Foto: Dok. Femina
Lomba Perancang Mode (LPM) diadakan oleh Femina Group mulai tahun 1979. Kompetisi ini adalah wadah pencarian bakat bagi para perancang muda di Indonesia. Para alumni yang jumlahnya ratusan menjadi nama desainer populer di industri mode Indonesia. Mereka menjadi style maker andal dan diperhitungkan yang turut mewarnai dan mengembangkan industri mode tanah air.
Begitu banyak fashion desainer ternama Indonesia mengawali karier dari ajang LPM. Nama-nama seperti Samuel Wattimena, Carmanita, Chossy Latu, Edward Hutabarat, Itang Yunasz, Musa Widyatmodjo, Albert Januar, Billy Tjong, Hian Tjen, Lulu Lutfi Labibi, Cynthia Tan, Imelda Kartini, Sally Koeswanto, Jeffry Tan, dan juga Tex Saverio mengawali karier dari ajang LPM.
Tahun ini, Femina kembali mencari talenta baru melalui Lomba Perancang Mode untuk ke-28 kalinya. Tema yang dipilih adalah Urban Identity. Para peserta ditantang untuk menginterpretasi desain busana ready to wear untuk gaya hidup urban dengan mengeksplorasi wastra dan atau budaya lokal. Peserta diperbolehkan untuk mengolah wastra lokal atau elemen budaya setempat menjadi elemen desain yang memberi kekuatan pada identitas rancangan.
Masing-masing peserta diberi kesempatan untuk mempresentasikan enam busana hasil karya mereka. Pada tahap semifinal, peserta diberi tantangan untuk membuat satu look sesuai dengan tema koleksi masing-masing, menggunakan dua potong busana dari Levi’s berupa atasan dan bawahan.
Kreativitas dan inovasi dari finalis dalam mengolah produk Levi’s itu juga menjadi salah satu yang dinilai para juri. Kreasi dari Levi’s itu nantinya juga akan dipamerkan di toko-toko Levi’s di Jakarta dan dilelang untuk disumbangkan ke lembaga sosial.
Para peserta Lomba Perancang Mode dapat berasal dari sekolah mode, pemerhati mode yang tidak mengenyam pendidikan mode secara formal, ataupun desainer atau wirausaha mode yang berjualan online. Minimum usia peserta adalah 18 tahun, WNI, di seluruh Indonesia.
Dewan Juri LPM tahun ini terdiri atas desainer; Edward Hutabarat (alumni LPM 1980), Musa Widyatmojo (alumni LPM 1990), Ferry Sunarto (alumni LPM 1995), Petty S. Fatimah (Pemimpin Redaksi dan CCO Femina), Erwin Suganda (Creative Director UBS), Melinda Babyana (CEO Argo Apparel Group), Adhita Idris (Country Head Marketing PT Levi Strauss Indonesia), Tan Yenman (Brand Manager Top White Coffee), Ai Syarif (Creatif Director Jakarta Fashion Week), Roberto La Iacona (Instituto Marangoni Milan Italia).
Dalam penjurian ketat, dewan juri akhirnya memilih 10 finalis dan telah melakukan penjurian final hari ini, 25 Oktober 2017, dan diumumkan pemenangnya dalam show khusus yang berlangsung hari ini di Jakarta Fashion Week 2018, Senayan City, Jakarta.
Inilah pemenang Lomba Perancang Mode 2017:
Pemenang I
Astika Suprapto (26), Tangerang
International Fashion Academy (IFA) Paris
Konsep: Misplaced
Misplaced menggambarkan puzzle perjalanan hidup sang desainer yang terus menerus hidup berpindah setelah mengeksplorasi dunia, merasakan hilang arah, dan disorientasi. Pada akhirnya, Indonesia tetap menjadi akar identitas sang desainer.
Koleksi brand AS menyasar pasar wanita Eropa dan warga diaspora Indonesia usia 20-35 tahun yang menyukai desain klasik dan fungsional. Astika membawa misi memperkenalkan kain dan budaya Indonesia pada konsumen Eropa lewat busana berdesain kontemporer yang dilengkapi informasi tentang sejarah kain nusantara. Proses produksi koleksi busana ready-to-wear ini dimulai dari proses desain di Paris dan produksi di Indonesia.
Pemenang II, presented by Top White Coffee
Caramia Sitompul (26), Jakarta
Fashion Institute of Technology, New York
Konsep: Positive City Vibes Only
Riuh rendah kehidupan metropolitan seperti Jakarta memberikan berbagai pengaruh dalam kehidupan sehari-hari Caramia sebagai warga dan desainer. Elemen-elemen khas Jakarta seperti mobil bajaj dan vibe lampu-lampu Jakarta di malam hari dikombinasikan dengan garis-garis yang dinamis dalam warna-warna cerah yang akan disukai oleh anak muda.
Koleksi brand TIORIA ini mengingatkan, bahwa gaya yang paling keren adalah gaya milik Anda sendiri. Ia memilih untuk menghadirkan inspirasi positif dan gaya pribadi dalam setiap koleksinya.
Pemenang III, presented by Levi's
Anthony Tandiyono (29), Jakarta
Royal Melbourne Institute of Technology Jakarta
Konsep: Sinful Light
Inspirasi budaya Betawi yang melebur dengan Peranakan Tionghoa dituangkan Anthony dalam perwainan warna dan detail. Memberikan keunikan pada garis rancangannya yang cenderung tegas.
Lewat rancangannya, sebagian berupa long coat dan celana, ia ingin menggambarkan wanita yang kuat dan mandiri namun tetap feminin.
Pemenang Favorit
Retnayu Jiwangga RPG (22), Surabaya
Arva Fashion School & Lasalle College Jakarta
Konsep: Order of The East
Dengan material wastra buatan tangan yang didapatkan lewat kerja sama dengan kelompok penenun lokal Sumba Barat, ia ingin menampilkan desain minimalis yang sederhana namun kaya detail. Kain nusantara pun bisa ringan dan nyaman dipakai dalam keseharian wanita aktif.
Lewat brand HET, berasal dari kata heterogen, ia ingin menunjukan kekayaan wastra Indonesia pada khalayak yang lebih luas sekaligus membantu pengerajin lokal dalam melestarikan warisan budaya.
Penilaian terhadap karya para finalis meliputi konsep desain, kreativitas, pengetahuan mode dan teknik pembuatan, daya pakai, daya jual, serta penampilan busana (dilihat dari hanger appeal dan penampilan saat diperagakan). Juga, akan dipilih pemenang favorit pilihan publik melalui SMS dan like di media sosial. Hadiah utama lomba ini adalah kursus fashion singkat di Istituto Marangoni.
Untuk mendorong pertumbuhan desainer yang memasarkan karya mereka lewat toko online, Top White Coffee tahun ini memilih tiga terbaik dari 20 semifinalis dan diberi kesempatan untuk menampilkan karyanya dalam show khusus di Atrium Senayan City saat pergelaran Jakarta Fashion Week 2018 berlangsung. (f)
Topic
#LPM2017, #JFW2018