
Mama ‘Pejabat’ Komite
Memang, kini bukan hal aneh kalau kita melihat orang tua murid --khususnya para mama-- sering terlihat di sekolah. Berawal dari bertemu saat antar-jemput anak di sekolah, sembari menunggu jam sekolah usai mereka saling berkenalan, ngobrol tentang anak, rumah, ngerumpi, lalu sebagian ada juga yang sekalian berjualan hingga arisan.
Namanya wanita, yang dibicarakan pasti macam-macam. Bisa saja kan kalau putra-putri mereka sekelas, tentu obrolan jadi lebih nyambung. Lalu dari pergaulan itu terbentuklah beberapa kelompok.
“Jangan heran, mereka biasanya punya kelompok arisan sendiri, punya dress code di hari tertentu, atau bahkan punya acara jalan-jalan sendiri dengan anak-anaknya,” cerita psikolog Anna Surti Ariani, tentang fenomena para mama di sekolah.
Psikolog yang akrab disapa Nina ini menambahkan, ada juga sekolah-sekolah yang punya tempat khusus untuk mereka berkumpul. Misalnya, cerita Nina, di sekolah anaknya, ada yang disebut Mama’s Corner dan Nanny’s Corner. “Mama’s Corner tempatnya lebih nyaman, tersedia air panas, kopi, dan teh, sedangkan Nanny’s Corner, ya, tempat mbak-mbak berkumpul,” cerita Nina, tertawa. Nah, jika ingin kenal dan akrab dengan mama yang lain, silakan bergabung di Mama’s Corner. “Tapi, ini bukan istilah resmi, lho. Ini, sih, buatan ibu-ibu sendiri saja,” tukas Nina.
‘Tampilnya’ kumpulan mama ‘aktivis’ ini di sekolah juga disatukan oleh kepentingan sekolah yang mewadahi para orang tua murid lewat pembentukan komite sekolah. Hal ini dibenarkan oleh pendiri dan Managing Director Sekolah HighScope Indonesia, Antarina S.F Amir. “Banyak, lho, yang dilakukan para mama di sekolah. Salah satunya adalah keterlibatan mereka dalam kegiatan sekolah.” Jadi, sebelum berpikir bahwa para mama itu cuma ngerumpi enggak penting, lebih baik Anda cek-cek dulu, apa saja yang mereka kerjakan.
Menurut Antarina, kegiatan di sekolah itu amat banyak. Keterlibatan para orang tua jelas sangat membantu, baik untuk kelancaran acara atau untuk kemajuan anak-anaknya. Antarina memberi contoh, Sekolah HighScope yang ada bukanlah organisasi Persatuan Orang tua Murid dan Guru (POMG), melainkan Sekolah HighScope Indonesia Parents Association. Anggotanya adalah murni orang tua murid.
Komite orang tua murid ini biasanya beranggotakan wakil orang tua murid dari tiap kelas. Dari semua perwakilan akan dipilih pengurusnya. Tugas komite itu tidak mudah. Komite harus bisa melakukan koordinasi antara orang tua, murid, guru, sekolah, hingga yayasan. Mereka harus bisa menjadi jembatan di antara semua pihak.
Tak heran jika di rapat pemilihan pengurus di awal tahun ajaran baru, yang biasanya terpilih, ya, yang sudah berpengalaman. Sekali dipilih, pasti terpilih lagi untuk periode berikutnya. “Saya saja sudah terpilih selama empat periode. Tapi, enggak papa, itung-itung mengurus anak sendiri,” kata Metty Deviana.
Metty menambahkan, kegiatan komite tak hanya rapat-rapat serius yang berhubungan dengan sekolah. “Karena sudah akrab, kami bikin arisan. Buat seru-seruan, biasanya suka ada dress code khusus,” ujar Metty. Tak jarang, mereka pergi bersama di luar jam sekolah, misalnya, membawa anak-anak berenang bareng.
Menurut Antarina, bagi sekolahnya, komite adalah partner sekolah. Karena itu, sekolah memberikan fasilitas untuk memudahkan komite bekerja, seperti menyediakan ruangan untuk komite di sekolah, serta bantuan dana.
“Asal bukan untuk mengubah kurikulum, kami membutuhkan masukan dari komite akan apa yang terjadi di lapangan, juga yang sedang tren dibicarakan anak-anak dan orang tua di rumah,” tambah Antarina.(ARGARINI DEVI)