Profile
Peni Pudji Turyanti, Wanita Pertama yang Memimpin Mahkamah Pelayaran Indonesia

3 Jun 2017



Dok. Femina

 
Mendukung dan Merangkul
Mengamati bahwa karier wanita di lingkungan birokrasi seolah sulit maju, dengan minimnya wanita di tingkat Eselon I dan II, ia tergerak merintis Kelompok Kerja (Pokja) Pengarusutamaan Gender di Kementerian Perhubungan pada tahun 2008. Memilih menjemput bola, Peni lantas bergerak membentuk focal point di masing-masing subsektor, baik darat, laut, maupun udara.

“Kami juga bekerja sama dengan BUMN di bawah Kementerian Perhubungan. Salah satu hasilnya adalah gerbong khusus wanita di kereta commuter line,” jelas Peni.

Dalam menjalankan pokja, ia mengacu pada penggunaan perspektif gender dalam International Maritime Organization (IMO) dan International Civil Aviation Organization (ICAO), dengan bimbingan dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Peni juga memimpin koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait, sehingga hampir semua peraturan di Kementerian Perhubungan kini berperspektif gender.

Diakui Peni, lembaga yang dipimpinnya memang didominasi pria. Bahkan, dari 15 anggota Mahkamah Pelayaran, hanya ada satu orang wanita. Terlepas dari upayanya mendorong adanya lebih banyak wanita yang menempati jabatan struktural, ia tak memungkiri bahwa wanita karier membutuhkan support system untuk mengembangkan karier dan mengurus keluarga. Ibu tiga anak ini belajar dari pengalaman bahwa kebutuhan karyawati harus menjadi perhatian lembaga, agar mereka bisa tenang bekerja tanpa  mengkhawatirkan urusan domestik.

Menganggap bahwa sifat cerewet dan telaten khas wanita turut membangun gaya kepemimpinannya, Peni mengaku tak pernah merasa dirinya seorang bos. Tiap memasuki institusi baru, ia menanamkan pesan bahwa ia membutuhkan orang-orang yang mendukungnya dan hal-hal yang ingin dicapainya untuk kemajuan institusi. Ia juga menekankan pentingnya wanita bekerja sama dengan pria, termasuk yang usianya lebih senior, di lingkungan profesional.

Advertisement
“Saya selalu menegaskan bahwa saya butuh dukungan mereka, karena saya tidak bisa bekerja sendiri. Ketika seseorang merasa dibutuhkan, biasanya ia tak ragu berkontribusi,” ungkap wanita yang koleganya termasuk para hakim pria berusia di atas 60 tahun ini.

Untuk urusan rumah tangga, wanita asal Cilacap, Jawa Tengah, ini paham betul pentingnya komitmen untuk maju bersama pasangan dan berbagi peran dalam membangun keluarga. Prinsipnya, ia dan sang suamilah yang  menentukan ‘aturan main’ yang berlaku dan menyelesaikan segala masalah rumah tangga. Salah satu upayanya adalah mengatur jadwal perjalanan dinasnya dan suami, yang juga PNS, agar tak berbenturan. Ia juga memberikan kesempatan yang setara bagi putra-putrinya, dan mendukung mereka melakukan berbagai hal secara mandiri demi belajar bertanggung jawab.

Pencapaian Peni sepanjang kariernya tak lepas dari semangatnya untuk terus mencari peluang dalam mengembangkan diri. “Tahun 1984 saya mengikuti diklat pertama saya, ketika yang lain banyak yang tak mau. Dua tahun kemudian diklat tersebut menjadi salah satu persyaratan pokok untuk kenaikan jenjang karier,” kenang Peni, yang juga tak segan menggantikan pimpinannya untuk mengikuti berbagai rapat. Akhirnya, tak jarang dialah yang justru lantas dicari.

Menurut wanita bergelar magister hukum ini, ia tak pernah merasa atau mendengar bahwa kompetensinya diragukan karena ia seorang wanita. Di lain pihak, ia kerap menyaksikan rekan-rekannya sesama wanita yang ragu untuk melangkah maju dalam kariernya dengan berbagai alasan. Selain khawatir tak ada yang mengurus anak-anak, mereka terkadang lebih mendorong suaminya untuk meningkatkan karier daripada dirinya sendiri. Ia mengakui, pola pikir semacam itu tak bisa diubah semudah membalikkan telapak tangan.

Belajar dari pengalamannya, ia pantang menyerah untuk menyemangati wanita koleganya agar senantiasa mengembangkan diri dan tidak menahan langkah karier mereka sendiri. Bila tidak, mereka sendirilah yang rugi. Terlahir sebagai wanita bukan berarti lebih lemah dan tak berdaya, sehingga tidak bisa turun ke lapangan dan berdinas hingga jauh malam.

Wanita yang pernah berdagang batik semasa kuliah ini meyakini, ketika ia dipilih untuk posisi tertentu, ia harus bisa menunjukkan kemampuan. Salah satunya adalah memiliki ilmu yang memadai untuk menjalankan jabatan. Ia percaya, tanpa ilmu, karier seseorang takkan maju. “Yang penting bagi saya, keberadaan saya selama di suatu institusi harus meninggalkan jejak yang baik, sehingga tercipta keadaan yang lebih baik bagi pengganti saya,” pungkasnya. (f)
 
Baca juga:
Tisye Diah Retnojati, Sukses Melesatkan Karier Dari Posisi Customer Service Officer ke Jajaran Direksi
Pendeta Merry Kolimon, Memimpin dengan Semangat Feminisme di Kupang
Diplomasi Membumi ala Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Wanita Pertama Indonesia


Topic

#wanitahebat

 



polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?