Travel
Bertemu Hewan-hewan Asli Australia di Ballarat Wildlife Park

20 Nov 2016


Wisatawan mencoba peruntungannya dengan menambang emas.
Foto: Nuri Fajriati

Akhir September lalu, atas undangan Tourism Victoria dan Garuda Indonesia, Redaktur Senior femina, Nuri Fajriati, mengunjungi  Victoria, Australia. Berikut ini sebagian catatan perjalanannya.

Ke Australia, kurang sempurna rasanya jika tak menemui hewan-hewan asli Australia. Saya dan rombongan pun mewajibkan diri pergi ke Ballarat Wildlife Park yang terletak 166 km atau 2,5 jam berkendara dari Kota Melbourne. Tiket masuk untuk dewasa 31 dolar Australia (Rp310.000) dan anak-anak 17,5 dolar Australia (Rp175.000). Taman ini sebetulnya tak terlalu luas, sekitar 6,5 hektare, tapi ‘penghuninya’ cukup ramai.

Kami disambut Billie, wombat berusia 2,5 tahun yang beratnya mencapai 30 kg. Muka hewan nokturnal ini seperti tikus, rambut tubuhnya terasa kasar, dan memiliki kuku panjang yang mereka gunakan untuk menggali tanah. Meski badannya besar, wombat bisa berlari sampai 40 km per jam. Bagian punggungnya sangat keras, karena digunakan untuk melindungi diri.

Tak jauh dari pintu masuk, tampak beberapa kanguru tengah leyeh-leyeh di tengah lapangan. Di sisi lebih dalam, kanguru dan burung emu dibiarkan bebas berkeliaran. Kami pun diberi kesempatan untuk memberi makan mereka langsung dari tangan. Mulanya kaget juga saat kami dikerumuni kanguru dan emu yang berbadan tinggi, antara ngeri ditinju kanguru (ya, saya terpengaruh film kartun) dan dipatuk paruh emu, tapi ternyata aman. Tak sampai 5 detik, makanan di tangan pun habis dilahap mereka.

Selanjutnya, kami bertemu Sally, kanguru pohon berwarna cokelat keemasan yang pemalu, dua Tasmanian devil berwarna hitam dan bergigi tajam yang tampak berlarian dan saling berebut makanan, serta quokka, hewan berkantong sejenis wallaby, tapi berukuran lebih kecil yang memiliki wajah seperti selalu tersenyum. Rasa penasaran saya melihat langsung koala akhirnya tercapai. Gosip bahwa  koala itu hewan yang lambat, pemalas, dan suka tidur segera terjawab di sini. Di beberapa pohon tampak koala tengah lelap tertidur sambil memeluk erat batang pohon. “Kemungkinan ini karena kandungan dalam daun eucalyptus, makanan utama mereka,” ujar pemandu rombongan. Kemudian, saya dan rombongan baru tahu dari Dug, nama koala dalam bahasa Aborigin berarti tanpa air. Rupanya, koala memenuhi kebutuhan airnya dari daun eucalyptus dan hampir tak pernah turun dari pohon.

Dengan keberadaan hewan-hewan itu, tak heran jika Ballarat, Victoria, merupakan salah satu kota tujuan liburan favorit anak-anak. Selain itu, mereka juga bisa belajar sejarah  masa kejayaan emas di Australia di Museum Ruang Terbuka Sovereign Hill. Tiket masuknya lumayan tinggi, untuk dewasa  54 dolar Australia (Rp540.000) dan anak-anak  24,5 dolar Australia (Rp245.000).

Berada di lokasi bekas tambang emas seluas 25 hektar, saya merasa kembali ke masa 1850-an saat penambang dari China dan Eropa berdatangan ke Ballarat. Suasana penambangan dibuat semirip mungkin dengan kondisi masa itu, toko-toko, restoran, dan semua staf yang berada di sana pun mengenakan busana jadul. Tentara berbaju merah, penambang, polisi, pengamen, sampai copet pun disiapkan berakting agar menambah hidup suasana.

Kami mencicipi kehidupan penambang emas dengan masuk ke dalam tambang, 10 meter di bawah permukaan tanah yang bisa diakses menggunakan kereta, lalu mendulang pasir untuk menemukan butiran emas di Diggings Creek, dan melihat cara emas dilebur dan dicetak di bengkel peleburan emas. Bahkan kami juga diperbolehkan mengangkat emas seberat 3 kg selama beberapa detik. Wuih, begini ya rasanya membawa emas yang dipasaran berharga AUS$160 ribu atau Rp1,6 milyar. 

Ada rasa penasaran saat berusaha menemukan bijih emas di antara pasir dan kerikil yang diambil dari dasar sungai menggunakan loyang besi yang sudah berkarat. Bijih emas memiliki massa jenis lebih berat daripada pasir, karena itu ia akan mengendap di lapisan terbawah. Saat tinggal sedikit pasir tersisa di loyang… voila! Mata saya menangkap tiga serpihan emas berukuran kurang dari satu millimeter. Menggunakan jari, serpihan itu saya masukkan ke botol berisi air. Senangnya.

Apalagi seorang rekan dari media lain yang menemukan lebih banyak serpihan emas dengan ukuran lebih besar dari yang saya temukan. Matanya berbinar-binar. Saya pun bisa membayangkan perasaaan euphoria penambang di masa lalu saat menemukan emas setelah berhari-hari menggali di dalam terowongan gelap atau berendam di air sungai dingin untuk mencari butiran emas. (f)

Baca Juga:


Topic

#travelingaustralia