
Menurut psikolog Tika Bisono, liburan outdoor merupakan one-stop edutainment yang bisa mengasah beragam kecerdasan anak hanya dalam sekali waktu. Selain spasial dan intrapersonal, setidaknya ada lima kecerdasan lain yang juga dipertajam melalui aktivitas liburan di alam, yaitu naturalistik, spiritual, linguistik, interpersonal, dan intrapersonal.
Semua sensasi yang memunculkan kekaguman si kecil saat menyaksikan keindahan alam ikut membantu kecerdasan intrapersonalnya. Sebab, di dalam prosesnya, melibatkan dialog pribadi anak dengan dirinya sendiri. Namun, semua sensasi alam yang menstimulus pancaindra anak ini akan lewat begitu saja, dan kurang berdampak jika tidak dibarengi peran aktif orang tua. Bentuk kekaguman anak terhadap alam bisa menjadi jendela ibu dan ayah untuk mengasah beragam kecerdasan tadi.
Alam menyediakan tempat yang luas untuk bergerak. Alam juga menawarkan ekspresi emosional yang seluas-luasnya. Mereka bisa berteriak bebas, berlarian ke sana kemari, dan bebas beraktivitas. Alam juga menyediakan hal-hal yang tidak sepenuhnya bisa dimanipulasi oleh manusia. Tak peduli seteratur apa rencana Anda, masih ada kemungkinan yang sifatnya betul-betul alamiah dan di luar agenda.
”Dalam kondisi inilah orang tua dan anak dilatih untuk selalu berada dalam kondisi siaga, baik dalam keadaan terjepit ataupun menghadapi kejutan-kejutan. Akhirnya, kita terlatih untuk punya contingency plan. Kalau rencana A terhambat, masih ada rencana B, dan seterusnya,” papar Tika.
Namun, apa yang mendadak ini justru bisa memacu munculnya kreativitas. Kejutan-kejutan, seperti salah perhitungan, kondisi cuaca, peristiwa di luar rencana, ini menurut Tika akan menggerakkan refleks, inisiatif, dan team work dalam diri anak.
Ketika asyik bermain bola di rumput, tiba-tiba hujan deras turun. Maka, orang tua dan anak bisa bekerja sama memikirkan permainan asyik lain yang bisa mereka nikmati sambil menunggu hujan reda. Atau, saat membangun tenda, misalnya, karena tak ada palu, maka orang tua bisa mengajak anak untuk mencari alat lain yang bisa dipakai untuk menancapkan pasak.
”Anak seolah diajak menjadi 'Mac Gyver' cilik yang mampu melihat peluang di tengah situasi terjepit dan kreatif memanfaatkan benda-benda di sekitarnya,” tambah psikolog ini. Selama prosesnya, tanpa disadari anak dilatih untuk mengungkapkan buah pikiran secara lisan (linguistik) dan berinteraksi dengan orang lain (interpersonal). (f)