Food Trend
Memasak di Akhir Pekan

10 Apr 2016


Pengalaman menekuni dunia kuliner sejak tahun ‘80-an, Linda Adimidjaja, konsulten kuliner, menilai, meski memasak kini menjadi tren, sebetulnya yang benar-benar tiap hari nguplek di dapur dan menyiapkan makanan untuk keluarga ala ibu-ibu zaman dulu itu tidak banyak.

“Memang betul, wanita muda kita mulai banyak yang kembali ke dapur, tapi menurut saya, mereka bukan masak untuk dimakan sehari-hari. Bukan seperti ibu-ibu zaman dulu, misalnya kalau hari ini memasak sayur lodeh, enaknya pakai lauk tempe goreng atau perkedel. Tidak seperti itu juga, sih. Mereka memasak untuk suatu penghargaan, penghikmatan kegiatan memasak. Itu kalau kita ngomong secara umum, ya,” ujar Linda. Biasanya anak-anak muda ini memasak untuk perayaan tertentu dengan mengundang teman atau keluarga, atau dibawa ke pesta potluck atau hanya dilakukan saat weekend.

Sebagai penghargaan atau penghikmatan kegiatan memasak itu sendiri, menurut Linda, memang tidak bisa dilepaskan dari tren kuliner saat ini.
Pertama, memasak menjadi kegiatan yang seksi, memasak bisa fun, banyak chef keren yang kondang dan makmur lewat restoran dan acara-acara masaknya.
Kedua, memasak juga tidak sekadar mencemplungkan bahan, tetapi juga ada teknik-teknik rumit yang kalau di dunia Barat harus dipahami dulu dengan benar, dan akhirnya pada satu pemahaman bahwa memasak itu bukan lagi sekadar tugas asisten rumah tangga.

Namun, bila diamati lebih jauh, meski semangat untuk kembali ke dapur itu tinggi, yang dimasak ternyata tak jauh-jauh dari masakan Barat daripada masakan tradisional Indonesia. Misalnya saja pasta atau masakan-masakan Barat yang berbumbu simpel, atau masakan oriental yang juga tidak terlalu butuh banyak bumbu. “Pernahkah memasak rawon, brongkos, atau oblok-oblok?” ujar Linda.

Arimbi Nimpuno, pemilik Arimbi Kitchen yang juga membuka kursus masak, juga melihat hal yang sama. “Saya membuat produk ready to cook di online, satu kemasan isinya bumbu dan bahan yang sudah ditakar, tinggal meracik saja, beres. Tapi, kenyataannya, penjualan produk tersebut responsnya agak slow. Makanya, kalau dibilang masak di rumah sekarang sedang tren, nyatanya produk ready to cook kurang digemari,” ujar Arimbi.

Melihat fakta itu, menurut Arimbi, memang  sekarang kelihatan kian banyak orang menyukai masak, namun memasak sendiri belum untuk kebutuhan tiap hari. “Frekuensinya mulai 3 kali  seminggu. Atau, menurut pengamatan saya, orang memasak saat weekend saja,” katanya, sambil menyebut kesimpulannya itu berdasarkan data penjualan produk ready to cook miliknya yang laku kala weekend.

Karena itu, Arimbi menyebut, tren memasak yang terjadi pada wanita muda generasi X (lahir tahun 1965-1980) dan sebagian generasi Y (lahir tahun 1981-1994) yang saat ini sedang menjadi ibu muda maupun sedang menikmati karier yang mapan, lebih tepat disebut sebagai tren weekend. Karena sekarang, umumnya keluarga dengan anak kecil, butuh memasak untuk anaknya. “Kita yang bekerja seringkali pulang malam. Nah, saat  weekend kita bisa ngumpul sehingga menjadi waktu yang pas untuk memasak,” imbuh Arimbi. 

Terlepas hanya memasak di saat weekend atau saat-saat tertentu saja, bagi Linda hal ini tetap fenomena menggembirakan. Apalagi bagi dirinya yang pernah mengalami era ketika memasak dipandang sebagai tugas ‘orang belakang’, sementara nyonya rumah sibuk bekerja di kantor, ketika ia mengawali karier sebagai food editor pada era 80-an. Di era itu, kalaupun para wanita rajin mengumpulkan resep, biasanya untuk diberikan kepada asisten rumah tangga untuk dipraktikkan.

Sementara, tugas para nyonya adalah sebagai penguji coba untuk memastikan kelezatannya, sebelum disajikan untuk keluarga, atau acara-acara tertentu. Karena itu, Linda mengakui, dulu ketika ia menulis buku memasak, resepnya dibuat semudah mungkin sehingga para asisten rumah tangga pun bisa memahaminya. Linda sempat merasakan bagaimana orang masih memandang rendah kegiatan memasak. Ketika ia diterima bekerja di salah satu produsen makanan internasional, ia yang berlatar belakang food sempat dipertanyakan karyawan lain, ia diberikan ruangan pribadi untuk posisinya sebagai product development manager.

Menurut Linda, dia yang dinilai ‘hanya bisa masak,’ level-nya lebih rendah daripada accounting atau marketing atau bidang yang lain, meski di perusahaan makanan sekalipun. “Dan itu terjadi tahun 1989, belum terlalu lama dari sekarang,” katanya.(f)


 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?