Foto: Desman Mendrofa
Indonesia terus berupaya menekan kurva jumlah kasus COVID-19. Salah satu upaya yang dilakukan adalah diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar di beberapa provinsi dan kabupate/kota, termasuk DKI Jakarta.
Dalam upaya menekarang kurva, tentu bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, tapi merupakan tanggung jawab dan tantangan bagi kita semua. Otoritas kesehatan pun berupaya menerapkan pedoman penanganan pandemi yang tepat.
Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, pengambil kebijakan membutuhkan sumber informasi yang lebih akurat untuk menilai apakah tindakan penanganan tersebut sudah cukup efektif, serta memahami dengan tepat bagaimana COVID-19 dapat menyebar.
Noudhy Valdryno, Manager Kampanye Kebijakan untuk Facebook di Indonesia mengatakan bahwa Facebook bermitra dengan lembaga penelitian di berbagai negara, menyediakan Disease Prevention Maps atau Peta Pencegahan Penyakit, yang merupakan bagian dari program Data for Good dari Facebook.
Sejak awal pandemi COVID-19 muncul, Facebook telah bermitra dengan banyak organisasi terpercaya dan universitas seperti Harvard School of Public Health di Amerika Serikat, National Tsing Hua University di Taiwan, dan University of Pavia di Italia, serta institusi dan organisasi nirlaba seperti Direct Relief, Bill & Melinda Gates Foundation, dan Bank Dunia untuk menggunakan Peta Pencegahan Penyakit.
“Di Indonesia, Facebook bekerjasama dengan beberapa mitra dan lembaga penelitian, seperti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia dan Universitas Indonesia yang menggunakan Peta Pencegahan Penyakit ini sebagai bahan penelitian untuk dianalisis lebih mendalam dan mendapatkan masukan yang bermanfaat untuk membantu pemerintah menangani pandemi ini,” kata Noudhy dalam acara Facebook Indonesia - Live Q&A - Disease Prevention Map (with CSIS) beberapa waktu lalu.
Melalui data ini, tim Analisis Data COVID-19 CSIS menganalisis penyebaran pergerakan orang-orang di Jakarta dan beberapa provinsi lain dalam waktu tertentu untuk melacak penyebaran virus Corona.
Philips J. Vermonte, Direktur Eksekutif CSIS dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa minimnya ketersediaan data menjadi tantangan monitoring pergerakan masyarakat selama pandemi COVID-19, dan juga mengevaluasi tingkat efektivitas program PSBB maupun aturan restriksi perjalanan.
“Dengan memanfaatkan Peta Pencegahan Penyakit dari Facebook, kami dapat memberikan analisis lebih mendalam terkait program tersebut dan juga rekomendasi atau saran bagi pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya terkait pendekatan yang tepat untuk mengatasi pandemi ini,” ujar Philips.
Philips memaparkan, salah satu analisis yang dilakukan oleh CSIS melalui penggunaan peta ini adalah melihat apakah kebijakan restriksi perjalanan dan mudik cukup efektif untuk menekan pergerakan orang.
Observasi pergerakan yang dilakukan pada 31 Maret - 2 Mei 2020 ini menganalisis tiga kelompok: Pertama, Pengguna Facebook yang tidak melakukan pergerakan. Kedua, Pengguna Facebook yang melakukan pergerakan di dalam wilayah dan ketiga, Pengguna Facebook yang melakukan pergerakan antar wilayah.
Analisis CSIS ini menunjukkan bahwa jumlah pengguna Facebook yang tidak melakukan perjalanan mengalami peningkatan, dari 80% (24 juta orang) menjadi 83% (25 juta orang). Lonjakan ini terlihat pada 24 April, ketika mobilitas antar daerah mulai diperketat.
Kelompok kedua menunjukkan rata-rata sekitar 3 juta orang melakukan perjalanan di dalam berbagai wilayah di Indonesia. Pada masa observasi, angka tersebut mengalami peningkatan menjadi 3,3 juta orang. Meski demikian, jarak tempuhnya sangat rendah, di bawah seratus meter.
Jumlah orang yang melakukan perjalanan antar wilayah mengalami penurunan, dari rata-rata 2,8 juta orang per hari menjadi 1,8 juta orang per hari. Jarak tempuh antar wilayah juga ikut menurun - dari rata-rata 41 Km menjadi 26.6 Km.
Dari analisis ini, CSIS menyampaikan bahwa meski pelarangan mudik dan pembatasan perjalanan berdampak pada pergerakan yang relatif kecil, kemungkinan besar penyebaran terjadi di dalam wilayah atau dari kota ke wilayah sekitar kota dan sebaliknya.
CSIS pun mengamati mobilitas masyarakat di dalam Kota Jakarta maupun pergerakan masyarakat antarwilayah, baik masuk maupun keluar ke dan dari satu wilayah tertentu.
Hasil dari analisis ini menunjukkan bagaimana pola mobilitas masyarakat di kota-kota besar di Pulau Jawa dan Sumatera selama masa krisis COVID-19, dan lebih lanjut untuk melihat bagaimana penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh masyarakat.
Data pergerakan dari Peta Penyebaran Penyakit ini pada tanggal 1-9 April 2020 (sebelum PSBB) dan 10-20 April 2020 (saat PSBB diterapkan) untuk wilayah Jabodetabek.
Hasil pengamatan peneliti menunjukkan bahwa pergerakan masyarakat, terutama dari Jakarta-Bekasi dan Jakarta-Banten, sesudah diterapkannya PSBB di Jakarta tidak banyak berubah dibandingkan sebelum PSBB diberlakukan.
Penurunan mobilitas harian masyarakat yang signifikan hanya terjadi pada akhir pekan. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah jumlah pekerja sektor informal yang cukup tinggi dan melakukan perjalanan ke pusat aktivitas ekonomi di Jakarta.
“PSBB dapat mengurangi aktivitas di dalam kota, namun belum cukup efektif untuk menekan lalu lintas pergerakan orang dari dan ke Jakarta. Hal ini dapat memicu munculnya episentrum COVID-19 baru selain Jakarta,” kata Philips. (f)
Baca Juga:
Peringatan PBB : Pandemi COVID-19 Menyebabkan Krisis Kesehatan Mental yang Merugikan Negara
Skenario New Normal, Ajarkan Anak Empati dan Optimisme
Dukungan AXA Financial Indonesia Lindungi Karyawan Wanita dari KDRT Selama Pandemi COVID-19
Topic
#corona, #jakarta, #covid19, #facebook