Profile
Angkie Yudistia Menembus Keterbatasan

5 Sep 2018


PENGARAH GAYA FIQI BANAFSAJI, ARNI KUSUMADEWI, FEBIANCA PUTRI/
FOTOGRAFER @IFAN HARTANTO/ DIGITAL IMAGING @RENOPRIYONO/
RIAS WAJAH @AMANDAWAYA_MAKEUP/ TATA RAMBUT @ROSLYNNHAIR/
BUSANA @LOVEBONITOID/ AKSESORI @MASSICOT_
 
“Allah, tolong berikan petunjuk apabila aku diberikan keterbatasan mendengar, pasti ada maksud dan tujuan,” ujar Angkie Yudistia (31) di depan Kakbah, ketika ia berusia 20 tahun. Itulah titik balik yang menuntun Angkie menjadi dirinya yang sekarang, seorang wanita yang bekerja keras menembus batas-batas kesunyian, agar penyandang disabilitas di negeri ini berdaya dan memiliki eksistensi di tengah kondisi tatanan sosial dan masyarakat yang belum sepenuhnya ramah terhadap mereka.
 
Telinga Tertutup, Jalan Terbuka
 
Pengalaman spiritual 11 tahun lalu begitu membekas pada diri wanita berparas cantik, dengan rambut hitam lebat sepanjang punggung ini. Ia ingat betul bagaimana ia mendapatkan kemudahan untuk mencium Hajar Aswad, sesuatu yang menjadi keinginan tiap orang yang melaksanakan ibadah umrah maupun haji. Kembali ke Indonesia, ia mendapati timeline media sosialnya dipenuhi permintaan tolong. Merefleksikan atas apa yang ia alami di Tanah Suci, ia merasa inilah jawaban dari doanya. Ia merasa dikuatkan agar lebih fokus memaksimalkan kelebihan, berdamai dengan diri sendiri, tidak lagi meratapi keterbatasan yang ia miliki.

“Tentu akan terbuka jalan ketika ingin menolong orang lain,” katanya.
 
Angkie tidak terlahir sebagai tunarungu. Ia kehilangan pendengaran saat berusia 10 tahun karena kesalahan konsumsi obat antibiotik. Ia memang tidak mengetahui dengan persis, seperti apa proses kesalahan obat itu hingga membuat kemampuan pendengarannya menguap. Ia hanya tahu, ia tak lagi bisa mendengar suara dengan jelas. Di masa remajanya tak mudah. Ia menjadi pusat perhatian, tapi lebih pada kekurangan fisiknya.

Ia kerap menyembunyikan alat bantu dengar yang ia kenakan di balik rambut. Namun, penerimaan keluarga, khususnya kedua orang tua, Hadi Sanjoto dan Indiarty Kaharman, yang tidak memperlakukannya berbeda, lamakelamaan memupuk rasa percaya diri lulusan London School of Public Relations dengan IPK 3,5 ini untuk maju, dan tak ragu untuk meraih prestasi, salah satunya adalah menjadi finalis None Jakarta Barat 2008.

Menjadi Difablepreneur

A.Y • Angkie Yudistia #difablepreneur of
Thisable Enterprise @thisable.id • Book
Author of Menembus Batas & Setinggi langit .
 
Itulah cara Angkie menjelaskan dirinya di akun Instagram-nya. Ya, setelah mengalami titik balik 11 tahun lalu, Angkie kini sudah melesat menjadi wanita yang tidak hanya berhasil untuk dirinya semata, tapi juga memberikan sebagian hidupnya untuk orang lain. “Bertahun-tahun saya mempelajari perkembangan isu disabilitas. Saya pun menantang diri, apakah saya bisa melakukan aksi nyata. Ternyata bisa!” katanya. Ia pun memulai langkah dengan membangun public awareness lewat buku Perempuan Tunarungu Menembus Batas (2011).

“Ini salah satu cara mengubah persepsi masyarakat yang tadinya negatif menjadi positif, agar tidak lagi menggunakan terminologi cacat, tapi disabilitas,” katanya.

Pada saat yang sama ia membangun Thisable Enterprise. Berawal dari yayasan untuk memberdayakan disabilitas, tahun 2015 berubah wadah profesional di bawah naungan PT Berkarya Menembus Batas. Perusahaan ini berdiri dengan tujuan agar disabilitas usia produktif dapat berdaya secara ekonomi. Lagi-lagi bukan hal yang mudah, tapi kekompakan tim membuat usaha ini bertumbuh. Sekarang ini, Thisable yang memiliki lebih dari 1.500 database, tidak hanya menjadi head-hunter, tapi juga sistem outsourcing penyandang disabilitas seperti tunarungu/ tuli, tunanetra, tunadaksa, untuk bisa bekerja berdasarkan kapabilitas masing-masing secara vocational atau profesional di beberapa perusahaan swasta.

Menjalankan tak semudah membicarakannya. “Butuh konsistensi tingkat tinggi. Karena, siapa pun bisa menyerah ketika merasa semua tidak berjalan sesuai rencana.” Tantangan bukan hanya dari luar, tapi juga dari para disabilitasnya sendiri. “Kami harus bisa meracik sistem dengan cara berdiskusi dengan pakar bisnis, pakar SDM, pakar keuangan, pakar sosial, pakar marketing. Semua harus kami lakukan agar Thisable tidak mengubah sistem industri mana pun, tapi mencoba untuk menginklusikan agar dapat berjalan sesuai rencana. Kami berjalan perlahan, tapi pasti. Saya tidak menyangka bisa sampai 7 tahun.”

Sama seperti wanita pada umumnya yang memiliki banyak peran dalam hidup, Angkie pun demikian. Saat ini, selain sebagai pebisnis, ia juga seorang istri dan ibu dari satu anak, Kayla Almahyra, dan satu lagi masih dalam kandungan. Saat pemotretan untuk sampul femina edisi September, Angkie sedang hamil tua, meski sama sekali tidak menghalangi keaktifan dan kelincahannya. Ia tak ragu menyebut bahwa suporter terbesarnya kini adalah sang suami, Budi Prasetyo.

“Kami bukan tipe pasangan tradisional, bukan juga pasangan switched tugas, tapi kami tipe pasangan equal. Tahu porsi masing-masing saat sedang kelelahan. Karena kami adalah orang tua dan juga suami-istri, bahkan anak bagi orang tua kami dan bekerja untuk menggapai mimpi-mimpi kami,” ujarnya, mengenai hubungannya dengan suami yang ia sebut sebagai telinga keduanya itu. (f)
 
Baca Juga:

Najwa Shihab dan Tantangan Jurnalistik Baru
Raline Shah, Mandiri Lewat Akting
Agatha Suci, No Drama Terus Melangkah


Topic

#TelingaTertutupJalanTerbukaKuat, #SiapaBilangGakBisa