisien untuk mengembangkan Tulola.
Darimana datangnya ide membuat sirkam cantik untuk 8 Perempuan Supreme?
SL: Berkolaborasi dengan Head & Shoulder, kami berangkat dari ide bahwa perempuan Indonesia itu sangat peduli dengan rambut, kecantikan dan tampilan yang estetik. Inilah mengapa kami memilih sirkam sebagai aksesori yang ingin ditunjukan. Di sisi lain, perempuan Indonesia dikenal lembut tapi kuat, selaras dengan citra pohon argan, sehingga ada detail akar pada sirkamnya. Sementara warna biru aksen daun memberikan sentuhan manis sehingga ketika dipakaikan di rambut menjadi pencuri perhatian.
SATU DEKADE KUAT BERDIRI
Tulola berdiri bukan soal membuat perhiasan etnik, menjadi trendsetter, dan meraup untung sebesar-besarnya. Terselip misi lebih besar di belakangnya, yaitu menumbuhkan komunitas perajin di Bali yang kian pudar tergerus tuntutan hidup. Banyak perajin yang beralih profesi ke sektor pariwisata. Ini tantangan yang berat, bagaimana membawa kembali bibit-bibit perajin perak dan emas di Pulau Dewata itu, sekaligus meningkatkan kemampuan mereka.
Setelah 10 tahun, apa tantangan bisnis terberat?
SL: Kalau dulu saya harus bisa berbagi peran. Satu sisi mengurusi bisnis, di sisi lain harus punya ruang untuk tetap kreatif. Menyeimbangkan dua hal ini berat. Dengan adanya Franka sekarang, sangat membantu kami semua.
FF: Walau baru setahun bergabung, saya merasa bahwa tantangan perpindahan karier dari e-commerce fashion retail yang bergerak cepat ke perhiasan etnik buatan tangan yang membutuhkan waktu, membuat saya harus banyak beradaptasi. Perhiasan Tulola membutuhkan waktu lebih lama dan quality control yang sangat detail demi menghadirkan sebuah produk dengan kualitas terbaik. Tantangannya, saya harus membuat perencanaan dan menjembatani bagaimana produksi tetap memenuhi tenggat dan konsepnya sesuai.
Kendala terbesar yang dialami Tulola saat ini?
SL: Selain membesarkan Tulola, salah satu mimpi saya adalah mengembangkan kembali komunitas perajin perak dan emas di Bali. Saat ini, banyak sekali perajin yang beralih bekerja di industry pariwisata, sehingga perajin perak dan emas tak lagi banyak ditemukan seperti dulu. Sehingga sulit menemukan perajin perak dan emas yang bisa bekerja sama dengan Tulola, mengingat desain kami juga terbilang sulit dikerjakan. Kami ingin membawa kembali Bali sebagai salah satu kota dengan perajin perak dan emas terbaik. Selain itu juga semoga semakin menumbuhkan minat bagi para perempuan untuk dapat menjadi perajin, karena sebenarnya mereka sangat baik dari segi detail pengerjaan perhiasan.
Apa yang akan dilakukan untuk merealisasikan hal tersebut?
SL: Masalah adat atau keluarga jadi salah satu penyebab minimnya perempuan perajin. Kami berusaha memberikan situasi yang memudahkan mereka bekerja dan mengembangkan kemampuannya. Untuk itu, kami memberikan pelatihan agar mereka bisa lebih piawai membuat perhiasan kontemporer modern. Karena memang, tak dapat dipungkiri, banyak perajin yang menolak bekerja sama karena sulit membuat perhiasan seperti Tulola.
FF: Sebagai bisnis hal ini sangat membantu karena, kalau kita mau berkembang, kita harus menjaga kualitas dari pekerjanya. Dan dibutuhkan lebih banyak orang dengan kemampuan yang tinggi untuk bisa membuat perhiasan berkualitas baik di komunitas. Butuh regenerasi.
Apa arti sukses untuk kalian ?
SL: Sukses bagi saya adalah memiliki kebebasan mengekspresikan diri, juga menyeimbangkan kehidupan bersama keluarga. Di sisi lain, sukses juga membesarkan hal lain di luar diri kita sendiri. Ini bukan soal Tulola saja, tapi komunitas para perajin. Makin besar dampak sosial yang bisa kita lakukan untuk mereka, makin sukseslah apa yang kita kerjakan.
FF: Kami ingin membuat dampak yang besar untuk komunitas pekerja, perajin hingga mereka yang merasakan sendiri produk dari Tulola. Kami berharap, apresiasi terhadap perhiasan etnik tradisional lebih besar lagi. (f)
Baca Juga:
8 Perempuan Supreme: Alberthiene Endah
8 Perempuan Supreme: Najelaa Shihab
8 Perempuan Supreme: Ghea Panggabean
Topic
#kitasupreme, #desainerindonesia