Blog
Menonton Asian Games 2018, Mengapa Kita Rugi Bila Melewatkannya?

29 Aug 2018


Foto-foto: Desiyusman Mendrofa
 
Selasa, 28 Agustus 2018. Ya, Asian Games sudah berlangsung lebih dari seminggu dan saya baru hari itu datang ke Gelora Bung Karno (GBK) untuk menonton langsung pertandingan olahraga negara-negara se-Asia ini.
 
Bukan, bukan untuk menonton bulutangkis, yang jadwalnya hari itu final tunggal putra antara pemain China Taiwan Chou Thin Chen melawan Jonatan Christie yang gemar copot kaos usai pertandingan, yang hari-hari ini menjelma bak bara panas yang melelehkan banyak hati dedek-dedek gemes gen Z, kakak-kakak millenials maupun tante-tante gen X. 
 
Meski bulutangkis menjadi cabor favorit, namun saya ingin menonton volley ball putra di babak quarter final yang akan menggelar 4 pertandingan.
 
Kenapa volley ball? Mungkin karena sejak kecil saya terbiasa menonton pertandingan bola voli. Hari ini, tim Indonesia juga akan bertanding melawan tim Korea Selatan (duh, dilematis, antara nasionalisme harus mendukung Rendi Tamamilang, andalan tim Indonesia yang berasal dari Klub Samator Surabaya atau ‘nasionalisme’ sebagai penggemar drakor harus mendukung oppa-oppa?)
 
Saya membeli tiket secara online sebelum Opening Ceremony. Waktu itu, saya beli di Kiostix, tapi gagal-gagal melulu. Kemudian setelah beberapa hari mencoba terus, dari Kiostix dialihkan ke Blibli.com. Setelah membayar, dua hari kemudian saya mendapatkan e-mail berisi barcode untuk masuk ke arena. Waktu itu, mungkin karena sebelum Opening Ceremony yang sangat membius dan membangkitkan semangat, membeli tiket rasanya tidak terlalu sulit. Sekali klik, langsung dapat.
 
Pertandingan pertama men’s quarterfinal Volley Ball akan dimulai pukul 10.00 pagi di Lapangan Tennis Indoor. Pukul 09.00 saya sudah sampai di depan Gate 5, karena menurut informasi barcode harus ditukar dengan tiket di sana. Dari Gate 5 untuk menuju Tennis Indoor bisa dengan shuttle, yaitu bus Transjakarta yang dioperasikan secara gratis. Bus ini akan berkeliling dari satu venue ke venue lain di dalam GBK. Tapi, begitu sampai Gate 5, ternyata petugas mengatakan kalau saya tidak perlu tukar tiket, cukup menunjukkan barcode di depan pintu masuk kepada petugas untuk di-scan.
 
 
Jangan segan untuk bertanya, karena petugas banyak berkeliaran di sana, dan mereka dengan senang hati akan memberikan informasi yang kita butuhkan. Cari saja, petugas yang berkaos oranye merah atau petugas yang berkaos putih dengan logo Asian Games.
 
Sampai depan Tennis Indoor, suasana masih sepi. Matahari sudah mulai terik memang. Tanpa harus antre, saya bisa masuk ke halaman Tennis Indoor, setelah terlebih dahulu tas dimasukkan mesin x-ray. Ada banyak booth di depan, jadi bisa beli minuman atau camilan dan mi instan cup yang lengkap disediakan air panas untuk menyeduh. Satu paket seharga 15.000 isi 3 cup dengan rasa khas Indonesia seperti tekwan atau garang asem.
 
Menjelang pukul 10, pemain di pertandingan pertama, yaitu Myanmar vs Thailand sudah mulai pemanasan di lapangan. Karena masih sepi, saya bisa ambil tempat duduk paling depan, di sisi yang memungkinkan saya bisa ber-high five dengan pemain usai pertandingan saat mereka berjalan kembali ke ruang ganti. Hore…
 
Penonton yang masih sedikit itu didominasi anak-anak sekolah yang datang berombongan. Sepertinya anak-anak SMP dan SMA. Seru sekali ulah mereka mendukung tim. Dan, dedek-dedek gemez itu menyoraki pemain-pemain yang mereka sukai. Dadah-dadah tangan, melambai-lambaikan kipas atau apapun yang mereka pegang untuk menarik perhatian pemain. Beberapa pemain dari Pakistan, India, Thailand juga Myanmar bisa tersenyum dan membalas lambaian penonton, tapi saya melihat pemain tuan rumah justru yang mahal banget senyumnya. Yah, mungkin mereka memang sedang fokus pada pertandingan.

Karena kelas Asia, pertandingan memang berlangsung seru. Suguhan ramuan teknik, strategi dan stamina pemain membuat penonton tak henti-henti bersorak, setiap poin dicetak masing-masing tim. Sungguh pertandingan demi pertandingan yang teramat sayang untuk dilewatkan.
 
 
Pukul 14.00, saat pertandingan antara India vs Pakistan masuk ke set ketiga (dengan posisi Pakistan unggul), saya keluar dari Tennir Indoor karena ingin melihat suasana GBK secara keseluruhan. Saya berjalan mencari shuttle, dari Gate 1 (gate terdekat Tennis Indoor) menuju Gate 6, untuk melihat-lihat suasana.

Setelah makan siang, penonton mulai berdatangan. Suasana mulai ramai. Tua muda, laki perempuan. Sendirian, berdua, bertiga maupun rombongan demi rombongan -termasuk anak sekolah- berdatangan, saling bercanda, berfoto-foto atau selfie di umbul-umbul maupun signage Asian Games.     
 
Sungguh, siang itu, di tengah teriknya matahari akhir Agustus, saya menangkap kegembiraan, juga kebanggaan dari wajah-wajah penonton yang berdatangan. Saya pun senang, karena bisa merasakan sendiri energy of Asia, seperti yang menjadi semboyan ajang olahraga se-Asia ini.
 
 
Kalaupun Anda tidak mendapatkan tiket pertandingan yang mungkin sudah sold out, atau Anda terlalu malas untuk antre tiket on the spot, datang menikmati suasana di GBK juga sudah sangat menyenangkan. Anda bisa masuk dengan membeli tiket seharga Rp10.000 yang bisa didapatkan di loket tiket Gate 4, 5, 6 dan 7. Anda toh bisa hanya belanja souvenir di Zona Bhin bhin, Zona Kaka, dan Zona Atung atau mencoba festival kuliner di sana. Di Zona Bhin bhin juga ada live music yang berganti-ganti setiap hari penampilnya.
 
Menurut saya, sayang sekali bila kita melewatkan kesempatan untuk menonton ajang ini. Ajang yang mungkin tidak bisa kita dapati 15 atau 20 tahun mendatang, bila melihat Indonesia pernah menjadi tuan rumah pada tahun 1962. Apalagi, kalau keputusan untuk tidak ikut kegembiraan pesta olahraga ini hanya dikarenakan preferensi politik. (f)

Baca Juga:
8 Aksi Seru Penonton Asian Games 2018 Dalam Bidikan Lensa Kamera
Tonton Ini Di Asian Games 2018 Setelah Bulutangkis Selesai

 


Topic

#asiangames2018