
Foto: Dok. Freepik
Dalam acara diskusi webinar CSW 66 Side Event dengan tema Energy Transition and Rural Women yang berlangsung pada Kamis (17/03/22) lalu, Bintang Puspayoga, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) membahas tentang pentingnya peranan perempuan dalam sektor energi, terutama dalam proses transisi energi.
Menteri PPPA mengatakan, perempuan merupakan pendorong utama dalam transisi energi karena perempuanlah yang memastikan ketersediaan energi dan mengatur konsumi energi di dalam rumah tangga. Para ibu adalah role model bagi anak-anaknya untuk menggunakan energi secara bijak. Bahkan para perempuan di daerah pedesaan pun bisa menjadi agen dalam menciptakan sumber energi alternatif yang murah.
Namun, meskipun hampir separuh dari seluruh jumlah penduduk Indonesia adalah perempuan, (35,1% perempuan dewasa dan 14,4% anak perempuan), partisipasi perempuan di sektor energi masih sangat kurang. Padahal menurut Menteri PPPA banyak manfaat yang didapat dengan adanya kesetaraan dalam mengakses energi bagi perempuan.
“Kita perlu memastikan perempuan bisa mengakses energi yang bersih, terbarukan, dan terjangkau, sehingga nantinya akan menciptakan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Hal ini juga akan mendorong pemberdayaan ekonomi, meningkatkan kesehatan keluarga, dan memungkinkan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik,” ungkap Menteri PPPA.
Kurangnya partisipasi dan akses perempuan dalam sektor energi, mungkin salah satunya disebabkan jumlah perempuan bekerja yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Proporsi perempuan usia kerja yang berpartisipasi dalam angkatan kerja hanya 54%, sedangkan laki-laki 82% (Badan Pusat Statistik, Februari 2021). Selain itu, hanya 29% perempuan yang memiliki ijazah pendidikan tinggi di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika. Ditambah adanya glass ceiling effect (batasan bagi kaum perempuan untuk maju) yang semakin mempersulit perempuan untuk mencapai posisi pengambilan keputusan teratas.
Oleh karena itu, Menteri PPPA menyatakan perlu adanya upaya untuk mendorong kepemimpinan perempuan di sektor energi terbarukan. “Caranya dengan meningkatkan partisipasi perempuan dalam pekerjaan di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika, menciptakan tempat kerja yang ramah perempuan, memecahkan glass ceiling, serta melanjutkan upaya kesetaraan gender di segala bidang pembangunan. Kita juga harus memastikan bahwa kebijakan serta aksi dalam transisi energi dapat melibatkan dan memberikan manfaat bagi perempuan dan anak perempuan,” jelas Menteri PPPA.
Acara webinar yang merupakan kerjasama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kongres Wanita Indonesia (Kowani), W20 Indonesia Presidency, dan UN Women Indonesia ini juga dihadiri oleh beberapa tokoh wanita yang memberikan pendapatnya seputar kesetaraan akses energi bagi perempuan Indonesia.
Diantaranya ada Giwo Rubianto, Ketua Umum Kowani yang menyatakan bahwa energi merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan, jadi penting adanya pemberdayaan bagi perempuan sebagai agen perubahan serta pembuat keputusan dalam rumah tangga.
“Pemberdayaan perempuan adalah sesuatu yang sangat penting agar perempuan memiliki kemudahan dalam mengakses energi. Sehingga nantinya keberhasilan dalam melakukan transisi energi dapat tercapai. Terutama bagi perempuan di pedesaan yang kurang mendapatkan akses informasi dan pendidikan. Kita harus bisa menjembatani hal tersebut dengan memfasilitasi pendidikan mereka, serta meningkatkan pelibatan mereka dalam transisi energi ini,” ujar Giwo.
Asa Regner, UN Assistant to Secretary-General and Deputy Executive Director UN Women, juga mengatakan bahwa perempuan perlu diberikan akses untuk terlibat dalam transisi energi. “Memberikan perempuan akses kepada energi terbarukan, akan memberikan kesempatan bagi perempuan untuk mencapai pemberdayaan ekonomi, serta memberikan mereka kesempatan untuk dapat terlibat dalam pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan sekitarnya,” kata Asa Regner.
Lenny N. Rosalin, Deputi Bidang Kesetaraan Gender, KemenPPPA mengatakan, diskusi pada pertemuan ini akan bermanfaat untuk membentuk kebijakan yang diharapkan dapat mengatasi isu-isu di tingkat daerah hingga global. Sehingga pemerintah maupun lembaga terkait di Indonesia dan negara lain, dapat terus berkontribusi dalam membangun kebijakan energi yang lebih responsif gender.
“Transisi energi merupakan sebuah isu global, khususnya bagi mereka yang tinggal di pedesaan. Dengan sekitar 3,9 miliar orang tinggal di pedesaan, yang separuhnya adalah perempuan, pemerintah dari berbagai negara selalu berusaha membuat kebijakan yang terbaik untuk mendorong proses transformasi energi, dari energi tak terbarukan menjadi energi terbarukan yang bersih. Termasuk Indonesia, dimana sekitar 43% perempuan dan anak tinggal di pedesaan, juga menghadapi tantangan untuk mencapai bauran energi menjadi 23 persen pada tahun 2025,” ungkap Lenny.
Dian Siswarini, Co-Chair W20 Indonesia pun memberikan pernyataan bahwa W20 akan merujuk pada hal-hal yang dihasilkan dari acara ini untuk mengembangkan Pernyataan Bersama W20, khususnya untuk membangun para perempuan di pedesaan. (f)
Baca Juga:
Konferensi W20 Likupang Suarakan Lebih Keras Tentang Kesetaraan Gender
Keseteraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Jadi Fokus W20 Presidensi Indonesia
Capai Inklusi Ekonomi dengan Mendukung UMKM Milik Perempuan
Topic
#W20, #KesetaraanGender, #PemberdayaanPerempuan, #Energi, #TransisiEnergi, #EnergiTerbarukan