
(Foto: Pexels)
Krisis COVID-19 tak hanya berdampak pada kondisi kesehatan fisik masyarakat, namun juga berpengaruh pada kondisi psikologis. Statistik kesehatan mental di Indonesia menunjukkan data yang masih harus menjadi perhatian bersama.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia 2018, prevalensi gangguan mental emosional penduduk berusia di atas 15 tahun naik menjadi 9,8% dibandingkan tahun 2013 yang mencapai angka 6%.
Dalam riset yang sama, hasil wawancara dengan Mini International Neuropsychiatric Interview (MINI) juga memperlihatkan prevalensi depresi pada penduduk di atas usia 15 tahun. Di mana hanya 9% dari lebih dari 12 juta penderita depresi yang menjalani pengobatan medis atau minum obat.
Kondisi global yang hinggga kini belum sepenuhnya pulih dari COVID-19 tentu menambah kekhawatiran. Menurut Ratih Ibrahim, psikolog, di awal pandemi COVID-19, banyak orang mengalami serangan panik, anxiety disorder, ketakutan, kesedihan, hingga depresi. Kini orang-orang mulai dapat menyesuaikan diri. Panik memang sudah berkurang, tapi rasa cemas masih ada.
“Keluhan yang terjadi pada masa sekarang ini adalah paranoid akan masa depan. Bagaimana pekerjaan saya selanjutnya, bagaimana menafkahi keluarga. Ada juga yang mulai memikirkan masa depan pendidikan anak-anak. Ada yang mengutamakan keselamatan anak hingga mereka tak keberatan anak tidak sekolah dulu. Jadi suami istri jabanin menjaga anak di rumah. Tapi ada yang stress karena harus mengurus anak terus dan menantikan kapan sekolah buka,” terang Ratih.
Menanggapi kondisi masyarakat yang dilanda kecemasan dan ketidaknyamanan di masa pandemi COVID-19, layanan konsultasi kesehatan mental yang dapat diakses secara online kini bermunculan.
Salah satunya layanan konsultasi psikologi Personal Growth yang menawarkan pada masyarakat konsultasi gratis kepada konselor profesional. Layanan konseling tersebut dilakukan secara online melalui chat pada Senin hingga Jumat pukul 15.00 hingga 16.00 WIB.
Di samping itu, Personal Growth berusaha mengedukasi masyarakat melalui akun intagramnya dengan menjelaskan seputar social panic dan anxiety.
“Saya percaya pada dasarnya manusia mampu melakukan penyesuaian diri. Walaupun terguncang sesaat, mereka yang mampu berpegangan dalam hidup akan dapat beradaptasi dan move on,” kata Ratih yang juga merupakan Founder dan CEO Personal Growth.
Hal serupa dilakukan oleh Halodoc yang menghadirkan kanal khusus layanan Kesehatan Jiwa. Lewat layanan ini, masyarakat bisa berkonsultasi dengan psikolog dan psikiater teregistrasi.
Selain mengoptimalkan akses telekonsultasi, Halodoc juga mengedukasi melalui artikel kesehatan mental agar pengguna semakin mudah membaca tanda-tanda gangguan psikologis yang dialami diri sendiri maupun orang sekitarnya. Cara ini sekaligus menjadi upaya untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan mental sejak dini.
“Masih adanya stigma negatif di masyarakat terhadap penyakit gangguan mental menjadi salah satu tantangan bagi mereka yang mengalami indikasi penyakit tersebut, terutama dalam hal akses untuk mendapatkan bantuan penanganan psikologi. Melalui layanan telemedicine yang dapat diakses melalui telepon pintar diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dan langkah penanganan pertama, terlebih di tengah pandemi ini,” ujar Felicia Kawilarang, VP Marketing Halodoc.
Guna mengurangi kecemasan, masyarakat perlu bertindak aktif dengan memilah informasi secara bijak dan bertanggungjawab. Jangan sampai kesehatan mental jadi terganggu hanya karena berita-berita negatif yang beredar.
“Berita-berita yang belum diketahui kebenarannya dapat menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan, sehingga bisa mengganggu kesehatan jiwa. Untuk itu, masyarakat perlu mencari informasi dari sumber-sumber yang resmi dan terpercaya sesuai rekomendasi pemerintah,” tutur Felicia.(f)
BACA JUGA:
Ini Tanda-Tanda Depresi Dan Cara Mengatasinya
Kurangi Cemas dan Tingkatkan Imunitas Dengan Tidur Berkualitas
Hidrasi Sehat dan Mindfulness untuk Atasi Kecemasan Hadapi Fase New Normal
Topic
#kesehatanmental