Gadget
Ini 3 Alasan Microsoft Akuisisi Jejaring Sosial Profesional LinkedIn

15 Jun 2016


Foto: Freepik, Ilustrasi: Petty Galuh

Jejaring sosial untuk para profesional, LinkedIn diakuisisi oleh Microsoft pada Senin (13/6) lalu. Akuisisi itu bernilai sebesar 26,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp349triliun, dan tercatat sebagai nilai akuisisi terbesar yang dilakukan oleh Microsoft.
 
Keputusan CEO Microsoft, Satya Nadella ini disampaikan lewat memo kepada seluruh staf Microsoft. Ia mengatakan, bahwa LinkedIn merupakan pilihan generasi kini untuk mencari pekerjaan, mengasah skill, hingga melakukan pemasaran produk. Para penggunanya beragam dari perusahaan, pencari kerja, hingga headhunter.
 
Bisa jadi, inilah 3 magnet LinkedIn hingga diakuisisi oleh Microsoft:
 
1/ Kekuatan LinkedIn ada pada 433 juta anggota dan lebih dari 2 juta pengguna berbayar. Sedangkan Microsoft memiliki lebih dari 1,2 miliar pengguna Office dengan aplikasi produktivitas populer seperti Word, Excel, dan PowerPoint, tapi tidak memiliki grafik sosial untuk mengenali para penggunanya dan harus bergantung pada Facebook, LinkedIn dan jejaring sosial lainnya.
 
“Kombinasi ini akan memungkinkan pengalaman baru bagi para pengguna LinkedIn. Misalnya, newsfeed LinkedIn bisa menyediakan artikel yang relevan dengan proyek yang sedang Anda kerjakan dan Office bisa menyarankan pakar yang bisa membantu proyek tersebut,” ujar Satya. Tentu saja pada akhirnya ini dapat dimonetisasi lewat fitur iklan yang bisa lebih akurat menyasar target
 
2/ Microsoft ingin 433 juta profil profesional di LinkedIn menjadi identitas utama seseorang di dunia kerja. Jika semua profil ini bisa divalidasi kredibilitasnya, LinkedIn akan menjadi jejaring sosial yang kuat dan berpengaruh. Tentu saja, LinkedIn masih punya pekerjaan rumah soal keamanan pengguna, mengingat situs ini sempat diretas pada tahun 2012 lalu, dan 117 akun penggunanya dipublikasikan secara daring oleh si peretas.
 

3/ Keunikan LinkedIn juga terletak pada data tentang pendidikan. Ratusan juta penggunanya menaruh informasi tentang pendidikan dan rekam jejak karier mereka secara sukarela. Data ini memungkinkan LinkedIn memberikan saran dan penawaran tentang kursus atau sertifikasi untuk mengembangkan karier penggunanya. Tahun lalu, LinkedIn melengkapi layanannya dengan Lynda, perusahaan edukasi daring yang memberikan saran pada para profesional agar bisa direkrut oleh perusahaan impiannya. Dari data dan analytics penggunanya, LinkedIn juga bisa memberikan lebih banyak produk berbasis data yang bisa dimanfaatkan tidak hanya oleh penggunanya, tapi juga oleh universitas, lembaga penelitian dan industri.
 
Sebelumnya, Microsoft pernah mengakuisisi firma pemasaran AQuantive (2007), divisi ponsel Nokia (2014), Skype (2011), dan Yammer (2012). Luasnya jejaring LinkedIn bisa jadi modal utama Microsoft, namun masih ada tantangan untuk mengintegrasikan jejaring ini dengan berbagai perangkat lunak dan layanan , karena dunia bisnis juga sudah mengenal Facebook at Work dan Google Apps untuk membantu rutinitas sehari-hari.
 
Langkah ini semakin memicu rasa penasaran publik terhadap strategi apa yang akan dilakukan oleh Microsoft untuk mengembangkan jejaring sosial itu di tengah maraknya pertumbuhan startup teknologi dunia? Ataukah LinkedIn akan bernasib sama dengan Skype yang kini tertinggal jauh dari WhatsApp dan Facebook Messenger? Kita tunggu saja. (f)
 
Sumber: The Verge/QZ/HBR