Foto: CF
Tema ‘Hapuskan Perkawinan Anak Perempuan’ dipilih atas dasar keprihatinan terhadap tingginya praktik pernikahan anak perempuan di Indonesia. Sebab, saat ini Indonesia tercatat menduduki peringkat ke-2 tertinggi, setelah Kamboja, untuk perkawinan anak. Bahkan, data Badan Pusat Statistik tahun 2008 menunjukkan 34,5 persen anak perempuan di Indonesia menikah saat usia mereka belum 19 tahun.
“Perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia karena sudah pasti merampas hak anak untuk bermain, bersekolah, bergaul, dan berbahagia,” ujar Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, MPH selaku pakar kesehatan masyarakat pada pidatonya malam itu. Ia juga menekankan, perkawinan anak terkait erat dengan pendidikan rendah yang membuat mereka sulit mencari pekerjaan layak sehingga menyebabkan kemiskinan berkelanjutan.
Selain masalah sosial dan ekonomi, perkawinan anak juga berisiko menimbulkan gangguan kesehatan seperti bayi lahir cacat dan malnutrisi. Sementara risiko untuk ibu adalah gangguan fungsi alat reproduksi, keguguran berulang, infeksi, kanker mulut rahim, dan kematian.
Sri Wahyuningsih, yang biasa dipanggil Yuni, merupakan guru Pendidikan Kewarganegaraan yang sangat populer di Bondowoso. Bukan hanya karena dedikasinya pada pekerjaan, tetapi juga karena perannya yang menonjol karena kepiawaiannya dalam menyampaikan informasi kesehatan reproduksi dan pesan-pesan pencegahan perkawinan anak.
“Awalnya, kami memberikan informasi mengenai kesehatan reproduksi. Dari situ, orang tua jadi tahu dampak buruk perkawinan anak pada biologis dan psikologis anak. Kemudian, orang tua akan mulai menyadari bahwa mereka tidak menginginkan dampak buruk itu terjadi pada anak mereka,” ungkap Yuni yang juga pendiri dan anggota Paguyuban Guru Peduli Kesehatan Reproduksi (PGP Kespro).
Yuni dan panitia Anugerah Saparinah Sadli mengakui bahwa penurunan angka perkawinan anak di Bondowoso bisa terjadi juga atas kerjasama yang baik dengan pihak pemerintah daerah. Salah satu contohnya, dengan adanya figur-figur penyebar informasi kesehatan reproduksi yang disebut dengan Bunda Kespro di berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari Bupati, Kecamatan, hingga di desa-desa.
Dari penghargaan ini, Yuni dan panitia Anugerah Saparinah Sadli berharap Indonesia bisa mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs), butir 5.3, mengenai penghapusan perkawinan anak pada tahun 2030. (f)
Topic
#pernikahanremaja