
Foto: 123RF
Gejalanya yang tampak mirip dengan selesma dan dianggap biasa terjadi membuat banyak orang meremehkan keracunan makanan atau foodborne disease. Padahal, penyakit yang bersumber dari makanan yang terkontaminasi bakteri, virus, parasit, atau racun ini membuat 150.000 orang sakit dan membunuh lebih dari 175.000 orang per tahun di Asia Tenggara, seperti yang dilaporkan World Health Organization (WHO), tahun 2015.
Foodborne disease adalah gangguan kesehatan akibat konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi suatu hal. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Amerika Serikat, setidaknya ada 250 penyebab foodborne disease. Yang paling umum adalah bakteri, virus, parasit (jamur atau kapang), dan racun. Kasus foodborne disease yang paling banyak, karena kontaminasi bakteri dari campylobacter, E.coli, dan salmonella.
Campylobacter adalah penyebab paling umum penyakit diare di dunia, dengan gejala tambahan seperti demam, nyeri, dan kejang. Bakteri ini banyak ditemukan pada daging unggas mentah. Kebanyakan penderita memakan daging ayam yang tidak dimasak sempurna, atau makanan lain yang terkontaminasi cairan daging ayam mentah.
E.coli adalah bakteri yang bersarang di hewan ternak, dan umumnya mengontaminasi air dan makanan melalui tinja sapi. Gejalanya serupa dengan campylobacter. Namun, diare bisa lebih parah, disertai darah, dan nyeri pada perut, tanpa terjadi demam.
Salmonella menyebar ke manusia melalui berbagai makanan hasil ternak. Gejalanya pun persis seperti campylobacter. Namun, bagi orang-orang dengan daya tahan tubuh sangat rendah, bakteri ini dapat menginvasi aliran darah dan memicu infeksi yang mengancam jiwa.
“Bakteri dapat hinggap, tumbuh subur dan berkembang biak lebih mudah pada beberapa jenis makanan tertentu, antara lain daging, unggas, produk olahan susu, telur, hingga produk laut (terutama dalam keadaan mentah),” jelas market nutritionist dari Nestlé Indonesia, dr. Vinka Desria.
Meski kebanyakan bakteri-bakteri tersebut berasal dari hewan, menurut dr. Vinka, buah-buahan, sayur mayur, atau bahkan nasi matang juga dapat terkontaminasi, terlebih lagi jika diproses bersamaan dengan bahan makanan lain yang mentah.
“Meskipun bahan makanan ini memiliki kecenderungan lebih tinggi dihinggapi bakteri, jenis makanan lainjuga berpotensi terkontaminasi, jika proses memasak, menyimpan, mendistribusikan, dan menyajikannya tidak layak,” tambahnya.
Ancaman keracunan juga bisa terjadi jika kita mengonsumsi makanan yang sudah kita masak sendiri/ siapkan sudah basi. Pasalnya, makanan basi sering berisiko terkontaminasi patogen, seperti salmonella, listeria, atau micotoxin (jamur).
Biasanya, gejala yang tampak setelah mengonsumsi makanan basi yang terkontaminasi salmonella atau listeria adalah muntah-muntah, kram perut, jantung berdetak cepat, demam, pusing, dehidrasi, hingga diare. Sementara, pada makanan basi yang terkontaminasi jamur bisa menimbulkan sakit kepala, mual, atau bahkan gatal-gatal.
Waktu kemunculan gejalanya bisa bervariasi. Ada yang bisa muncul dalam waktu beberapa jam, ada juga yang baru tampak setelah beberapa hari. Bahkan, pada beberapa kasus terparah, keracunan akibat makanan basi bisa mengancam jiwa.
“Sementara itu, untuk produk makanan kemasan, pastikan produk tersebut sudah memiliki nomor izin edar resmi seperti dari BPOM, serta pastikan produk belum melewati tanggal kedaluwarsanya. Produk makanan dan minuman yang telah melewati tanggal kedaluwarsa, tidak lagi dapat memberi manfaat optimal karena kandungannya telah berubah, bahkan dapat berpotensi membahayakan tubuh kita,” tuturnya.
Untuk pencegahannya, cek di laman berikutnya.
Topic
#makanan, #kesehatantubuh