Profile
Jacinda Ardern : Perdana Menteri Termuda dari Selandia Baru yang Gamblang Mendukung Minoritas

22 Jul 2019


Dok. Reteurs

 


Tanggal 15 Maret 2019 adalah tanggal yang penting bagi warga Selandia Baru. Di tanggal yang tepat jatuh pada hari Jumat itu kasus penembakan massal terhadap kelompok minoritas muslim yang membunuh 50 orang terjadi di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Semua orang mengutuk pelaku penembakan massal tersebut. Termasuk wanita yang bernama Jacinda Kate Laurell Ardern, Perdana Menteri Selandia Baru yang menolak untuk menyebutkan nama sang pelaku karena menurutnya aksi terorisnya tersebut tak pantas dikenal di negara penuh damai itu.

“Dia adalah seorang teroris, seorang penjahat, seorang ekstrimis. Tapi dia akan menjadi seseorang tanpa nama. Dia mungkin mencari ketenaran, tetapi di Selandia Baru kita tidak akan memberinya apapun. Bahkan tidak namanya,” ujar Jacinda tegas pada pidato pertamanya sesaat setelah peristiwa tersebut terjadi.

Menyusul ketegasannya terhadap aksi terorisme di Christchurch, Jacinda langsung bergerak memperketat aturan penggunaan senjata api di Selandia Baru tiga hari setelah insiden tersebut terjadi. Dan kurang dari sebulan, aturan resmi berlaku dimana parlemen melakukan skema pembelian kembali senjata api dari warga sipil dan melarang penggunaan semua jenis senjata api semi otomatis serta senapan serbu.

Kecepatan Jacinda dan anggota parlemen Selandia Baru dalam menangani aksi terorisme ini menuai banyak pujian dari seluruh dunia. Bahkan ini menjadi bahan olok-olokan bagi Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang dianggap tidak peduli pada kebijakan penggunaan senjata api yang dinilai sudah dalam taraf bahaya karena telah banyak kasus penembakan massal di sekolah-sekolah. 

Tak hanya cara tegasnya dalam mengutuk keras aksi terorisme tersebut yang membuat banyak orang mengaguminya, bagaimana ia merangkul kaum minoritas yang menjadi korban membuat Jacinda kian dihormati oleh warga dunia lainnya. “Kami adalah satu. Mereka adalah kami,” ujarnya pada keluarga imigran dan pengungsi yang terbunuh dalam kejadian tersebut. 

Sebagai salah satu bentuk ekspresi solidaritas dan hormat pada komunitas Muslim yang menjadi korban dalam insiden tersebut, Jacinda mengenakan baju serba hitam dan sebuah kain untuk menutupi kepalanya sebagai kerudung selama beberapa hari.

“Saya di sini, hari ini, membawa kesedihan bagi seluruh Selandia Baru. Saya di sini untuk berdiri di sampingmu. Kita merasa sedih, tidak adil, dan marah. Kita memegang kuasa, dalam kata dan tindakan sehari-hari. Kita memang tidak kebal terhadap virus kebencian, ketakutan dan lainnya. Tapi kita bisa menjadi bangsa yang menemukan obatnya,” paparnya yang juga percaya bahwa rasa kemanusiaan warga Selandia Baru semakin menguat setelah kejadian ini. Ia pun menuturkan bahwa akan ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk meningkatkan rasa kemanusiaan tersebut menjadi lebih universal.

Kendati banyak hujanan pujian ditujukan padanya atas keberanian dan dukungannya terhadap warga minoritas dalam kasus ini, Jacinda mengatakan pada sesi wawancara dengan The Guardian bahwa peristiwa 15 Maret 2019 bukanlah tentang dirinya.

“Ini adalah kisah para korban dan keluarganya, kisah mereka yang terluka, kisah komunitas Muslim, kisah Christchurch,” ujarnya meyakini. (f)


BACA JUGA :

Kelembutan Asri ‘Achie’ Yuniar, Di Balik Lengkingan Musik Cadas
Sana Amanat, Mengangkat Derajat Kaum Minoritas Lewat Komik
Muna Jama, Peserta Kontes Kecantikan yang Mengenakan Kaftan Pada Sesi Baju Renang

 


Topic

#jacindaardern, #pemimpinwanita