Tiga film kontroversial, yaitu Scandal, 50 Shades of Grey, dan The Diary of Teenager, menggambarkan panasnya hubungan terlarang dan tak wajar. Jika dibandingkan dengan kehidupan seks normal yang kita jalani, apa yang digambarkan dalam film tersebut memang terlihat lebih menggelora. Pengamat Kesehatan Seksual dari Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara, dr. Andri Wanananda, M.S.,  membedah skenario seks yang digambarkan dari ketiga film tersebut.
 
Belajar dari Film
Seks tak hanya sekadar nafsu, tapi lebih banyak dipicu oleh ledakan perasaan. Seolah sudah jadi nature-nya, sesuatu yang terlarang terasa lebih menantang. Hal ini tergambar dari tiga film yang mengangkat isu kontroversial dalam kehidupan sosial, yaitu perselingkuhan dan penyimpangan seks.
 
The Scandal
Olivia Pope, yang merupakan mantan dari staf di Gedung Putih, terlibat hubungan terlarang dengan Presiden Amerika Serikat, Fitzgerals Grant III. Hubungan Fitz dan Olivia terlihat amat mesra dan ‘panas’, hingga Fitz terkadang tak kuasa menahan hasratnya untuk menyentuh Olivia, di kantornya sekalipun.

Salah satu adegan yang menarik adalah ketika Fitz dan Olivia sedang berada di acara pertemuan tamu kenegaraan. Olivia yang tak pernah lepas dari pandangan Fitz tiba-tiba keluar dari ruang pertemuan karena ingin ke toilet. Tak lama Fitz pun menyusul Olivia dan mencegatnya di tengah jalan, kemudian menarik Olivia masuk ke ruang teknisi. Mereka pun bercinta di antara kabel yang bergantungan.

Mellie, yang merupakan istri sah Fitz, mengetahui hubungan rahasia suaminya dengan Olivia. Namun, sekalipun Mellie mengancam akan membeberkan hubungannya kepada publik, Fitz ternyata tetap mempertahankan Olivia dan memilih menceraikan Mellie.

Setelah menikah, bara gairah yang dulu begitu berkobar justru menjadi tenang dan bahkan meredup. Hubungan intim yang kini sudah sah justru menjadi rutinitas dan biasa-biasa saja dibanding ketika mereka sedang berselingkuh dulu. Fitz seakan telah kehilangan tantangan untuk ‘menaklukkan’ Olivia.  
 
Pendapat dr. Andri:
Hubungan antara Olivia dan Fitz ini masuk ke dalam hubungan extra marital intercourse, yakni hubungan intim  yang terlarang dan hanya memiliki motivasi seksual nafsu dan sedikit cinta. Karena itulah, setelah menikah, gairah seks mereka berdua justru menurun. Karena, motivasi seksual yang dilakukan sebelumnya hanya untuk mengejar kepuasan seks dan menguji diri atas tantangan ‘takut kepergok’.

Bicara soal tantangan, menurut dr. Andri, hubungan seksual memiliki beberapa motivasi, yakni cinta, nafsu, dan personality disorder. Lebih jauh dr. Andri memaparkan bahwa ada dua hal yang memengaruhi rangsangan, yaitu sexual insighter yang berhubungan dengan visualisasi lawan jenis, dan sexual suppresser yang menyoroti sisi psikis dari pasangan. Dua hal ini sangat penting untuk membuat aksi Anda dan pasangan menjadi makin ‘panas’.

“Ketika sepasang pria dan wanita melakukan hubungan yang dirahasiakan, keduanya lebih menikmati karena faktor pacuan adrenaline antara harus menikmati seks dan menjaga mata tetap memperhatikan sekitar,” jelas dr. Andri.  

Meski demikian, hubungan semacam ini juga punya kelemahan. Pasangan yang berselingkuh akan mencuri-curi waktu di tengah kesibukan mereka. Sehingga, seks yang dilakukan terkadang berdurasi singkat.

“Jika dilakukan secara tergesa-gesa, pihak pria bisa ejakulasi dini, dan pihak wanita sudah pasti akan merasakan kesakitan. Hubungan seksual harus dilakukan secara santai. Tubuh kita tidak bisa diburu-buru agar tidak menimbulkan orgasme palsu hanya karena nafsu,” kata dr. Andri.

Faktor tertekan atau sexual suppresser juga bisa memengaruhi, selain akibat penyakit seperti kencing manis, darah tinggi, atau gangguan hormon. Pada wanita, seks yang dilakukan secara cepat membuat  proses lubrikasi di dalam vagina kurang, sehingga wanita akan merasa kesakitan.

“Biasanya ini adalah hal yang memecah rangsangan,  seperti pemikiran negatif, emosi negatif, kondisi jiwa yang sedang stres atau marah.” Menurutnya, untuk mendapatkan kualitas hubungan seksual yang prima, kedua belah pihak,  wanita ataupun pria, harus terbebas dari sexual suppresser.(f)