Food Story
Tjokorda Sri Maya Kerthyasa, Penjaga Resep Warisan Para Leluhur

4 Oct 2019

Foto: Dok. Maya Kertyasa & @sazhabusha

Wajah ayu Maya Kerthyasa  menyapa femina saat berkunjung ke Puri Ibah, rumah keluarga Kerthyasa. Di luar Pulau Bali, nama Maya tak sepopuler kakak laki-lakinya,
Tjok Gus, yang menikah dengan Happy Salma. Dia adalah putri bungsu Tjokorda Raka Kerthyasa (Tjok Ibah), bendesa dan kepala keluarga bangsawan Ubud.
 
Walau ibundanya dari Australia, darah Bali tetap mengalir di tubuhnya. Kecintaannya pada budaya dan kuliner Bali sudah tumbuh sedari kecil. Terpincut pada pesona dunia kuliner membuat Maya terjun menjadi seorang jurnalis sebuah majalah kuliner di Sydney.
 
Walau saat ini telah menetap di Ubud, ia tetap aktif menulis untuk majalah tersebut, khususnya tentang Bali. Kini Maya tengah mempersiapkan buku yang akan segera diluncurkannya. Ini adalah awal langkahnya untuk melestarikan resep masakan Bali, terutama resep kuno yang hampir terlupakan. Resep-resep ini dikumpulkan dan ia pelajari dari sang nenek (niang) yang kini berusia 93 tahun dan masih gesit meracik makanan sehari-hari di Puri Ibah.
 
Apa yang membuat dunia kuliner begitu menarik di mata Anda?
Saya banyak menghabiskan waktu masa kecil dengan bermain di Ibah, hotel orang tua saya di Campuhan, Ubud. Melalui itu, saya mengembangkan rasa cinta yang kuat terhadap dunia hospitality. Saya melakukan review restoran pertama ketika saya berusia sembilan tahun. Saya ingat sekali saat-saat itu. Sejak itu, saya terpesona pada restoran dan budaya makanan secara keseluruhan.
 
Sejak kapan Anda mulai tertarik pada budaya dan kuliner Bali?
Saya mulai tertarik pada makanan Bali ketika saya bekerja untuk Australian Gourmet Traveller Magazine di Sydney. Tiap kali saya pulang untuk liburan, yang ingin saya lakukan hanyalah makan masakan Niang. Dan, tiap kali saya meninggalkan Bali, saya merindukan rasa-rasa Bali. Rasanya, obsesi saya terutama berasal dari tempat yang penuh nostalgia, dan kemudian keinginan untuk berbagi masakan ini dengan seluruh dunia.
 
Apa yang membuat makanan Bali unik serta bagaimana keadaannya saat ini?
Keanekaragaman masakan Bali sangat menarik. Koneksi spiritual dan sosial, jumlah tenaga kerja yang digunakan ke tiap hidangan. Secara budaya, masakan Bali masih sangat hidup. Namun, cara kita makan sehari-hari berubah akibat lifestyle di Bali saat ini. Makin sedikit orang yang menanam, menangkap, dan memasak makanan mereka sendiri, dan itu jelas berpengaruh pada masakan secara keseluruhan. Terutama di perkotaan, beberapa resep kuno dan bahan-bahan pusaka mulai dilupakan.
 
Apa yang tebersit dalam pikiran Anda saat mendengar kata ‘Niang’ ?
Saya merasakan kehangatan. Kehangatan hatinya dan dapurnya. Kenyamanan yang saya rasakan dari masakannya. Dia telah mengajari saya untuk benar-benar sadar dalam segala hal yang saya lakukan, terutama ketika saya memasak. Sekarang saya lebih menghargai makanan rumah, bahan makanan yang ditanam sendiri dan langsung dimakan. Niang juga mengajari saya memasak dengan intuisi dan selalu dengan hati dan pikiran yang murni sebagai persembahan.
 
Apa harapan Anda pada kuliner Bali?
Saya berharap kuliner Bali dapat mempertahankan keragamannya, khasiatnya sebagai obat, serta ikatan spiritualnya. Dan saya harap ini dirayakan di seluruh dunia. (f)


Baca juga:
Alih Profesi, Kini Nicky Tirta Menekuni Dunia Masak

Tip Menyiasati Ruang Dapur Yang Sempit dari Joanna Lasmono



Topic

#bali, #ubud