
Foto: FLW
Keramahan masyarakat Flores menyambut femina sesaat setelah mendarat di Bandara Frans Seda, Maumere, Flores, pada pertengahan Mei lalu. Seorang wanita dengan rambut model cepol, mengenakan kaos dan bawahan kain sarung tenun menyambut rombongan yang terdiri dari media, perwakilan bank DBS, serta pemenang dan juri lomba DBS - Live More Society Photo Challenge. “Perjalanan menuju Watublapi, masih satu jam lagi berkendara,” kata Rosvita, yang akrab disapa Kak Ros.
Kak Ros adalah pendiri kelompok tenun Watubo dari Desa Watublapi. Selama tiga hari, femina bersama rombongan akan belajar tentang proses pembuatan kain tenun Flores, dari mulai pewarnaan hingga cara menenun, bersama kelompok wanita pengrajin tenun di desa Watublapi.
Kelompok Tenun Watubo terbentuk dua tahun lalu, dari keinginan beberapa perajin tenun yang masih setia dengan penggunaan pewarna alam. Karena proses pewarnaannya lebih lama dan rumit, banyak perajin tenun perlahan mulai meninggalkan pewarna alami. Banyak penenun kini memilih menggunakan pewarna kimia, sehingga menghasilkan kain tenun aneka warna dengan harga lebih murah dan waktu pengerjaan lebih singkat. Para penenun Watublapi, yang sebagian besar wanita, pun berupaya memertahankan penggunaan pewarna alam yang makin terlindas zaman.
“Proses pewarnaan alam memang lebih panjang, namun proses ini juga baik untuk kesehatan karena menggunakan bahan alami. Bayangkan jika setiap hari mencelupkan tangan ke campuran air kimia, tentu bisa berbahaya,” jelas Kak Ros.
Keinginan perajin setempat ini pulalah yang menginspirasi PT Bank DBS Indonesia untuk memilih desa Watublapi sebagai hadiah perjalanan fotografi ke daerah eksotis bagi pemenang kedua lomba DBS - Live More Society Photo Challenge. Selain itu, Noesa, salah satu mitra wirausaha sosial PT Bank DBS Indonesia yang melansir berbagai produk fashion dan apparel berbahan tenun, menggerakkan penenun Watubo untuk menghasilkan tenun berkualitas dengan motif dan warna yang kian variatif.
Lewat program Live More Society, PT Bank DBS Indonesia mengajak untuk menciptakan makna hidup yang lebih baik. Seperti empat pilar utamanya: Live Smart (mengakomodir minat dan berbagi inspirasi tentang inovasi, bisnis, ekonomi, kewirausahaan, pengembangan usaha, dan finansial; Live Awesome (mengakomodir minat dan berbagi inspirasi gaya hidup seputar traveling, kuliner, dan fotografi); Live Kind (Mengakomodir minat dan berbagi inspirasi seputar isu dan aksi sosial, lingkungan hidup, relawan, dan kegiatan amal; Live Well (mengakomodir minat dan berbagi inspirasi tentang kesehatan fisik dan mental).
Dalam perjalanan ini, rombongan diajak melihat tahap demi tahap proses pembuatan tenun, dari membuat motif, membuat pewarna alam, memberi warna pada benang, hingga menenun. Peserta juga mencoba setiap tahap tersebut di workshop yang berlangsung selama tiga hari.
Bagi Ichmunandar, fotografer asal Makassar, pemenang kedua lomba DBS-Live More Society Photo Challenge, perjalanan ini memberi banyak pengalaman menarik. “Saya bisa belajar banyak dan tentunya menambah wawasan baik tentang tenun, budaya dan tradisi hingga keindahan alam Flores. Belajar langsung segala macam proses tenun ikat dari memintal, membuat pola, hingga menenun. Ini pengalaman luar biasa,” katanya.
Karya Ichmunandar yang meraih gelar juara bercerita tentang semangat sekumpulan anak sekolah, yang berjuang naik perahu melewati rawa-rawa untuk sampai ke sekolah. Foto tersebut ia dokumentasikan saat berada di Kampung Romang Tangayya Kabupaten Gowa-Kelurahan Kajenjeng, Kota Makassar, pada awal tahun 2017.
Tidak hanya mengenal tenun, selama di Flores, rombongan juga melakukan photo hunting di berbagai lokasi menarik, seperti danau tiga warna Kelimutu, Pantai Koka, dan Bukit Tanjung. Menjalani hidup memang akan terasa semakin bermakna ketika dilalui dengan momen-momen yang luar biasa. Live the moment and live life to the fullest! (f)
Baca juga:
Faunda Liswijayanti
Topic
#Travel