
Foto: Fotosearch
Apakah Anda kerap bimbang memilih antara panan segar dan olahan, pangan lokal atau impor? Apa kelebihan dan kekurangan masing-masing pangan itu?
Tetty H. Sihombing, Plt Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengatakan, secara garis besar ada 2 jenis pangan, yaitu pangan segar dan pangan olahan. Yang masuk kategori pangan segar misalnya buah, sayur, dan daging beku, sementara pangan olahan adalah tepung terigu, biskuit, susu, minuman, makanan ringan, dan daging olahan.
“Izin dan pengawasan pangan segar impor dilakukan oleh Kementerian Pertanian. Namun, ketika ada kasus pangan yang diduga berbahaya, seperti mengandung bakteri, maka BPOM akan turut terlibat untuk menelitinya. Kasus apel yang diduga mengandung bakteri listeria, pada tahun 2015 lalu, contohnya,” ujar Tetty.
Tetty mengungkapkan, pangan olahan yang mendominasi masuk ke Indonesia yaitu susu bubuk, minuman ringan berperisa, makanan ringan, dan daging olahan seperti kornet.
“Pangan olahan memang sangat kecil kemungkinan mengandung mikroba karena umumnya kadar airnya rendah, sehingga mikroba susah tumbuh. Kalaupun ada, maka akan merusak produk yang pastinya terlihat secara kasatmata,” ujar Tetty.
Prof. Dr. Nuri Andarwulan, dosen Institut Pertanian Bogor dan Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology mengatakan, daya beli masyarakat Indonesia untuk pangan impor segar seperti buah memang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh tampilan fisik yang lebih menarik. “Buah-buah impor itu memang ditanam di lahan dengan teknologi yang ideal,” tutur Nuri.
Pengawasan pangan, baik pangan segar maupun pangan olahan, yang masuk ke Indonesia memang sudah sangat ketat. Sayur, buah, dan daging pasti sudah melewati proses karantina.
Pemerintah juga telah berupaya untuk mengendalikan pangan impor maupun pangan lokal. Pengendalian yang dimaksud adalah pangan berasal dari pertanian atau peternakan yang baik. Ditangani pula dengan baik setelah panen dan setelah penyembelihan, kemudian diolah dengan baik sebelum sampai ke tangan konsumen.
Nuri mengatakan, bakteri yang sampai ke pangan itu bisa melalui berbagai media, di antaranya bakteri yang bersumber dari bahan pangan itu sendiri, seperti buah-buahan dan sayuran yang bakterinya bersumber dari tanah, pupuk, dan air. Untuk daging dan susu, potensi pencemaran bakterinya dari cara penyembelihan yang tidak benar atau proses pemerahan susu yang kurang steril.
Nuri menambahkan, bila membandingkan kandungan nutrisi antara pangan impor dengan pangan lokal, khususnya buah, memang ada perbedaan, namun tidak mutlak. Buah yang ditanam di lahan dengan sekali panen dalam setahun, kandungan nutrisinya akan lebih baik daripada buah yang ditanam di lahan yang berkali-kali dilakukan penanaman. “Bisa saja kandungan nutrisi pada buah lokal lebih baik dibandingkan buah impor, begitu pula sebaliknya,” tuturnya.
Mengutamakan pangan lokal memang akan lebih baik bila dibandingkan dengan pangan impor. Misalnya saja, buah dan sayur lokal pasti lebih segar karena jarak dan waktu distribusinya lebih pendek daripada yang impor.
Untuk memenuhi kebutuhan sayur dan buah, khususnya di dalam keluarga, Nuri menyarankan agar masyarakat memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanam berbagai tanaman sayur dan buah. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat akan sayur sebanyak 250 gram dan buah sebanyak 150 gram per kapita per hari sesuai dengan rekomendasi WHO, dapat terpenuhi.
