Family
Dorongan Untuk Sempurna Memicu Depresi Pada Remaja, 4 Hal Ini Perlu Jadi Perhatian Orang Tua dan Pendidik

5 Jun 2018


​Foto: Pixabay
 

Belakangan ini media massa banyak mengekspos pemberitaan kasus bunuh diri pada remaja usia sekolah. Sebuah studi psikologi terkini Perfectionism Increasing Over Time: A MetaAnalysis of Birth Cohort Differences From 1989 to 2016 terbitan Psychological Bulletin (Desember 2017) menemukan meningkatnya dorongan mengejar kesempurnaan yang tidak sehat di antara orang muda dengan tahun kelahiran 1989 hingga 2016.
 
Dalam studi dijelaskan bahwa perfeksionisme merupakan gabungan antara standar pribadi yang sangat tinggi, bahwa “Saya harus sukses dalam segala hal” dan dorongan mengkritik diri secara berlebihan, yaitu jika “Saya tidak mencapai target, artinya saya gagal total”.
 
“Perfeksionisme seperti ini sangat tidak sehat dan bisa mengarahkan orang muda pada gangguan makan, depresi, tekanan darah tinggi, dan dorongan bunuh diri,” ungkap dua peneliti asal Inggris, Thomas Curran, Psikolog dari University of Bath, dan Andrew Hill, Psikolog dari York St. John University, yang melakukan studi tersebut.
 
Riset tersebut mengungkap bahwa kecondongan perfeksionisme yang tidak sehat ini seringkali muncul pada remaja yang merasakan tekanan besar untuk memenuhi harapan orang lain atau lingkungannya. Perfeksionisme ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, dan bukan melulu berasal dari tekanan orang tua.
 

Perkembangan media sosial dalam tiga dekade terakhir ikut membentuk bagaimana orang muda memahami perfeksionisme. Sebanyak 33 persen dari sekitar 40.000-an responden penelitian yang meliputi mahasiswa di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris, mengejar kesempurnaan untuk memenangkan pengakuan dari orang lain (teman, follower di media sosial, atau orang tua).

 
“Anak usia remaja sudah memiliki pemikiran yang lebih kompleks. Mereka mempunyai tuntutan-tuntutan pribadi yang cukup tinggi. Salah satunya yang terkait dengan bidang akademik. Apakah itu prestise bisa masuk di sekolah favorit, atau nilai yang tinggi di kelas. Bagi remaja, pencapaian ini penting untuk mendapat pengakuan dan diterima di lingkungan pergaulan,” ungkap Anna Surti Ariani, S.Ps., M.Si., Psikolog Anak & Keluarga dari Universitas Indonesia. 
 
Anna mengatakan bahwa ada beberapa hal yang bisa diupayakan bersama oleh orang tua dan pihak pendidik di sekolah dalam mencegah berkembangnya sindrom perfeksionisme tidak sehat di antara orang muda.
 
1/ Berikan pengakuan dan konfirmasi terhadap perjuangan berat yang harus dilakukan oleh anak atau murid Anda dalam menghadapi tantangan di luar. Termasuk tekanan yang datang saat mereka melihat kesuksesan orang lain, sementara mereka masih berjuang. Katakan, bahwa tekanan perasaan seperti ini tidak hanya mereka rasakan, tapi juga Anda rasakan, dan dirasakan semua orang. Bahwa mereka tidak sendirian.
 
2/ Tawarkan dengan tulus, apa yang bisa Anda lakukan untuk meringankan tekanan dan rasa khawatir mereka. Apakah melalui bantuan teknis, atau hanya menjadi pendengar yang baik bagi keluhan-keluhan mereka tanpa bersikap menghakimi.
 
3/  Sadarilah bahwa tidak mudah meredam energi kecemasan. Dalam hal ini, Anna menyarankan untuk mengalihkan energi kecemasan yang berlebihan ini dengan melakukan aktivitas tertentu. Apakah itu aktivitas olah raga, bahkan semudah melompat-lompat di tempat.
 
4/ Berhenti membanding-bandingkan anak, atau memberikan target pencapaian tertentu. Terutama ketika anak sudah diserang kecemasan. Sebaliknya, ubah orientasi berpikir mereka dari hanya mengejar hasil menjadi menghargai proses.

Bahwa kesungguhan mereka dalam mengusahakan sesuatu jauh lebih bernilai daripada hasil akhir yang menjadi target mereka. Bahwa sebagai orang tua dan pendidik di sekolah, Anda akan tetap bangga dan memberikan dukungan terbesar terhadap mereka, apa pun hasilnya. (f)


Baca juga:

Gejala Depresi dan Gangguan Depresi

Orang Tua Harus Peduli, 6 Perubahan Perilaku Ini Tanda Anak Stres Menghadapi Ujian
4 Cara Melatih Anak Lebih Disiplin Tanpa Memberinya Hukuman


Topic

#psikologi