
Foto: Dok. Pribadi
Di Indonesia, mungkin belum ada data yang menggambarkan berapa persentase wanita di dunia mining dan migas. Padahal, salah satu program Nawacita yang dicanangkan Presiden Joko Widodo adalah menuntaskan ketidakadilan dan diskriminasi dalam akses kesempatan kerja. Berikut ini Rita Agustina (39), Technician of Reliability Engineering Medco E&P, Sumatra Selatan, menceritakan pengalamannya menjalankan peran ibu dari jauh.
Apa yang sehari-hari Anda kerjakan di lapangan?
Tugas utama saya adalah mengatur pengelolaan dan pemeriksaan mesin-mesin di berbagai unit, seperti genset dan compressor. Ketika tiba saatnya sebuah mesin diperiksa, maka saya akan mendapatkan notifikasi dari sistem komputer dan harus segera meluncur ke lapangan. Waktu tempuh dari kantor ke lapangan bisa 6 jam. Tidak jarang saya harus melewati jalan rusak yang akan banjir ketika hujan. Selain itu, saya juga melakukan condition monitoring, yakni pengecekan rutin tiap bulannya untuk memastikan kondisi mesin dalam keadaan prima.
Ada catatan khusus bagi wanita yang ingin bekerja di bidang ini?
Sebagai teknisi mesin, seperti saya, harus memiliki keinginan untuk terus belajar, sebab bidang saya bertanggung jawab terhadap seluruh jenis mesin yang digunakan oleh berbagai unit perusahaan. Karakter wanita yang cenderung lebih teliti menjadi nilai tambah, misalnya saat pemeriksaan baut pada mesin dan pendataan spare part. Biasanya, untuk jadwal dan pencatatan, saya rapikan dan seragamkan kata-katanya agar lebih mudah melakukan pengecekan data. Selain itu, harus bisa membawa diri, karena tiap hari berinteraksi dengan pria.
Pengalaman tak terlupakan selama bekerja di lapangan?
Dalam satu bulan saya harus pergi ke lapangan selama 20 hari untuk mengecek 25 lokasi stasiun yang tersebar di Lagan, Musi Rawas, Muara Enim dan Pali, Sumatra Selatan. Pernah, saat melewati hutan Sumatra untuk menuju stasiun pengeboran, mobil saya terjebak di dalam lumpur dan tak bisa bergerak. Ditambah lagi, pada waktu itu, karena berada di tengah hutan, ponsel saya tidak dapat menangkap sinyal. Akhirnya saya dan seorang rekan harus menunggu bantuan selama berjam-jam di dalam mobil tersebut hingga hari hampir gelap. Lumayan deg-degan karena bisa saja gajah ataupun harimau datang. Tapi, saya memotivasi diri untuk tetap berani karena, meskipun wanita, saya tidak ingin diistimewakan.
Mengapa memilih jurusan teknik?
Banyak wanita yang masih menganggap bahwa profesi saya ini tidak cocok untuk wanita karena keras. Tapi, setelah menyelesaikan studi teknik elektro di Universitas Sriwijaya, Palembang, nyatanya tidak sesulit yang saya bayangkan. Lagi pula, banyak anggota keluarga besar saya yang bekerja di industri migas, sehingga saya pun sudah tidak asing dengan berbagai istilah minyak dan mesin. Untuk meningkatkan kualitas diri, saya banyak membaca buku tentang mesin dan mencari informasi dari berbagai media. Terkadang jika diperlukan, saya akan datang ke perusahaan pembuat mesin tertentu.
Bagaimana Anda membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga?
Saya memiliki 14 hari kerja dan 7 hari libur. Meninggalkan anak dan suami tidaklah mudah, terlebih lagi suami saya juga jarang di rumah karena memiliki profesi yang sama seperti saya. Ketika anak berusia 1,5 bulan, saya harus rela meninggalkannya karena harus kembali ke lapangan. Kini, dengan adanya teknologi, masalah komunikasi lebih teratasi. Saya bahkan memasang alarm khusus untuk mengingatkan waktu anak saya berangkat dan pulang sekolah serta pergi les. Di waktu-waktu tersebutlah saya melakukan video call atau sekadar menelepon untuk mengikuti perkembangannya. (f)
Baca juga:
Mutiara Yunazwardi, Merasakan Serunya Jadi Desainer Pipa dan Lahan
Kembali ke Pilihan Karier Impian, Kenapa Tidak? Ini Saran Pakar
Sudah Lama Tak Bekerja dan Ingin Kembali Ke Dunia Kerja? Masih Ada Peluang!
Topic
#wanitakarier