Health & Diet
Terapi Plasma Konvalesen, Harapan Baru Pengobatan COVID-19

19 Jan 2021


Foto: Pixabay


Pengobatan pasien COVID-19 mulai menemukan harapan melalui terapi plasma konvalesen. Selama ini, memang belum ada obat yang terbukti aman dan efektif untuk mengobati COVID-19, namun para peneliti telah membuktikan penggunaan plasma darah dari pasien COVID-19 yang telah pulih bisa mengobati orang lain yang menderita penyakit ini. 

Melansir dari Kompas.com, orang yang berhasil pulih dari COVID-19 memiliki antibodi. Antibodi merupakan molekul yang telah mengenali dan mampu melawan patogen, seperti virus, yang menyebabkan penyakit. Itu sebabnya, peneliti berharap plasma darah dari orang yang telah pulih dari infeksi virus COVID-19 bisa meningkatkan kesembuhan orang yang masih berjuang melawan virus tersebut. Cara ini diharapkan dapat membantu sistem kekebalan tubuh pasien untuk memerangi virus dengan lebih efisien.

Terapi plasma konvalesen untuk memerangi infeksi virus corona telah diuji oleh sekelompok peneliti dan dokter di AS, yang diberi nama Proyek Plasma Konvensional COVID-19 Nasional AS. Hasil penelitian yang diterbitkan dalam The Journal of Clinical Investigation pada Maret 2020 tersebut menyebutkan peneliti berpendapat bahwa terapi plasma darah konvalensen memiliki manfaat potensial untuk pengobatan COVID-19. 

Penggunaan plasma darah ini sebenarnya merupakan ide lama yang telah ada sejak akhir abad ke 19 ketika fisiolog Emil von Behring dan ahli bakteriologi Kitasato Shibasaburou menemukan antibodi yang ada dalam komponen darah untuk melawan infeksi bakteri diptheria. Sejak saat itu, dokter telah menggunakan terapi antibodi ini untuk mengobati atau mencegah infeksi bakteri dan virus, termasuk bentuk pneumonia, meningitis, dan campak. Penggunaan plasma dari penderita yang sembuh sebagai terapi telah dilakukan juga untuk pengobatan pada wabah penyakit flu babi pada tahun 2009, Ebola, SARS, dan MERS.

Penelitian terbaru telah menunjukkan orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 telah mengembangkan antibodi yang dapat bereaksi terhadap virus corona. “Sekarang ada beberapa penelitian yang menunjukkan ketika orang pulih dari virus, mereka memiliki antibodi penawar darah yang mampu membunuh virus,” ungkap Dr. Arturo Casadeval, selaku pemimpin riset, seperti dikutip dari kompas.com. Maka dari itu, para ahli kesehatan berharap mereka yang telah pulih dari COVID-19 bisa mendonorkan darah mereka untuk menekan angka kematian infeksi virus ini. 

Meski begitu, terapi plasma konvalesen pada COVID-19 hingga kini hanya boleh digunakan untuk kondisi kedaruratan dan untuk pengobatan. ’'Perhatian utama para peneliti adalah keamanan dan efikasi dari terapi itu sendiri. Untuk itu, Balitbangkes mendukung upaya para klinisi untuk menggunakan terapi plasma konvalesen pada pasien-pasien COVID-19 sebagai terapi yang baru diperkenalkan pada pasien COVID-19,'' tutur Slamet, Plt Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Menurut peneliti Senior Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, David H Muldjono pemberian plasma konvalesen sebagai terapi tambahan COVID-19 hanya diberikan untuk pasien derajat sedang yang mengarah kegawatan (pneumonia dengan hipoksia) di samping pasien derajat berat. Terapi ini juga bukan bagian dari pencegahan melainkan pengobatan pasien.

''Kita tidak memberikan ini untuk pencegahan, karena ini adalah terapi dan belum diuji coba di seluruh dunia dan belum ada protokolnya, sehingga kami tidak memberikan dalam konteks prevention,’' ungkap David.

Baru-baru ini Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof Wiku Adisasmito menyatakan bahwa saat ini terapi konvalesen sudah bisa diakses masyarakat Indonesia melalui Palang Merah Indonesia (PMI). 

"Saat ini terapi plasma konvalesen sudah dapat diakses masyarakat yang membutuhkan melalui Palang Merah Indonesia di pusat," jelasnya memberi keterangan pers perkembangan penanganan COVID-19 di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (7/1/2021) yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden. 

PMI pun membuka bagi masyarakat yang ingin menjadi donor. PMI menentukan syarat pendonor adalah diutamakan laki-laki, dan bagi wanita belum pernah hamil dan juga belum memiliki anak. Untuk penyintas COVID-19 yang akan mendonorkan plasmanya, perlu menunjukkan test swab PCR negatif, bebas gejala COVID-19 selama 14 hari setelah dirawat di rumah sakit atau isolasi mandiri. 

Menurut Prof Wiku, Penelitian yang dilakukan Libster dkk terkait terapi ini terhadap sejumlah pasien COVID-19 berusia di atas 65 tahun di Argentina menunjukkan hasil yang baik. Penelitian ini menyatakan pasien yang diberikan plasma konvalesen dengan titer antibodi Sars Cov-2 yang tinggi dalam kurun waktu 72 jam setelah munculnya gejala ringan, menunjukkan adanya penurunan risiko untuk mengalami gangguan pernapasan berat atau severe respiratory disease yang merupakan salah satu penyebab kematian tersering COVID-19. (f) 


Baca Juga: 
5 Hoax Tentang Vaksin COVID-19 Ini Menyesatkan
Vaksinasi untuk Capai Herd Immunity
Siapa Saja Yang Tidak Bisa Menerima Vaksin COVID-19 Buatan Sinovac?


Faunda Liswijayanti


Topic

#3m, #ingatpesanibu, #corona, #covid19