Family
KTP untuk Si Kecil

29 Feb 2016


Fakta bahwa 56 juta anak, atau lebih dari 50% dari total populasi anak di Indonesia, tak punya akta kelahiran, mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk menerbitkan Kartu Identitas Anak (KIA). KIA ini bisa dianggap melengkapi akta kelahiran karena ada keterangan alamat di dalamnya.
           
erdasarkan Permendagri Nomor 2 Tahun 2016 tentang Kartu Identitas Anak, KIA terbagi 2 jenis, yaitu untuk anak yang berusia 0-5 tahun dan untuk anak 5 sampai 17 tahun yang belum menikah. Untuk anak dari warga negara Indonesia (WNI) yang baru lahir, KIA akan diterbitkan bersamaan dengan penerbitan akta kelahiran. Sedangkan untuk anak WNI yang belum berusia 5 tahun tetapi belum memiliki KIA, bisa mendaftar ke kelurahan/kecamatan dengan melengkapi persyaratan administratif yang bisa dilihat di situs www.kemendagri.go.id.
           
Pelaksanaan pendaftaran KIA ini baru mulai dilakukan pada Maret 2016. Rencananya, akan dilakukan secara bertahap dengan 50 kota di Indonesia yang akan menjadi percontohan penerbitan KIA. 

“Di tahap awal ini, pastinya akan sulit kalau harus menunggu inisiatif warga mendatangi kelurahan/kecamatan. Sehingga, Dirjen Pelayanan Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri sudah mulai mengumpulkan seluruh kepala dinas di seluruh Indonesia untuk membentuk tim yang nantinya akan menjemput bola mendatangi warga untuk pendataan dan pendaftaran,” jelas Mendagri Tjahjo Kumolo seperti dikutip dalam situs www.kemendagri.go.id.              
Warga tak perlu khawatir ini akan membebani biaya keluarga, karena biaya pembuatan KIA sepenuhnya ditanggung oleh APBN negara. Warga tak perlu membayar sepeser pun alias gratis. Untuk melaksanakan program ini, Kemendagri akan menggelontorkan dana sebesar Rp8 miliar lebih.

KIA ini nantinya bisa digunakan untuk berbagai keperluan administrasi seperti untuk keperluan berobat, transaksi keuangan, atau mendaftar sekolah sehingga mendorong anak jadi mandiri. Identitas ini juga sangat penting fungsinya ketika anak hilang di keramaian atau sebab lain, seperti penculikan anak atau child trafficking (penjualan anak untuk dieksploitasi atau prostitusi) ke luar negeri. Banyak anak di bawah umur yang bermigrasi untuk mencari kerja, di Indonesia ataupun di luar negeri, tidak mengetahui adanya bahaya child trafficking.
 
Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa kasus perdagangan anak cenderung mengalami peningkatan pada kurun waktu 3 tahun terakhir, dari 410 kasus pada tahun 2010 meningkat menjadi 480 kasus di tahun 2011 dan menjadi 673 kasus pada tahun 2012. 

Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa trafficking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Dengan adanya dokumentasi identitas yang jelas, diharapkan anak-anak yang ‘hilang’ dan menjadi korban ini juga bisa ditelusuri asalnya dan terhindar dari sindikat trafficking.(f)