COVID-19 merupakan penyakit yang utamanya menyerang saluran pernapasan dan menyebabkan gangguan pernapasan (pneumonia). Pada kasus pneumonia biasa, kebanyakan orang dapat sembuh tanpa adanya kerusakan paru-paru yang bertahan lama. Hal ini berbeda dengan pneumonia yang disebabkan oleh COVID-19, yang bisa berkembang menjadi pneumonia parah. Bahkan setelah penyakit berlalu, cedera paru-paru akibat COVID-19 dapat menyebabkan kesulitan bernapas yang mungkin membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk membaik.
Seperti dijelaskan oleh dr. Amira Anwar, Sp.P, FAPSR, Dokter Spesialis Paru dan Pernapasan yang berpraktik di RS Pondok Indah - Pondok Indah, Jakarta Selatan, virus SARS-COV2 penyebab COVID-19 dapat menyerang dua belah paru, saat saturasi oksigen menurun drastis yang disebabkan oleh inflamasi yang parah. Pada kondisi tersebut, paru-paru akan terisi banyak cairan, dahak, dan sel. Hal inilah yang mengakibatkan kerusakan pada dinding kantung udara paru-paru sehingga membuat pasien sesak napas dan mengalami gangguan pernapasan (pneumonia) parah atau acute respiratory distress syndrome (ARDS). Pasien dengan kondisi ini membutuhkan alat bantu napas menggunakan ventilator akibat terjadinya gagal pernapasan.
Karena utamanya menyerang paru, COVID-19 kerap mengakibatkan jaringan parut atau kerusakan pada paru. Cedera pada paru inilah yang kemudian menyebabkan pasien post COVID-19 dapat mengalami gejala atau pneumonia yang menetap selama 4-12 minggu setelah terinfeksi COVID-19. Bahkan pada beberapa pasien, dapat pula terjadi gejala post Covid-19 kronis sampai lebih dari 12 minggu.
"Gejala-gejala post COVID-19, tidak hanya muncul pada seseorang yang sebelumnya bergejala berat saja, gejala-gejala post COVID-19 ini juga banyak dialami oleh seseorang yang pada saat terinfeksi hanya bergejala ringan, bahkan tanpa gejala apapun," ungkap dr. Amira.
Gejala post COVID-19 yang dimaksud antara lain batuk berdahak/kering, sesak napas,keterbatasan aktivitas, lekas lelah, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, perubahan rasa dan penciuman, perubahan mood, nyeri dada, tenggorokan sakit, serta adanya kelainan pada hasil pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Gejala yang paling banyak dikeluhkan adalah batuk serta hilangnya indra perasa dan penciuman sekitar 32 persen.
Untuk menegakkan diagnosis gejala post COVID-19 atau long covid, penyintas COVID-19 disarankan untuk berkonsultasi ke dokter dan melakukan beberapa pemeriksaan seperti tes PCR ulang, pemeriksaan darah, radiologi, rekam jantung, dan pemeriksaan uji fungsi paru. Pemeriksaan ini berguna untuk membantu menegakkan diagnosis, guna menangani gejala-gejala post-COVID-19 yang masih dirasakan.
Ada 3 faktor yang mempengaruhi risiko kerusakan paru pada pasien post COVID-19, yakni:
1/ Tingkat keparahan penyakit
Apakah pasien mengalami gejala ringan, sedang, atau berat ketika terinfeksi COVID-19. Pasien dengan gejala ringan cenderung lebih jarang memiliki cedera/parut yang bertahan lama di jaringan paru.
2/ Kondisi kesehatan
Apakah pasien memiliki penyakit komorbid seperti penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau penyakit jantung yang dapat meningkatkan risiko penyakit bertambah parah. Orang yang berusia lanjut juga lebih rentan mengalami kasus COVID-19 yang parah. Hal ini terkait dengan jaringan paru yang sudah mengalami penuaan (degeneratif) sehingga kondisinya lebih tidak fleksibel jika dibandingkan dengan jaringan paru pada seseorang yang berusia lebih muda.
3/ Tindakan pengobatan
Pemulihan pasien dan kesehatan paru-paru jangka panjang akan bergantung pada jenis perawatan apa yang mereka dapatkan, dan seberapa cepat pengobatan dilakukan. Pada pasien dengan gejala berat, perawatan yang tepat selama di rumah sakit dapat meminimalkan kerusakan paru-paru. Selain itu, ada 6 kelompok yang rentan terhadap post COVID-19 syndrome, yaitu jenis kelamin perempuan, usia di atas 50 tahun, memiliki lebih dari lima gejala ketika terinfeksi, etnis kulit putih, mempunyai komorbid, dan obesitas.
Pasien dengan sindrom pernapasan post COVID-19 ini biasanya akan diberikan dua jenis terapi, yakni:
1/ Terapi farmakologis (obat-obatan). Pasien diobati sesuai gejala untuk mengurangi batuk dan sesak, serta diberikan vitamin.
2/ Terapi non-farmakologis, seperti rehabilitasi paru (fisioterapi), terapi oksigen,psikoterapi, olahraga sesuai kemampuan, dan nutrisi.
Karenanya, pasien sangat disarankan untuk berkonsultasi ke dokter dan melakukan evaluasi pada satu, tiga, dan enam bulan selepas dinyatakan sembuh dari COVID-19.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko kerusakan paru-paru, saran dr. Amira yaitu:
1/ Hindari kemungkinan terpapar virus COVID-19 dengan menerapkan 5M, yakni menjaga kebersihan tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.
2/ Seseorang dengan komorbid sebaiknya sebisa mungkin mengelola dengan baik masalah kesehatannya. Jaga kadar gula darah agar tetap terkontrol, rutin meminum obat apabila ada masalah jantung, dan lain sebagainya.
3/ Jalani gaya hidup sehat dengan pola makan tepat dan konsumsi air yang cukup. Tetap konsumsi makanan bergizi seimbang untuk menjaga kesehatan tubuh dan imunitas secara keseluruhan. Hidrasi yang tepat dapat mempertahankan volume darah dan selaput lendir yang sehat dalam sistem pernapasan. Hal ini dapat membantu tubuh melawan infeksi dan kerusakan jaringan dengan lebih baik.
4/ Selain itu, hindari merokok, rokok elektrik, atau paparan terhadap asap rokok dan polusi udara.
5/ Jangan lupa, lakukan vaksinasi COVID-19 dan lengkapi hingga booster-nya, untuk semakin memperkuat imunitas.
6/ Tidak hanya paru-paru, virus COVID-19 juga dapat menyebabkan kerusakan pada organ lain seperti jantung, ginjal, sistem saraf, dan kelainan pada darah. Pemulihannya bisa jadi tidak sebentar. Oleh karena itu, konsultasi setelah terinfeksi COVID-19 sangat diperlukan, terutama pada pasien-pasien yang memiliki komorbid, agar para penyintas COVID-19 dapat kembali pulih sepenuhnya dan melakukan aktivitasnya kembali seperti semula. (f)
Baca Juga:
COVID-somnia, Gangguan Tidur yang Mengintai Kesehatan Mental
Kenali 5 Derajat Gejala COVID-19
Dinilai Lebih Efektif Tangkal Omicron, Para Ahli Sarankan Penggunaan N95
Faunda Liswijayanti
Topic
#covid19, #pandemi, #pernapasan, #paruparu, #longcovid