Career
Ini Cara Mengenali Emosi Dominan Anda untuk Mendorong Semangat Kerja

17 Jan 2018


Foto: Fotosearch

Kara (29) adalah seorang rising star executive di kantornya, sebuah perusahaan consumer good. Kepintaran dan kegesitan di lapangan yang membuat Kara berhasil menjadi pimpinan di usia yang relatif muda. Sebetulnya, tak ada kolega atau staf yang mempertanyakan posisinya saat ini, tapi ada satu hal yang mengganggu diri Kara, yaitu ia mudah naik darah.
 
Kemarahan Kara gampang tersulut, entah itu ketika ia merasa atasannya mengabaikan pendapatnya, anak buah yang tidak mengerjakan tugas sesuai arahan, atau kolega yang ia rasa tidak bekerja keras seperti dirinya atau timnya. Karena ia sering kehilangan kontrol untuk rasa marahnya, ia pernah dinasihati oleh atasannya agar bisa menahan diri.
 
Nasihat dan masukan itu memang membuat Kara berusaha keras untuk menekan rasa marah. Namun, lama-lama ia merasa bahwa apa yang ia lakukan itu seperti memadamkan inti kepribadiannya. Ia merasa seperti menjadi bukan Kara lagi. Ketika menyadari hal itu, Kara justru merasa lebih marah dan kecewa.
Menurut Susan David dan Christina Congleton dalam artikel Managing Yourself: Emotional Agility yang terbit di Harvard Business Review, sering kali pemimpin-pemimpin yang smart, berbakat dan sukses juga ‘tersangkut’ dalam pikiran-pikiran dan emosi mereka.
 
Kara misalnya, dia ‘meledak’ oleh kemarahan yang kemudian membuatnya frustrasi karena seperti  memiliki kepribadian terbelah ketika ia berusaha untuk menekan rasa marahnya. Karena itu, menurut David dan Congleton, seseorang harus bisa melepaskan ‘kait’ tersebut. Ada beberapa langkah yang harus ditempuh, dan yang pertama adalah mengenali pola-pola emosi diri kita dari perasaan apa yang berulang-ulang muncul.
 
Menurut Vina G. Pendit, Direktur Daya Lima, lembaga konsultan SDM, dari semua ‘baju’ emosi yang kita miliki, kita memang harus mengenal emosi apa yang dominan. Bila tidak, kita bisa mislead. Maksudnya, kita akan terjebak pada emosi yang itu-itu saja, tanpa memberi kesempatan pada emosi lain yang kita miliki untuk muncul.
 
Bagaimana mengenali emosi dominan? Sama seperti saran David dan Congleton, menurut Vina, sebenarnya mudah sekali. “Reaksi seseorang untuk berespons terhadap berbagai situasi akan mengikuti suatu pola yang cenderung diwarnai emosi tertentu,” ujar Vina.
 
Seperti contoh, kembali ke peristiwa pindah kantor yang akan ditanggapi dengan emosi yang berbeda antara orang yang didominasi oleh emosi marah, kecewa, dan kesal dengan orang yang punya emosi yang lebih beragam. Orang yang penuh dengan emosi sedih, kecewa, dan marah akan memandang pindah rumah sebagai suatu petaka, kesulitan, kesusahan, dan kecapekan (karena harus ngurusin ini itu).
 
Dengan mengenali emosi yang sering kali muncul di berbagai peristiwa – bila perlu mencatat emosi apa yang kita lakukan ketika suatu peristiwa terjadi - maka akan terlihat emosi apa yang dominan dan berulang muncul.
 
“Pertanyaan adalah apakah emosi yang muncul berulang itu menguntungkan saya? Membuat saya bahagia? Membantu saya menjadi lebih mudah? Jika lebih banyak jawaban ‘tidak’, maka itu berarti emosi tersebut tidak menguntungkan. Emosi tersebut membebani saya, menambah rumit persoalan dan membuat saya tidak bahagia,” kata Vina.
 
Namun, Vina menyadari, tidak mudah bagi seseorang untuk menerima bahwa emosi tertentu telah mendominasi hidupnya. “Beberapa orang mencoba melakukan meditasi, perenungan diri, hening dan mencoba mendengarkan diri sendiri untuk bisa mengenali emosi apa yang sedang berkecamuk saat itu,”
kata Vina, yang menyarankan bantuan dari profesional untuk mengenali emosi dominan.
 
 Acceptance ini bisa membuat seseorang mengelola emosinya dengan baik. Katakanlah emosi yang dianggap tidak baik, pemarah misalnya. Bila dikelola dengan baik, maka tetap akan menguntungkan. “Dengan menggunakan prinsip lemari ‘baju’, maka orang dapat menggunakan emosi marahnya di saat yang tepat dengan cara yang tepat pula,” kata Vina. Contohnya, kita memang harus marah bila anak buah kerjanya lelet dan semau gue. Jangan karena ingin dicap sebagai bos yang baik, maka kita menekan emosi marah.
 
“Marah itu sangat boleh untuk situasi yang tepat, kepada orang yang tepat, di waktu yang tepat pula,” kata Vina. Begitu pula dengan sabar, ada konteksnya. Membiarkan deadline tidak tercapai karena kita sebagai atasan tidak menggunakan ‘baju’ emosi tegas saat menagih pekerjaan anak buah, juga bsia bermasalah. Di sinilah pentingnya seseorang tepat memilih ‘baju’ yang akan ia kenakan pada tiap kondisi yang sedang dihadapinya.(f)


Baca juga:
Emosi Tidak Selalu Negatif
Sering Merasa Emosi? Cegah Dengan Tidur
Amarah Anda Sering Meledak? Cek 5 Cara Mudah Meredam Emosi Ini



Konsultan: Vina G. Pendit, Direktur Daya Lima, lembaga konsultan SDM


Topic

#emosinegatif

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda? 

https://www.helpforassessment.com/blog/style/ https://www.baconcollision.com/css/ https://seomush.com/ https://radglbl.com/ https://stmatthewscommunityhall.co.uk/vendor/ https://www.bgquiklube.com/style/ https://proton.co.ke/css/ https://www.888removalist.com.au/vendor/ https://quill.co.id/js/ https://aniworld.com.de/css/ https://gmitklasiskupangbarat.or.id/js/ slot gacor สล็อตออนไลน์" เว็บตรงสล็อต MAX33 คาสิโนออนไลน์ MAX33 สล็อตเว็บตรง