
Foto: Dok. Femina
Terbit lebih dulu dalam bentuk cerita bersambung versi digital yang diterbitkan Bookslife di awal tahun 2018, novel Aroma Karsa telah laris diunduh oleh 2000 orang.
Baru pada pertengahan Maret ini, novel ke-12 karya Dee Lestari ini dicetak dan didistribusikan di toko buku. Sebelum beredar, buku ini telah laris sebanyak 10.000 eksemplar saat masa pre-order! Karya Dee memang menjadi salah satu karya yang paling dinanti-nantikan.
Butuh waktu menunggu hingga dua tahun lamanya setelah rilis seri terakhir Supernova: Inteligensi Embun Pagi, penggemarnya bisa menikmati lagi karya penulis yang memiliki nama asli Dewi Lestari ini.
Baru pada pertengahan Maret ini, novel ke-12 karya Dee Lestari ini dicetak dan didistribusikan di toko buku. Sebelum beredar, buku ini telah laris sebanyak 10.000 eksemplar saat masa pre-order! Karya Dee memang menjadi salah satu karya yang paling dinanti-nantikan.
Butuh waktu menunggu hingga dua tahun lamanya setelah rilis seri terakhir Supernova: Inteligensi Embun Pagi, penggemarnya bisa menikmati lagi karya penulis yang memiliki nama asli Dewi Lestari ini.
Kisah novel Aroma Karsa bertutur tentang perburuan bunga sakti Puspa Karsa yang konon mampu mengendalikan kehendak. Raras Prayagung yang mengetahui perihal bunga ini dari sebuah lontar kuno akhirnya bertemu dengan Jati Wesi, si peracik parfum yang tumbuh dan besar di TPA Bantar Gebang.
Benih cinta tumbuh di hati mereka dan Jati semakin terseret dalam kehidupan Raras dan keluarganya.
Plot novel ini secara acak membawa pembaca kembali ke masa lalu dan masa depan, membuat pembaca semakin penasaran. Semakin intim hubungan Jati dan Raras, semakin banyak misteri tentang dirinya dan masa lalunya yang ia temukan.
Novel ini banyak mengeksplorasi indera penciuman sehingga Dee pun merasa butuh melakukan riset mendalam agar pembaca bisa memiliki efek kuat dalam petualangannya bersama tokoh cerita dan larut dalam petualangan, misteri, mitologi, epigrafi, persabatan, keluarga, dan romansa dalam novel setebal 724 halaman ini.
“Saya telah melakukan riset mendalam sejak November 2016 untuk pembuatan novel ini. Proses menulis draf pertamanya sendiri ditulis selama 9 bulan sejak Januari 2017 yang dilakukan simultan dengan proses riset,” ujar Dee.
Proses riset panjang yang dilakukannya antara lain kursus meracik parfum di Nose Who Knows di Singapura dan kunjungan ke TPA Bantar Gebang.
“Menulis itu ibarat melukis kanvas. Jika tidak melihat sendiri maka akan sulit menggambarkan. Di Bantar Gebang saya bisa melihat langsung bagaimana dinamika kehidupan pemulung di sana. Ternyata mereka juga mengalami proses adaptasi. Bagi pemulung baru, mereka bisa muntah-muntah dulu karena tak tahan dengan aroma sampah, enggak makan selama satu minggu, sebelum akhirnya terbiasa mengerjakan pekerjaannya,” kisah Dee.
Petualangan aroma lainnya adalah saat ia mengambil kursus meracik parfum selama satu hari penuh di Singapura.
“Saya baru tahu bahwa sebuah aroma bisa menjadi wangi karena terdiri dari banyak unsur. Bisa jadi kalau suatu unsur berdiri sendiri ia malah tidak akan wangi. Misalnya seperti muntah ikan paus yang baunya amis tajam, tetapi ketika dicampur dengan unsur lain ia bisa mengikat unsur aroma terkuat untuk bisa bercampur dengan unsur aroma yang paling lemah,” katanya.
Selain ke kedua tempat tersebut, Dee juga menggali informasi hingga ke Gunung Lawu.
“Novel ini berbau mistis dari legenda kuno zaman Majapahit. Jadi saya pikir lokasi terasing namun penuh mistik yang paling bisa mewakili sesuai kebutuhan jalan cerita adalah Gunung Lawu. Ribuan orang naik ke Gunung Lawu setiap malam tanggal satu suro karena percaya bisa mendapat berkah. Di sana saya mewawancarai juru kunci terkait mitos, mistis, dan jalur tengah yang ditempuh para pencari berkah ini,” ungkapnya. (f)
Baca juga:
Dilan 1990, Ketika Ucapan-Ucapan Gombal Dilan Terdengar Puitis dan Bikin Baper
3 Buku Pilihan Minggu Ini: Cantik itu Luka Hingga Happy Yummy Journey
10 Buku Puisi Pilihan untuk Merayu Si Dia
Topic
#DewiLestari, #Buku