Health & Diet
Relasi Konsumsi Rokok dan Stunting Pada Anak

26 Jun 2018


​Indonesia ada di lima besar negara dengan angka stunting tertinggi di dunia. Foto: Pixabay
 
Anak dengan orang tua perokok kronis memiliki probabilitas mengalami stunting 5,5% lebih tinggi daripada anak dari orang tua bukan perokok. Demikian hasil penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) yang dirilis Senin (25/06) di Jakarta.

Penelitian ini juga menegaskan bahwa anak-anak yang tinggal dengan orang tua yang tidak merokok akan tumbuh 1,5 kg lebih berat dan 0,34 cm lebih tinggi daripada anak-anak yang tinggal dengan orang tua perokok kronis. 

Dalam penelitian ini mereka mengamati berat badan dan tinggi anak-anak (sampai usia 5 tahun) pada tahun 2007, dan melacak mereka pada tahun 2014 secara berurutan untuk mengamati dampak perilaku orang tua dan konsumsi rokok pada stunting.
 
Stunting terlihat dari tinggi badan anak yang tidak sesuai dengan usianya. Hal ini menjadi penanda adanya gangguan gizi kronis yang berpengaruh pada fase tumbuh kembang anak.
 
Sebanyak 8,8 juta (37,2 %) anak Indonesia mengalami stunting, atau gagal tumbuh. Angka kejadian stunting nasional ini memosisikan Indonesia di urutan ke-5 sebagai negara dengan angka stunting tinggi, setelah India.
 
“Secara mengejutkan, ditemukan anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan orang tua perokok cenderung memiliki pertumbuhan lebih lambat dalam berat dan tinggi tubuh dibanding anak-anak yang tinggal di rumah tangga tanpa orang tua perokok,” ungkap Teguh Daryanto, PhD, Kepala Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI, yang juga menjadi penanggung jawab penelitian.
 
Terungkap pula dalam penelitian ini adanya lonjakan konsumsi rokok dari 3,6% (1997) menjadi 5,6% (2014). Peningkatan 2% ini digantikan oleh penurunan pengeluaran belanja untuk beras, protein, dan sumber lemak, serta pendidikan.
 
Pengeluaran belanja rumah tangga untuk daging dan ikan menurun sekitar 2,3 % selama 1997-2014. Padahal kebutuhan protein ini sangat berpengaruh pada kualitas pertumbuhan anak, baik dalam hal berat badan, tinggi badan, dan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak.

“Indonesia ada di ranking pertama dalam hal prevalensi perokok laki-laki, tapi ada di urutan terbelakang dalam hal peringkat IQ dan daya saing ekonominya,” ungkap Guru Besar FKM UI, Prof. Hasbullah Thabrany saat membeberkan fakta ironi relasi konsumsi rokok, tingkat kecerdasan, dan daya saing sumber daya manusia di Indonesia.
 
Dari paparan datanya tersebut, prevalensi perokok laki-laki di Indonesia adalah 76,2, di posisi pertama. Namun dalam hal peringkat IQ, Indonesia turun drastis di urutan ke-71 dengan nilai IQ rata-rata 84! Demikian juga dalam hal daya saing ekonomi, Indonesia ada di urutan bawah.
 
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI di Jakarta, dr. Cut Putri Arianie, MHKes yang hadir sebagai penanggap menegaskan bahwa usaha pengentasan stunting di Indonesia harus digarap secara bersama-sama dan terintegrasi dari seluruh pihak.
 
“Kondisi seperti ini ke depannya menjadi ancaman serius terhadap target negara dalam menghasilkan generasi berkualitas di bonus demografi tahun 2030 nanti. Kami ingin anak-anak dan ibu hamil benar-benar terlindung,” ungkap dr. Cut. (f)


Baca Juga:

Gunakan 5 Minyak Esensial Ini untuk Mengatasi Alergi
Mitos & Fakta Soal Keracunan Makanan
Jelang Musim Hujan, Waspadai Radang Otak yang Ditularkan Lewat Nyamuk, Ini 5 Gejalanya!


 


Topic

#rokok, #antirokok, #stunting