“Konsumsi sayur dan buah masyarakat Indonesia memang masih jauh di bawah angka ideal. Konsumsi sayur dan buah hanya sekitar 250 gram per kapita per hari,” kata Nuri. (f)
“Izin dan pengawasan pangan segar impor dilakukan oleh Kementerian Pertanian. Namun, ketika ada kasus pangan yang diduga berbahaya, seperti mengandung bakteri, maka BPOM akan turut terlibat untuk menelitinya. Kasus apel yang diduga mengandung bakteri listeria, pada tahun 2015 lalu, contohnya,” ujar Tetty.
Tetty mengungkapkan, pangan olahan yang mendominasi masuk ke Indonesia yaitu susu bubuk, minuman ringan berperisa, makanan ringan, dan daging olahan seperti kornet.
“Pangan olahan memang sangat kecil kemungkinan mengandung mikroba karena umumnya kadar airnya rendah, sehingga mikroba susah tumbuh. Kalaupun ada, maka akan merusak produk yang pastinya terlihat secara kasatmata,” ujar Tetty.
Prof. Dr. Nuri Andarwulan, dosen Institut Pertanian Bogor dan Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology mengatakan, daya beli masyarakat Indonesia untuk pangan impor segar seperti buah memang sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh tampilan fisik yang lebih menarik. “Buah-buah impor itu memang ditanam di lahan dengan teknologi yang ideal,” tutur Nuri.
Pengawasan pangan, baik pangan segar maupun pangan olahan, yang masuk ke Indonesia memang sudah sangat ketat. Sayur, buah, dan daging pasti sudah melewati proses karantina.
Pemerintah juga telah berupaya untuk mengendalikan pangan impor maupun pangan lokal. Pengendalian yang dimaksud adalah pangan berasal dari pertanian atau peternakan yang baik. Ditangani pula dengan baik setelah panen dan setelah penyembelihan, kemudian diolah dengan baik sebelum sampai ke tangan konsumen.
Nuri mengatakan, bakteri yang sampai ke pangan itu bisa melalui berbagai media, di antaranya bakteri yang bersumber dari bahan pangan itu sendiri, seperti buah-buahan dan sayuran yang bakterinya bersumber dari tanah, pupuk, dan air. Untuk daging dan susu, potensi pencemaran bakterinya dari cara penyembelihan yang tidak benar atau proses pemerahan susu yang kurang steril.
Nuri menambahkan, bila membandingkan kandungan nutrisi antara pangan impor dengan pangan lokal, khususnya buah, memang ada perbedaan, namun tidak mutlak. Buah yang ditanam di lahan dengan sekali panen dalam setahun, kandungan nutrisinya akan lebih baik daripada buah yang ditanam di lahan yang berkali-kali dilakukan penanaman. “Bisa saja kandungan nutrisi pada buah lokal lebih baik dibandingkan buah impor, begitu pula sebaliknya,” tuturnya.
Mengutamakan pangan lokal memang akan lebih baik bila dibandingkan dengan pangan impor. Misalnya saja, buah dan sayur lokal pasti lebih segar karena jarak dan waktu distribusinya lebih pendek daripada yang impor.
Untuk memenuhi kebutuhan sayur dan buah, khususnya di dalam keluarga, Nuri menyarankan agar masyarakat memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanam berbagai tanaman sayur dan buah. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat akan sayur sebanyak 250 gram dan buah sebanyak 150 gram per kapita per hari sesuai dengan rekomendasi WHO, dapat terpenuhi.
“Konsumsi sayur dan buah masyarakat Indonesia memang masih jauh di bawah angka ideal. Konsumsi sayur dan buah hanya sekitar 250 gram per kapita per hari,” kata Nuri. (f)
Baca Juga:
Masalah Kurang Gizi Bisa Terjadi Sejak Bayi Dalam Kandungan
Jangan Asal Pilih, Ketahui 5 Ciri Makanan Sehat
Asupan Yang Tepat Untuk Meningkatkan Performa
Topic
#diet, #nutrisi, #kesehatan, #panganlokal, #panganimpor