Lukisan abstrak dari jalinan warna-warna purba seperti merah, biru, dan hitam yang memberi kesan magis, garis, dan titik dalam merangkum bentuk dan perwujudan, merupakan penanda akan insting kreatifitas Sri Warso Wahono (SWW), pelukis senior asal Solo, Jawa Tengah. Lukisan-lukisan bertema Rampogan karyanya memberi warna tersendiri dalam peta seni lukis tanah air.
Menurut seniman Arswendo Atmowiloto, rampogan adalah nama salah satu wayang yang aneh, yang konon diciptakan oleh Sunan Bonang (salah satu walisongo), yaitu wayang yang berbentuk kuda, gajah, dan secara garis besar rampogan tidak menggambarkan individu.
“Mungkin rampogan adalah wayang yang tidak mewakili atau menampilkan pribadi. Pada rampogan, anak wayang membingkai satu pasukan, bisa berisi prajurit-prajurit kuda, lengkap dengan senjatanya,” tulis Arswendo dalam buku panduan pameran lukisan bertajuk Kidung Rampongan yang diselenggarakan di Bentara Budaya Jakarta, 9-19 Agustus 2018.
Di tangan SWW, rampogan adalah caranya mencatat dan menyoroti berbagai ragam penyimpangan yang terjadi di negeri ini. Ia memulai seri rampogan ini saat terusik melihat kerusuhan 27 Juli 1996 (peristiwa Kudatuli), saat terjadi pengambilalihan secara paksa kantor Partai Demokrasi Indonesia (Kini PDIP) yang memakan banyak korban. Setelah itu karyanya pun mengalir, seperti Rampogan Reformasi 1998, Rapongan Lapindo, Rampogan: Masihkah SARA Di Antara Kita, hingga Rampogan Madam Banggar, sebuah kritik akan kinerja DPR.
“Peristiwa demi peristiwa terus menerus muncul. Itu menggugah saya untuk terus melukis,” ungkap SWW. Meski ia menyadari, karyanya tidak akan mengatasi permasalahan, namun dalam lukisannya itu termuat doa dan harapan untuk perubahan menuju kehidupan yang lebih harmonis di negeri ini. “Minimal sebagai seniman saya sudah member kesaksian akan hal-hal yang mengkhawatirkan,” katanya. (f)
Baca Juga:
7 Hal Tentang Yayoi Kusama, Ratu Polkadot yang Mengidap Gangguan Kesehatan Jiwa
Menemukan Pencerahan Hidup di ARTJOG 2018
Topic
#pameran, #senilukis