True Story
Kisah Greta Thunberg, Anak Asperger dan Introver yang Menjadi Aktivis Lingkungan

13 Sep 2019


Dok. Shutterstock




Alih-alih masuk sekolah, seorang gadis usia belasan bolos kelas di hari Jumat demi bisa duduk diam di depan gedung parlemen Swedia sambil memegang papan bertuliskan ‘Skolstrejk for Klimatet’ atau yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘Mogok Sekolah untuk Iklim’.

Padahal orang tuanya telah mencegahnya, teman sekelasnya menolak bergabung dan orang-orang yang lalu lalang melewatinya tak menggubrisnya. Namun, lama kelamaan kegigihannya untuk menyuarakan keresahannya atas masalah lingkungan ini dengan aksi mogok sekolah, membuat makin banyak orang menoleh memerhatikan. 


Ketika banyak orang di Swedia yang mengacuhkannya, ia justru berhasil mencuri perhatian jutaan anak sekolah di berbagai belahan dunia mengekorinya. Mengikuti langkah gadis kecil bernama Greta Thunberg (16) untuk menyelamatkan bumi. Ia berhasil membuka mata dunia.

Greta yang berhasil memicu gerakan global melawan perusakan lingkungan dan mengangkat isu iklim dengan aksi mogok sekolahnya membuat banyak orang bertepuk tangan dan mengangkat topi hormat. Padahal setahun yang lalu, ia mengaku tak membayangkan dampaknya akan sebesar seperti sekarang ini.

Ia ingat betul hari pertamanya mogok sekolah dan duduk di depan gedung parlemen Swedia.

“Saya merasa kesepian, karena semua orang hanya berjalan melalui saya begitu saja, bahkan tak ada orang yang melihat saya. Tapi di saat yang sama saya merasa memiliki penuh harapan,” kenangnya yang mengaku terinspirasi dari gerakan mogok sekolah oleh siswa-siswa di Florida, Amerika Serikat, yang melawan kebijakan penggunaan senjata tajam. 


 


Dok. Shutterstock

 


Sebelumnya, Greta mengaku ia hanyalah anak biasa yang introver. Bangun jam 6 pagi dan pulang sekolah jam 3 sore.

“Saya selalu menjadi gadis yang berdiri di belakang dan tidak mengatakan apapun. Saya pikir saya tidak bisa membuat perubahan karena saya terlalu kecil,” kenangnya. 

Terlebih lagi ketika ia menyaksikan film dokumenter di sekolah yang menunjukkan tentang plastik di lautan dan beruang kutub yang kelaparan, sempat membuatnya sangat tertekan.

“Saya terus memikirkannya dan saya hanya ingin tahu apakah saya akan memiliki masa depan. Dan saya menyimpannya sendiri dalam hati karena saya tidak suka terlalu banyak bicara, dan saya tahu itu tidak sehat. Jadinya, saya menjadi sangat depresi hingga tak ingin masuk sekolah,” ceritanya.

Karena terjebak dalam depresi dan sempat berhenti sekolah, sampai membuat Greta kehilangan berat badan hingga 10 kilogram hanya dalam waktu dua bulan.  

Greta pun menceritakan kekhawatirannya kepada kedua orang tuanya yang merupakan seorang pasangan selebritas. Sang ibu,
Malena Ernman, adalah salah satu penyanyi opera terkenal di Swedia, sedangkan sang ayah, Svante Thunberg, berasal dari dunia yang sama sebagai aktor dan penulis. 

Awalnya, respon ayah dan ibunya yang menganggap bahwa semua akan baik-baik saja tak bisa diterima dengan baik oleh Greta.

“Dan, setelah beberapa saat, mereka mulai mendengarkan apa yang saya katakan. Saat itulah saya sadar saya bisa membuat perbedaan. Dan cara saya keluar dari perasaan depresi adalah dengan berpikir bahwa ada begitu banyak hal baik dalam hidup yang bisa saya lakukan,” ujar gadis yang pernah mengidap sindrom asperger ini. Yaitu sebuah gangguan neurobiologi yang masih termasuk dalam gangguan spektrum autisme.

Untuk mengubah pandangan kedua orang tuanya, Greta sengaja membuat mereka merasa bersalah dengan mengonsumsi daging-dagingan.

“Saya membuat mereka merasa bersalah. Saya bilang bahwa mereka telah mencuri masa depan dan tidak bisa bertindak untuk hak asasi manusia dengan gaya hidup seperti ini, hingga akhirnya mereka mengubah gaya hidup itu. Ayah saya sekarang vegan, sementara ibu saya masih berusaha mencobanya. Dia 90 persen vegan,” cerita Greta.

Setelah mendengar penjelasan Greta tentang betapa buruknya dampak perubahan iklim, pada akhirnya meyakinkan kedua orang tuanya untuk mengubah gaya hidup sehari-hari dalam rumah tangga. Mereka mulai menerapkan gaya hidup
zero waste, menjadi keluarga vegan, bepergian dengan menggunakan mobil elektrik hingga enggan menggunakan pesawat.

Dalam sebuah wawancara dengan The Guardian, kedua orang tuanya mengaku akan mendukung aksi sang putri untuk berkampanye, kendatipun Greta harus kerap meninggalkan sekolahnya. 

Melihat dampak yang terjadi setelah aksi protesnya, Greta pun kini percaya bahwa tak ada hal yang tak mungkin. Bahkan sekalipun langkah protes yang ia lakukan bagi sebagian orang hanyalah sebuah upaya kecil.

“Saya rasa dari semua gerakan yang mana saya hanya duduk sendiri di depan kantor parlemen adalah yang paling besar memberikan dampak. Banyak orang melihatnya dan tergerak, semua berubah menjadi emosional. Jutaan anak dari seluruh dunia mengatakan, ‘Mengapa kita harus belajar untuk masa depan yang mungkin saja tidak akan ada?’,” papar Greta yang percaya bahwa langkah paling sederhana yang ia lakukan justru bisa mengubah pandangan dunia. (f)



BACA JUGA :

Namira Zania : Penari & Model Down Syndrome yang Buktikan Pengidap Disabilitas Intelektual Juga Bisa Berkarya
David Christian: Creator Gelas yang Bisa Dimakan, Pengganti Gelas Sekali Pakai
Astri Puji Lestari, Arsitek yang Menjalani Hidup Minim Sampah Sejak Kecil

 


Topic

#gretathunberg

 


polling
Seberapa Korea Anda?

Hallyu wave atau gelombang Korea masih terus 'mengalir' di Indonesia. Penggemar KDrama, Kpop di Indonesia termasuk salah satu yang paling besar jumlahnya di dunia. Lalu seberapa Korea Anda?