Career
Sentuh Emosi Konsumen dengan Cerita Menggugah dan Kiat Membangun Emosi dalam Storytelling

8 Nov 2016


Iklan produk asuransi dari Thailand yang sempat viral beberapa waktu lalu adalah salah satu contoh storytelling yang berhasil menyentuh emosi. Jalan ceritanya yang dekat dengan kehidupan  membuat audiensi mudah untuk berempati. Ayah yang berjuang untuk anaknya, ibu angkat yang menyelamatkan anak-anak jalanan, atau pria yang melakukan kebaikan-kebaikan kecil dalam kesehariannya. Tidak ada kesan berjualan dalam iklan tersebut, namun ada nilai yang berhasil disampaikan kepada penontonnya.
             
“Bagaimana satu kisah diceritakan, kembali lagi pada bagaimana brand manager menciptakan nilai produknya. Untuk menciptakan nilai, ia harus tahu cara pandang konsumen dan mengenal perilaku konsumen terhadap produk tersebut. Sehingga, saat membangun ‘dongeng', konsumen akan langsung menangkap pesan atau nilai yang disampaikan,” kata Ina Agustini Murwani, Deputy Head of Program MM Creative Marketing Binus Business School.
           
Ceritanya memang tidak selalu mengharukan. Kadang-kadang ada juga yang lucu, berupa metafora, eksperimen publik, atau bahkan life hacks, namun tetap mampu membangun emosi. Pada iklan sabun pencuci tangan, misalnya. Konsumen akan merasa iklan berupa tip mencuci tangan yang benar lebih bermanfaat dari sekadar data dan fakta soal jumlah kematian akibat penyakit sanitasi. Saat cerita dan nilai yang disampaikan positif, maka respons audiensi juga akan positif karena pada dasarnya manusia menyukai cerita yang bagus.
           
Menurut Ina,  tiap produk pasti punya cerita. Tapi, yang menjadi perbedaan adalah adanya keterlibatan emosi dalam storytelling. Membangun storytelling memang butuh waktu karena harus menarik dan disesuaikan dengan kebutuhan target konsumen kita. “Ibaratnya, anak laki-laki tidak akan tertarik jika dibacakan dongeng soal Cinderella, misalnya. Begitu juga dengan marketing, kita harus tahu jenis cerita apa yang disukai, dan dalam prosesnya kita memberikan alasan kenapa mereka harus memilih brand kita. Intinya, kita memberikan fakta dan manfaat yang dibungkus emosi,” jelasnya. (f)


Topic

#StoryTelling